Kupi Beungoh

Berdagang Cara Rasulullah dan Kisah Sukses Abdurrahman Bin Auf, Beri Hadiah Atau Lebihkan Sedikit

Sahabat, berdagang sambil bersedekah tidak semata mata mencari keuntungan materil saja. Tetapi ada keberkahan dari Allah.

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/Handover
Asrizal H Asnawi, Anggota DPR Aceh. 

Oleh Asrizal H Asnawi*)

AKHIR-akhir ini sering kita mendengar keluhan-keluhan pedagang, ketika hasil dagangannya tidak lagi mendapatkan berkah.

Terkadang, keuntungan besar yang diperoleh hilang dalam sekejap, menguap alias habis sangat cepat bagaikan uap.

Sesungguhnya keadaan seperti ini pernah terjadi pada tahun-tahun pertama Rasulullah Muhammad SAW bersama kaum muhajirin hijrah dari Mekkah ke Madinah.

Kala itu, perdagangan di Madinah dikuasai oleh kaum Yahudi.

Abdurrahman bin Auf adalah salah satu di antara Sahabat Rasulullah yang ikut berhijrah ke Madinah.

Sebelum hijrah ke Madian, nama Abdurrahman bin Auf sudah terkenal sebagai saudagar kenamaan di Mekkah.

Di Madinah, Rasulullah SAW memperkenalkan Sahabatnya Abdurrahman bin Auf kepada para penduduk dan saudagar muslim di Madinah.

Tak hanya itu, Rasulullah juga mempersaudarakan Abdurrahman bin Auf dengan seorang saudagar Anshar (Madinah) yang bernama Sa’ad Bin Rabiq.

Saad Bin Rabbiq pun bahagia tak terkira.

Karena orang paling mulia di bumi yang merekomendasikannya untuk bersaudara dengan Abdurahman bin Auf.

Saad Bin Rabbiq mengeluarkan kalimat kira kira berbunyi seperti ini;

“Wahai saudaraku Abdurrahman bin Auf, demi Allah dan Rasulnya, apapun yang aku miliki saat ini akan ku hadiahkan untukmu setengah, biar aku memiliki setengahnya saja, silahkan engkau pilih yang mana hartaku yang engakau mau?”

Mendengar pernyataan itu Abdurrahman bin Auf tidak serta merta menerima.

Beliau menjawab;

“Wahai saudaraku Saad bin Rabbiq, biarlah hartamu tetap menjadi hartamu. Semoga Allah senantiasa memberkahi seluruh harta yang engkau miliki. Aku hanya ingin engkau menunjukkan dan mengantarkan aku, di mana pasar atau pusat perdagangan di Kota Madinah ini?”

Mantan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan Usul Cetak Uang Rp 4.000 Triliun, Apa Tujuannya?

Apakah Umat Sebelum Nabi Muhammad SAW Berpuasa? Ini Penjelasan UAS

Sungguh, ini menunjukkan kemuliaan akhlak Abdurahman bin Auf.

Padahal ketika berhijrah bersama Rasulullah, Sahabat Abdurrahman tidak membawa harta bendanya.

Seluruh hartanya ia tinggalkan di Mekkah, demi bisa bergabung dengan kaum muhajirin yang dipimpin Rasulullah menuju ke Madinah.

Mendengar pernyataan Abdurahman bin Auf tersebut, Saad Bin Rabbiq pun bergegas mengantarkan beliau ke pasar.

Sesampainya di pasar sang saudagar Mekkah ini pun bertanya;

“Wahai saudaraku, pasar kepunyaan siapakah ini? kenapa begitu ramai pembelinya?”

Saad menjawab dengan lesu.

“Ini pasar milik kaum Yahudi, mereka telah mengkavling kavling tanah di sini lalu menyewakannya dengan harga tinggi ke pedagang yang ingin menempatinya”.

