Breaking News

Jurnalisme Warga

‘Neuduk Neubai’, Tradisi yang Kian Jarang Dipraktikkan

PADI merupakan pertanian terbesar yang ada di Indonesia sebagai negeri agraris. Seiring dengan perkembangan zaman, teknik

Editor: bakri
zoom-inlihat foto ‘Neuduk Neubai’, Tradisi yang Kian Jarang Dipraktikkan
IST
ZULFIKRI (Akhi Zul), Mahasiswa Program Studi IAI (Fikih Modern) Pascasarjana UIN Ar-Raniry, melaporkan dari Kopelma Darussalam, Banda Aceh

OLEH ZULFIKRI (Akhi Zul), Mahasiswa Program Studi IAI (Fikih Modern) Pascasarjana UIN Ar-Raniry, melaporkan dari Kopelma Darussalam, Banda Aceh

PADI merupakan pertanian terbesar yang ada di Indonesia sebagai negeri agraris. Seiring dengan perkembangan zaman, teknik memanen padi pun ikut mengalami perubahan. Memasuki masa panen, semua petani sangat bahagia, tak terkecuali di Aceh.

Para petani, ketika memasuki musim panen, sibuk mempersiapkan segala hal untuk memanen padi. Mulai dari orang yang akan memotong padi, kecukupan karung, hingga orang yang akan memindahkan padi dari ladang ke tumpukan padi, untuk selanjutnya dieksekusi dengan mesin perontok.

Ketika hari panen tiba, di sawah warga sering terlihat tumpukan-tumpukan. Masyarakat Aceh biasa menyebutnya ‘neuduk’.

Saat ini di Pidie Jaya, tepatnya Kecamatan Meureudu, banyak sekali neuduk. Neuduk bukan bermakna silakan duduk, melainkan tumpukan dari neubai padi. Neubai diartikan sebagai ikatan batang padi dan butirnya yang disatukan, kemudian diikat menjadi satu ikatan. Ukurannya kurang lebih satu genggaman tangan orang dewasa. Saya rasa, tak perlu mengajari orang Aceh tentang neubai, sebab mereka tahu banyak akan hal itu. Cuma, sebagian masyarakat Aceh menyebutnya bukan neubai, melainkan boeh nibai.

Kumpulan neubai  inilah yang kemudian disusun rapat dan rapi, hingga menjadi neuduk. Jika ladang dan sawahnya kecil, biasanya perlu satu orang untuk berada di atas neuduk. Namun, jika ladang dan sawahnya besar, biasanya ada dua atau tiga orang berada di atas neuduk untuk menyusun neubai padi dengan rapi, rapat, dan padat.

Susunan neuduk ini dimulai dengan beberapa tahap. Terlebih dahulu dibuat fondasinya yang kuat dan berbentuk lingkaran. Fondasi ini pun merupakan bahan neubai yang disusun rapi dan rapat. Jadi, jangan bayang kalau fondasinya seperti paduan besi dan semen.

Besar dan kecilnya fondasi neuduk  biasanya  akan memengaruhi ujung atas neuduk, karena jika fondasi neuduk lebar dan berdiameter besar, maka ujung atasnya juga lebar. Namun, agak sedikit lebih kecil diamater dari fondasi bawah. Begitu pula juga sebaliknya, jika dimulai dari fondasi yang kecil, maka ujung atasnya juga lebih kecil diameternya dibanding fondasi di bagian bawah.

Berdirinya neuduk neubai padi yang kokoh juga dipengaruhi oleh struktur keadaan dan kondisi tanah yang harus kering. Jika tanah di ladang dan sawah berlumpur, bahkan tergenang air, maka kondisi seperti ini membuat petani harus terlebih dahulu mencari dan meletakkan sesuatu pada permukaan tanah yang hendak dididirikan neuduk neubai.

Biasanya petani mengumpulkan jerami (jumpung) untuk menyiasati lumpur dan air tergenang, supaya konsidi di bagian bawah neuduk padat dan tidak terkena air atau lumpur.

