Luar Negeri

Mata Uang Iran Anjlok, Turun Jadi 192.800 Riyal Per Dolar AS

Perekonomian Iran yang mulai memasuki masa krisis tampaknya semakin parah. Sanksi dari Presiden AS, Donald Trump telah memasuki seluruh sisi

Editor: M Nur Pakar
AFP/ATTA KENARE
Warga memperhatikan pertukaran mata uang asing, terutama riyal Iran yang terus turun di Teheran, Senin(22/6/2020). 

Ekonomi Iran yang sudah rapuh dan terkena sanksi mulai memburuk setelah melaporkan kasus virus Corona pertamanya pada 19 Februari 2020/

Sejak saat itu terus berjuang untuk mengatasi wabah virus Corona.

Iran hanya memperoleh 8,9 miliar dolar AS dari penjualan minyak dan produk-produk terkait pada tahun ini hingga Maret 2020.

Turun dari puncaknya 119 miliar dolar AS satu dekade lalu, menurut Mohammad Bagher Nobakht, kepala organisasi perencanaan dan anggaran Iran.

Ditambah dengan pendapatan yang lebih rendah, pandemi virus Corona menyebabkan penghentian sementara ekonomi.

Penutupan perbatasan dan penghentian pengiriman non-minyak.

"Penyebab utama krisis saat ini adalah virus Corona," kata ekonom Saeed Laylaz, yang bertindak sebagai penasihat presiden Iran.

"Ekspor non-minyak kami sebenarnya telah berhenti, terutama ke negara-negara tetangga karena wabah COVID-19,” katanya.

Kementerian kesehatan Iran pada Senin (22/6) mengumumkan 119 kematian akibat virus Corona baru dan 2.573 kasus infeksi baru.

Korban meninggal sudah mencapai 9.742 orang dari 207.500 kasus, dengan angka resmi menunjukkan lintasan ke atas dalam kasus baru sejak awal Mei 2020.

Pemerintah Iran menutup bisnis yang tidak penting pada Maret 2020 untuk membendung penyebaran virus, tetapi menahan diri dari memberlakukan kuncian bagi warganya.

Pembatasan telah berkurang secara bertahap sejak April 2020 dengan para pejabat berargumen ekonomi tidak dapat ditutup.

Tetapi penurunan tajam riyal itu tidak dapat diprediksi, kata Laylaz.

Dia beralasan hal itu mengingat pertumbuhan likuiditas yang besar yang mengarah pada kenaikan inflasi.

Ekonom mengatakan gejolak pasar valas telah menyebabkan meningkatnya tekanan sosial dan politik pada pemerintah.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved