Nasib 45 ABK Indonesia di Kapal Ikan Asing, Ngaku Belum Dibayar Gaji sejak 2017, Total Rp 2,9 Miliar
Perusahaan yang memberangkatkan mereka masih berutang banyak terkait gaji, bahkan angkanya mencapai miliaran rupiah.
SERAMBINEWS.COM - Sebanyak 45 anak buah kapal (ABK) Indonesia di kapal ikan asing mengaku belum terima gaji semenjak bekerja.
Perusahaan yang memberangkatkan mereka masih berutang banyak terkait gaji, bahkan angkanya mencapai miliaran rupiah.
Jika ditotal, gaji yang belum dibayarkan totalnya sebesar Rp 2,9 Miliar.
Hal itu diungkapkan oleh pihak kuasa hukum para ABK, Maxie Ellia Kalangi.
Diungkapkan Maxie, para kliennya diberangkatkan oleh PT SAI.
Selain kerugian materil, para ABK itu juga mengalami kerugian immateriil.

Terlebih mereka telah bekerja keras, bahkan istirahat kurang.
Namun, jerih payahnya tak dibayarkan.
“Kerugian materiil berupa gaji yang belum dibayarkan,
bila ditotal sebesar Rp 2.928.459.000,” kata Maxie melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (20/5/2020).
Maxie juga mengatakan, para kliennya begitu sengsara.
Mereka juga mengalami permasalahan keluarga karena gaji yang belum dibayarkan.
“Dan kerugian immateriil yang tidak bisa dinilai dengan uang, yaitu berupa kerugian kesengsaraan dengan rusaknya hubungan keluarga akibat belum dibayarkan gaji,” sambungnya.
Menurutnya, kejadian tersebut terjadi pada tahun 2017 hingga 2019.
Maxie menuturkan, musyawarah antara para ABK dengan Presiden Direktur PT SAI Rustoyo sempat dilakukan pada 25 Desember 2019.
Kesepakatan, katanya, telah tercapai. Rustoyo disebut telah berjanji membayar gaji para ABK paling lambat 30 Januari 2020.
Bahkan, para ABK dan Rustoyo yang mewakili perusahaannya telah membuat perjanjian bersama.
“Namun kenyataannya setelah tanggal 30 Januari 2020 tidak juga dibayarkan gaji para ABK,” tuturnya.
Usaha pihak kuasa hukum menghubungi Rustoyo melalui sambungan telepon maupun menyurati PT SAI juga tidak membuahkan hasil.
Menurut Maxie, keberadaan Rustoyo tak diketahui.
Berdasarkan informasi yang didapat oleh seorang ABK, pemilik kapal ikan asing tempat salah satu ABK bekerja sudah membayarkan kewajibannya ke Rustoyo.
Kemudian, tutur Maxie, komisaris perusahaan tersebut mengaku pernah mencetak sejumlah bukti pembayaran agen yang bekerja sama dengan PT SAI kepada Rustoyo.
Kendati demikian, para ABK tak kunjung menerima gaji.
Para kuasa hukum pun menilai terdapat dugaan tindak pidana terkait hal tersebut.
Maxie menduga adanya keterlibatan staf lain di perusahaan tersebut.
“Diduga telah terjadi tindak pidana perdagangan orang sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, dan diduga telah terjadi tindak pidana penipuan maupun penggelapan yang diatur dalam KUHP,” ucap dia.

ABK Indonesia ungkap perlakuan miris kerja di kapan China (TribunNewsmaker.com Kolase/ MBC/insight.co.kr)
Kisah Pilu ABK Indonesia Jadi Korban Perbudakan
Seorang ABK ( anak buah kapal) Indonesia bernama Mashuri menceritakan berbagai pengalaman pahitnya saat jadi korban perbudakan di atas kapal.
Kepada wartawan, Mashuri mengaku bekerja di kapal "purse seine" atau pukat cincin Fu Yuan Yu 1218 berbendera China.
Dia dan teman WNI lainnya mengaku mengalami apa yang dia sebut "perbudakan" selama enam bulan di atas kapal tersebut.
Di sana, ia mengaku mendapatkan penyiksaan.
Tak hanya itu, Mashuri juga menyebut ada mayat salah satu temannya yang disimpan di tempat pendingin ikan selama kurang lebih sebulan sebelum akhirnya dibuang ke laut.
Mashuri yang sudah tak tahan dengan penyiksaan yang dialami memutuskan untuk kabur dari kapal itu dengan melompat ke laut.
Ia terombang-ambing di lautan selama 12 jam sebelum akhirnya berhasil ditemukan.
"Teman saya meninggal karena disiksa lalu disimpan sebulan di tempat pendingin ikan dan dibuang ke laut.
Sementara, kami berempat tidak tahan dipukul, disiksa, akhirnya kami selamat dengan melompat dari kapal, 12 jam terombang-ambing di laut", demikan klaim Mashuri seperti dikutip dari Kompas.com.
Mashuri sendiri mengaku disalurkan oleh agen PT Mandiri Tunggal Bahari atau MTB yang berlokasi di Tegal, Jawa Tengah.
MTB adalah perusahaan yang sama yang menyalurkan Herdianto, ABK Indonesia yang meninggal dan dilarung di laut Somalia oleh kapal berbendera China bernama Luqing Yuan Yu 623.
Kepolisian Daerah Jawa Tengah menyatakan pada Selasa (19/5/2020) telah menetapkan MH dan S dari agen MTB sebagai tersangka. Keduanya berasal Tegal.
BBC News Indonesia telah menghubungi pengurus MTB melalui telepon dan pesan singkat, namun hingga berita ini diturunkan belum ada tanggapan dari mereka.
Serikat Buruh Migran Indonesia mengatakan "perbudakan" ABK Indonesia disebabkan oleh carut-marutnya tata kelola aturan perekrutan, pelatihan dan penempatan pelaut perikanan Indonesia, sehingga menjamurnya agen-agen pengiriman "gadungan".
(Tribunnewsmaker/*)
• Jelang Idul Fitri 1441 Hijriah, Warga Bireuen Pulang dari Perantauan Bertambah, Ini Data ODP dan OTG
• Bayar Zakat Fitrah Tinggal 3 Hari Lagi, Ini Bacaan Niat untuk Diri Sendiri dan Sekeluarga
• YouTuber Arab Saudi Pecahkan Rekor Dunia, Tercatat di World Guinness Record
Artikel ini telah tayang di Tribunnewsmaker.com dengan judul Nasib Pilu 45 ABK Indonesia di Kapal Ikan Asing, Belum Terima Gaji sejak 2017, Total Rp 2,9 Miliar!