Abdurahman pun bertanya lagi,

“Lalu tanah milik siapakah yang ada di depannya ini? Kenapa tidak dimanfaatkan?”

Rabbiq sontak menjawab,

“Ini tanah milikku wahai saudaraku, beberapa kali pedagang Yahudi ingin menguasainya, namun tidak kuizinkan”.

Dengan penuh semangat Abdurahman bin Auf pun berkata,

“Alhamdulillah, kalau ini memang benar tanahmu Saad, maka aku akan bangun pasar di sini, tepat di depan pasarnya kaum Yahudi dan akan kita kavling kavling juga. Kita akan kita berikan kepada pedagang muslim di sini tanpa sewa, kita akan pakai sistem bagi hasil.

Kalau pedagang muslim ada untung, baru mereka berkewajiban membagi hasilnya. Yakinlah engkau wahai saudaraku Saad, hanya dengan cara ini kita bisa mengalahkan cara berdagang kaum Yahudi.”

Harga Minyak Dunia Melemah, Malaysia Jual BBM dengan Harga Murah, Pertamina Justru Ogah Turunkan

Di lain kesempatan, ada beberapa pedagang tempatan atau kaum Anshar menjumpai Rasulullah.

Mereka mengeluhkan keadaan perniagaan di kota Madinah kala itu.

“Ya Rasulullah, kami ini pedagang, tapi keuntungan perdagangan kami kalah lebih banyak dari pada kaum Yahudi. Padahal kami telah menggunakan caramu berdagang, saat pembeli belanja 1 kilogram, kami berikan cukup satu kilo, kalau mereka belanja 1 meter, ya kami juga berikan mereka 1 meter. Tidak sedikit pun kami mengurangi jumlahnya, seperti cara dagang yang engkau anjurkan.

Sementara mereka pedagang Yahudi, mereka mengurangi jumlah timbangan dan takarannya, sehingga keuntungan yang mereka dapatkan jauh lebih besar dari apa yang kami dapatkan ya Rasulullah”.

Rasulullah menjawab, jujur saja dalam berdagang itu tidak cukup wahai saudagar Anshar. Raihlah Ridha Allah dalam setiap perdaganganmu, maukah kalian aku ajarkan bagaimana cara meraih ridha Allah dalam berniaga?

Sontak saja para pedagang madinah menjawab.

“Tentu saja ya Rasulullah”.

Rasul pun bersabda.

“Mulai hari ini, lebihkan sedikit dari apa saja yang mereka belanja dari kalian. Selain menjadi bagian dari sedekah mencari berkah dan Ridha Allah, cara ini akan menjadi daya tarik tersendiri pembeli di sini untuk belanja ke kedai-kedai dan toko-toko milik kaum muslimin”.

Kisah Abu Ubaidah Bin Jarrah, Sahabat Nabi Pilih Syahid karena Wabah Demi Keselamatan Rakyat Syam

VIRAL, Kode 24434 Disebut sebagai Kunci Masuk Surga Umat Islam, Apa Artinya?

Tak butuh waktu lama, sejak kehadiran Rasulullah dengan Muhajirinnya, perdagangan Kota Madinah dikuasai oleh Kaum Muslimin.

Perbincangan perbincangan positif tentang belanja di kedai muslimin merebak secara luas.

Orang-orang di Madinah mulai beriklan dari mulut ke mulut.

Pembeli di kedai kedai kaum muslim semakin banyak.

Beberapa tahun kemudian, pasar Yahudi yang tadinya ramai, telah menjadi sepi.

Lalu mereka bangkrut dan menjual semua lapak dagangannya itu kepada kaum muslimin.

Sahabat sekalian, cara berdagang seperti ini dahulu sering di pakai oleh pendahulu kita saat berdagang.

Mungkin sahabatku ingat bagaimana dulu saat orang tua kita belanja buah-buahan, pedagangnya selalu menambahkan beberapa biji setelah timbangannya cukup.

