Luar Negeri

Sembilan Dari 10 Wanita Sudan Dikhitan

Sebanyak 9 dari 10 wanita Sudan berusia antara 15 hingga 49 tahun telah disunat atau dikhitan, sesuai syariat Islam.

Editor: M Nur Pakar
Foto: BBCNews
Alat yang sering digunakan untuk memutilasi alat vital anak perempuan di Sudan 

SERAMBINEWS.COM, KHARTOUM – Sebanyak 9 dari 10 wanita Sudan berusia antara 15 hingga 49 tahun telah disunat atau dikhitan, sesuai syariat Islam.

Namun, Badan Kesehatan Dunia, World Health Organization (WHO) mendefinisikan dengan mutilasi alat kelamin perempuan (FGM).

Pemerintah Sudan telah memasukkan sebagai tindakan kriminalisasi atau kejahatan, dengan acaman hukuman sampai tiga tahun penjara.

Pada masa pemerintahan Omar al-Bashir yang berkuasa dari 30 Juni 1989 sampai 11 April 2019 menolak mencabut kebijakan itu, karena sesuai syariat Islam.

Padahal khitan termasuk bagian bersuci.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad bersabda, "Ada lima macam yang termasuk fitrah, yaitu khitan, mencukur rambut yang tumbuh di sekitar kemaluan, menggunting kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak." (H.R. Bukhari, Muslim, dan Ahmad).

Dalam riwayat lain, Nabi Muhammad berkata, "Khitan merupakan sunah (ketetapan Rasul) bagi laki-laki dan makrumah (kemuliaan) bagi perempuan" (H.R. Ahmad)

Tetapi, PBB yang menyebut tindakan mutilasi genital wanita sebagai tindakan tidak tepat.

Bahkan beberapa aktivis memperingatkan praktik itu sulit untuk diberantas di negara tempat budaya itu begitu mengakar.

Menurut undang-undang yang disahkan Pemerintah Sudah pada April 2020, setiap pelanggar akan menjalani hukuman hingga tiga tahun penjara, menurut The New York Times .

Menurut laporan PBB, Sudan adalah salah satu negara yang paling terkena dampak di dunia.

Sudan Larang Mutilasi Alat Kelamin Wanita

Sudan Umumkan Dua Kasus Diduga Virus Corona, Menteri Kesehatan:  Datang dari Mesir dan Ethiopia

Mahasiswa Aceh di Sudan, di Tengah Krisis Politik dan Wabah Corona: Semoga Allah Melindungi Kita

WHO menyebutkan penghapusan sebagian atau seluruh alat kelamin perempuan eksternal aka mengakibatkan cedera lain ke organ genital perempuan untuk alasan non-medis.

WHO menyatakan praktek ini tidak memiliki manfaat kesehatan untuk anak perempuan dan wanita.

Dialasankan, FGM bisa menyebabkan perdarahan hebat dan masalah buang air kecil, kemudian kista, infeksi, serta komplikasi saat melahirkan dan peningkatan risiko kematian bayi baru lahir.

Kementerian Luar Negeri Sudan langsung menyambut baik keputusan pemerintah dengan mengatakan dalam sebuah pernyataan pemerintah:

"Menegaskan kepercayaan dalam kompetensi lembaga Sudan, kemampuan dan profesionalisme untuk melindungi wanita, menghormati mereka dan meningkatkan hak-hak mereka secara umum dan hak-hak kesehatan dan sosial.”

Pernyataan tersebut menekankan bahwa penerbitan keputusan merupakan perkembangan positif yang penting.

Hal itu datang dalam implementasi dokumen konstitusional, Bab (14) untuk Hak dan Kebebasan, dalam komitmen Sudan kepada perjanjian internasional terkait perlindungan hak asasi manusia, terutama hak-hak anak perempuan.

Namun, praktik ini telah menjadi bagian penting dari budaya Sudan dan negara-negara Islam lainnya di dunia ini. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved