Luar Negeri
Universitas Columbia Kembangkan Lampu UVC Baru Pembunuh Virus Corona
Bisakah lampu UVC (Ultraviolet-C) tipe baru membunuh virus mematikan saat ini, Covid-19? Para peneliti di Universias Columbia, New York, AS telah
SERAMBINEWS.COM, NEW YORK – Bisakah lampu UVC (Ultraviolet-C) tipe baru membunuh virus mematikan saat ini, Covid-19?
Para peneliti di Universitas Columbia, New York, AS telah bekerja selama bertahun-tahun untuk melakukan pengujian.
Untuk membunuh virus Corona, masih dalam tahap penilaian.
Direncanakan dapat digunakan di stasiun atau terminal, pesawat terbang, dan sekolah untuk membunuh virus berbahaya itu.
Lampu UVC telah lama digunakan untuk membunuh bakteri, virus, dan jamur, terutama di rumah sakit dan industri pengolahan makanan.
Saat pandemi virus Coronavirus mengguncang ekonomi dunia, teknologi ini sedang mengalami booming.
Tetapi sinar UVC (untuk Ultraviolet-C) berbahaya, menyebabkan kanker kulit dan masalah mata, serta hanya dapat digunakan jika tidak ada orang.
Sistem kereta bawah tanah New York, mengikuti contoh kereta bawah tanah Tiongkok, berencana menggunakan lampu ultraviolet untuk mendisinfeksi kereta, tetapi sat penutupan pada malam hari.
• Donald Trump Klaim Sinar Mahatari Dapat Mematikan Virus Corona, Begini Tanggapan Ilmuwan
• Apakah Nikotin Dapat Cegah COVID-19 ? Ini Penjelasannya
• Hrithik Roshan Bagi Selfie Berjemur di Matahari Pagi
Sebuah tim di Pusat Penelitian Radiologi Columbia sedang bereksperimen dengan apa yang disebut far-UVC, sinar dengan panjang gelombang 222 nanometer.

Hal itu akan membuat aman bagi manusia, tetapi mematikan bagi virus, Kata Direktur Pusat Penelitian Radiologi Columbia, David Brenner kepada AFP, Minggu (10/5/2020).
Pada frekuensi itu, jelasnya, sinar tidak dapat menembus permukaan kulit maupun mata.
Hal itu berarti dapat digunakan di ruang tertutup dan ramai dimana risiko kontaminasi menjadi tinggi, dengan potensi besar untuk digunakan selama pandemi virus Corona saat ini.
Pada akhir April 2020, Presiden Donald Trump memberikan pernyataan membingungkan tentang bagaimana memproyeksikan sinar ultraviolet ke dalam tubuh manusia untuk membunuh virus Corona.
Dia tampaknya terinspirasi oleh penelitian tentang efek cahaya alami pada virus, tetapi cahaya alami tidak memiliki sinar UVC.
Pada 2013, tim Columbia mulai mempelajari efektivitas UVC terhadap bakteri yang resistan terhadap obat.
Selanjutnya diperiksa penggunaan sinar terhadap virus, termasuk virus flu dan baru-baru ini mengalihkan perhatiannya ke coronavirus.
"Kami berpikir, bagaimana kami bisa menerapkan apa yang kami lakukan dalam situasi saat ini," kata Brenner.
Tetapi untuk menguji dampak UVC pada virus Coronav yang sangat menular, tim harus memindahkan peralatan ke laboratorium yang sangat aman di Columbia.
“Eksperimen telah dilakukan sejak tiga atau empat minggu lalu," kata Brenner.
Dia menjelaskan sinar UVC dapat menghancurkan virus pada permukaan dalam beberapa menit.
Tim selanjutnya berencana menguji lampu pada virus yang tergantung di udara, seperti ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin di tempat umum.
Secara paralel, tes sedang dilakukan untuk memastikan sinar ini tidak berbahaya bagi manusia, katanya.
Selama 40 pekan dari sekarang, laboratorium telah bereksperimen dengan tikus dengan paparan sinar UVC selama delapan jam sehari, lima hari dalam seminggu.
“Iintensitas tersebut 20 kali lebih tinggi daripada yang mungkin kita pikirkan untuk digunakan dengan manusia."
Hasil Penelitian?
Setelah menguji mata dan kulit tikus:
"Kami sama sekali tidak menemukan apa-apa; tikus-tikus itu sangat bahagia dan juga sangat imut," kata Brenner.
Percobaan diatur untuk melanjutkan selama 20 minggu lagi.
Temuan tidak dapat sepenuhnya divalidasi oleh komunitas ilmiah sampai semua langkah telah diambil, bahkan jika tim sudah menyerahkan hasil awal ke jurnal Nature.
Dunia Telah Berubah
Tetapi tekanan untuk membuka kembali ekonomi dunia telah menjadi sangat besar, sehingga pabrik-pabrik mempercepat produksi lampu ultraviolet tanpa harus menunggu lagi.
"Kami benar-benar membutuhkan sesuatu dalam situasi seperti kantor, restoran, pesawat terbang, rumah sakit," kata Brenner.
Jika lampu UVC digunakan secara komersial selama dua atau tiga tahun, terutama di industri berlian.
Dimana dapat digunakan untuk membedakan permata asli atau palsu dan sekarang banyak perusahaan mulai memproduksi.
"Kami merasa untuk waktu yang lama ini, aplikasi yang bagus untuk teknologi ini," kata John Yerger, CEO Eden Park Illumination, produsen kecil yang berbasis di Champaign, Illinois, AS.
Tetapi dengan pandemi, "dunia telah banyak berubah dalam tiga bulan terakhir," tambahnya.
Badan Pengawas Obat dan Makanan AS telah melonggarkan peraturan tentang alat atau agen yang dapat digunakan untuk disinfektan, menggantikan cairan disinfektan, sehingga mendorong produsen untuk menemukan solusi.
"Pasti akan ada ribuan dan ribuan benda ini (lampu UVC)," kata Yerger.
"Pertanyaannya adalah, akankah itu jutaan?"
"Apa yang kami lihat besarnya minat pelanggan untuk memproduksi lampu untuk maskapai penerbangan, kapal pesiar, restoran, bioskop dan sekolah,” kata Shinji Kameda, chief operating officer di AS untuk Ushio, produsen Jepang.
Produksi lampu 222-nanometer , dijual 500 dolar AS hingga 800 dolar AS atau Rp 7,2 juta sampai RP 11,8 juta dan sudah digunakan di beberapa rumah sakit Jepang, katanya.
Sementara itu, Brenner mengatakan dia telah kehilangan tidur.
"Saya menghabiskan malam untuk berpikir, jika proyek UVC ini telah dimulai satu atau dua tahun sebelumnya, mungkin bisa mencegah krisis COVID-19," harapnya.(*)