Ada juga saat orang tua kita beli daging, pedagang tetap menambahkan sepotong daging kecil setelah kilo yang kita minta dicukupkan.

Bahkan pedagang kacang rebus di jalanan juga menambahkan segenggam setelah beberapa takaran yang wajib diberikannya kepada pembeli.

Semua itu adalah ajaran Rasulullah, demi meraih keberkahan dalam perniagaannya.

Cara ini juga menjadi metode iklan paling baik untuk memajukan perdagangannya.

Sayangnya, cara cara berdagang seperti ini banyak diabaikan saat ini, terutama di toko-toko.

Jangankan kita mendapatkan hak kita setelah membeli, terkadang di beberapa tempat kita berbelanja, timbangan dan takarannya bahkan tidak cukup.

Hal ini kita tahu ketika kita menimbang dan menakarnya ulang ketika kita sampai di rumah

Sehingga perniagaan kita saat ini jarang sekali bisa tumbuh dan berkembang dengan baik.

Tak heran jika komoditi perdagangan kita di Tanah Air lebih dikuasai oleh etnis tertentu yang nonmuslim.

Amatan penulis, cara-cara berdagang Rasulullah ini banyak digunakan oleh saudagar Aceh yang berjualan di kedai runcit di Malaysia (kedai kelontong/sembako).

Beberapa kali saya pergi ke Malaysia, memperhatikan saat mereka melayani pembeli, sering menggenapkan harga ke bawah.

Misalnya, ketika pembeli ingin membayar belanjaan RM15,20 sen, penjual sering mengatakan dan mencukupkan bayaranya RM15.

Ada kala juga saat pembeli datang membawa anak kecil, selalu ada permen atau balon yang diberikan sebagai hadiah kepada si anak.

Mungkin cara berdagang ala Rasulullah inilah yang menjadi sebab betapa banyak dan suksesnya saudagar Aceh di Malaysia, menguasai perdagangan di negeri jiran itu.

Ketika masa pandemi ini terjadi, para pedagang kedai runcit ini juga ramai-ramai menyumbangkan hartanya, bergandeng bahu membantu orang-orang yang sedang kesulitan.

Warga Aceh di Malaysia Sudah Salurkan 73 Ribu Paket Bantuan Dampak Covid-19, Ini Rinciannya

Cara Pengusaha Aceh di Malaysia Lawan Corona, Bagikan Bahan Pokok untuk Menyokong PKP

Sayangnya, hari-hari ini para pedagang kedai runcit Aceh di Malaysia sedang diterpa isu tidak sedap.

Katanya ada beberapa kedai Aceh yang menaikkan harga jual barang, di tengah pandemi ini.

Kita sungguh sangat menyayangkan jika ini terjadi. 

Karena tidak sepatutnya pedagang menaikkan harga barang di saat kondisi sulit. 

Karena ini akan menimbulkan murka Allah dan Rasulullah.

Tapi kabar yang menimpa pedagang kedai runcit itu belum tentu benar.

Boleh jadi karena ada pihak yang berbuat curang, dengan menyebarkan kabar bohong, untuk menghancurkan para pedagang Aceh yang berbasis Islam.

Mudah-mudahan komunitas Aceh di sana bisa menyelesaikan persoalan ini secara baik.

Kita kembali ke cara berdagang ala Rasulullah.

Sahabat, berdagang sambil bersedekah tidak semata mata mencari keuntungan materil saja.

Tetapi ada keberkahan dari Allah.

Itulah yang paling penting harus kita raih.

Jika kita memulainya saat ini.

Tidak menutup kemungkinan pedagang muslim akan kembali berjaya di Aceh dan Indonesia.

Kita harus mampu melampaui dominasi pedagang nonmuslim secara sehat, seperti kesuksesan saudagar muslim di Madinah.

*) PENULIS Asrizal H. Asnawi adalah pengusaha yang terjun ke politik. Sekarang menjadi anggota DPR Aceh.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved