Update Kasus Corona
Ahli Epidemiologi Sebut Rapid Test Tidak Ada Guna, Malah Bisa Nambah Kasus Covid-19, Kok Bisa?
Ahli Epidemiologi dari UI meminta pemerintah tidak lagi menggunakan metode pemeriksaan rapid test untuk mendeteksi kasus covid-19.
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA – Selama ini pemerintah kerap menggunakan rapid test untuk screening awal virus corona.
Namun, tes cepat ini bukan untuk mendeteksi atau diagnosis pasti orang tersebut positif atau tidak covid-19.
Sehingga Ahli Epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono pun meminta pemerintah tidak lagi menggunakan metode pemeriksaan rapid test untuk mendeteksi kasus virus corona ( Covid-19).
• Alat Rapid Test Buatan Indonesia Dibanderol Rp 75.000, Apa Bedanya dengan yang Impor?
• Gratis, Begini Syarat Pemeriksaan Rapid Test Antibodi di RSUD Kota Subulussalam
• Ini Instruksi Tertulis Gubernur Aceh tentang Rapid Test Gratis di Seluruh Aceh
Sebab, menurut dia, rapid test tidak bisa mendeteksi Covid-19 dengan baik sehingga hanya membuang-buang uang negara.
"Testing masal rapid test engggak ada gunanya itu. Buang duit sama buang tenaga," kata Pandu kepada Kompas.com, Jumat (10/7/2020).
Metode rapid test merupakan pemeriksaan cepat untuk mendeteksi kemungkinan adanya virus yang menyerang tubuh manusia.
Apabila saat rapid test ada orang mendapatkan hasil positif, maka hasilnya perlu dikonfirmasi lagi dengan pemeriksaan laboratorium Polymerase Chain Reaction ( PCR) untuk mendeteksi kemungkinan Covid-19.
Pandu mengatakan, rapid test akan sangat berbahaya apabila menunjukan hasil negatif. "Yang negatif disangkanya sehat padahal bisa aja dia membawa virus. Itu menyebabkan di daerah pakai rapid test akan banyak peningkatan kasusnya," ujar dia.
• Tegaskan Kebijakan Gubernur Aceh Rapid Test Gratis, Jubir Pemerintah Aceh : Tolong Diluruskan Itu
• Kemenkes RI: Batas Tarif Tertinggi Pemeriksaan Rapid Test Antibodi Hanya Rp 150.000
• Biaya Rapid Test Rp 433.000 Dikeluhkan, Wali Kota Subulussalam Janji Akan Evaluasi
Oleh karena itu, Pandu menilai, pemerintah lebih baik hanya fokus pada pemeriksaan PCR. Pemerintah juga dinilai harus menghentikan pembelian alat rapid test.
"Kita harus fokus pada pemeriksaan PCR. bukan rapid test. Testing masal rapid test enggak ada gunanya itu," ucap Pandu.
Diketahui, kasus positif Covid-19 di Indonesia semakin bertambah. Berdasarkan data yang dihimpun pemerintah hingga Kamis (9/7/2020) pukul 12.00, terdapat penambahan 2.657 kasus positif Covid-19.
Penambahan kasus harian ini merupakan yang tertinggi sejak kasus pertama Covid-19 diumumkan pada 2 Maret 2020. Dengan demikian, total jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia menjadi 70.736 kasus. "Kami mendapatkan hasil konfirmasi positif sebanyak 2.657 orang, sehingga akumulasinya sekarang menjadi 70.736 orang," kata Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto dalam konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta, Kamis sore.
Dalam data yang sama, angka pasien yang dinyatakan sembuh dari Covid-19 setelah dua kali pemeriksaan juga bertambah.
Tercatat penambahan pasien sembuh dari Covid-19 sebanyak 1.066 orang.
Mereka yang dinyatakan sembuh, setelah dua kali pemeriksaan dengan metode PCR memperlihatkan hasil negatif virus corona. "Sehingga total pasien sembuh menjadi 32.652 orang," ujarnya.
Kendati demikian, penambahan pasien yang meninggal dunia akibat terinfeksi Covid-19 masih terus bertambah. Ada 58 pasien Covid-19 yang meninggal dunia dalam sehari, sehingga total pasien meninggal mencapai 3.417 orang.(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ahli Epidemiologi Sarankan Pemerintah Hentikan Rapid Test Masal"