Seni dalam menyusun neubai ini tidak semua orang bisa, karena keahlian seseorang juga ikut memengaruhi kepadatan susunan neubai  yang rapat serta rapi. Nah, jika neubai yang disusun tidak rapat dan rapi, maka dikhawatirkan susunan neubai tidak padat, sehingga neuduk tidak kokoh, bahkan bisa jadi ambruk dan jatuh dari susunan neubai.

Oleh demikian, perlu adanya skill khusus dalam mengolah susunan neubai agar padat dan rapi. Bila sawahnya luas, maka neubai padi yang didapatkannya pun juga lumayan banyak, sehingga dalam mengatur susunan neubai padi harus mempunyai keterampilan, teliti, dan berpengalaman. Nah, pengalaman selalu dibutuhkan di mana pun. Tapi kalau pemuda mau nikah, tidak perlu pengalaman, melainkan pengetahuan.

Kalaupun neubai padi terbilang banyak, mereka yang pandai menekuni serta berpengalaman mengolah neuduk, tentu hal ini sudah biasa dan akan aman-aman meskipun angin kencang atau hujan deras.

Setelah semua neubai padi disusun rapi, pasti berbentuk tumpukan neuduk, dengan puncaknya seperti kubah masjid. Berikutnya barulah memanggil dan mendatangkan operator  mesin perontok padi. Selanjutnya butir-butir padi yang keluar dari mesin perontok dimasukkan ke dalam karung.

Jika melihat proses memanen padi seperti itu, lumayan memakan waktu, tenaga, dan biaya. Sebagaimana yang dipraktikkan seperti penjelasan di atas, mulai dari memotong pakai sabit hingga sampai tahap akhir memasukkannya ke dalam mesin perontok. Tentu ini adalah cara yang sering dan sudah turun-temurun dilakukan oleh petani tradisional ketika panen padi.

Di era modern atau era milenial, karea sudah ada mobil mesin pemotong padi, otomatis, dan canggih yang siap terjun ke sawah untuk memotong padi, lalu diproses hingga keluar dari mesin tersebut butiran padi, cara seperti ini sangatlah efisien dan tidak ribet. Sehingga para petani zaman now  lebih tertarik untuk menggunakan jasa mesin pemotong padi buatan asing ini.

Hadirnya mesin otomatis membuat petani mendapatkan hasil maksimal. Namun, di balik banyaknya hal positif dari mesin pemotong padi itu, ternyata ada juga negatifnya. Misal, sebagian pengguna  mesin ini mengatakan hasil biji padi tidak sebersih jika diolah di kilang padi. Soalnya, mesin ini sekali proses, mulai dari memotong hingga merontokkan padi, dilakukan sambil jalan. Tentu ada terselip sedikit potongan batang dan daun padi ke dalam karung.

Mesin pemotong padi otomatis ini pun masih terbatas, sehingga petani harus antre untuk mendapatkan layanan. Kemudian, area terjunnya mesin ini ada batasnya, yakni tak bisa jalan di ladang yang berlumpur terlalu dalam. Mesin otomatis ini hanya bisa beroperasi di medan kering dan ladang yang tidak terlalu dalam lumpurnya.  Ini membuat sebagian petani tak mendapatkan kesempatan pelayanan mesin memotong padi otomatis. Maka lagi-lagi petani terpaksa potong padi secara manual yang belum tentu siap dalam sehari, bahkan ada yang dua atau tiga hari. Sebab, mulai dari memotong cara manual dengan tangan, selanjutnya memindahkan neubai ke tumpukan padi (neuduk), baru dirontokkan dengan perontok klasik. Karenanya, proses pun terbilang lama.

Saya tahu, tradisi ini makin jarang dipraktikkan di era milenial ini, tapi saya perlu tetap mereportasekannya agar kaum milenial tahu bahwa kita di Aceh punya satu tradisi dalam bertani, yakni ‘neuduk neubai’. Semoga tradisi ini tak musnah ditelan masa.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved