Luar Negeri
Para Pemimpin Suku Libya Sebut Turki Sebagai Penjajah
Para pemimpin suku Libya menyebut Turki yang dipimpin Presiden Recep Tayyip Erdogan sebagai penjajah. Mereka menyampaikan hal itu saat melakukan
Sebelumnya, sekitar 7.000 syeikh berkumpul di kota Tarhuna pada Februari 2020 untuk.
Mereka mengeluarkan pernyataan yang menggambarkan strategi Turki sebagai penjajah.
Itu diikuti oleh beberapa pernyataan yang menyerukan suku-suku untuk menolak aktivitas Turki di negara itu.
Pernyataan itu mengatakan hubungan antara orang-orang Mesir dan Libya bukanlah hubungan yang diminta.
Melainkan hubungan yang datang dari nasib yang akan berdampak jika kedua negara terkena bahaya.
"Dewan itu meminta sukarelawan kesukuan untuk menentang invasi Turki,” katanya.
Ramzi Al-Rumaih, penasihat Organisasi Studi Keamanan Nasional Libya, mengatakan kunjungan tetua suku telah terjadi selama ratusan tahun.
Ada lebih dari 15 juta warga Mesir di Mesir yang memiliki latar belakang Libya.
"Para tetua suku Libya datang ke Kairo untuk menekankan semua yang dinyatakan dalam inisiatif Kairo, karena Mesir tahu dimensi strategis negara tetangganya Libya," kata Al-Rumaih.
Mesir mengawasi Deklarasi Kairo, sebuah rencana perdamaian baru untuk memulihkan stabilitas di Libya setelah berbulan-bulan konflik bersenjata antara GNA dan LNA.
"Para tetua suku yang bertemu dengan presiden Mesir membenarkan bahwa 2.000 suku tahu bahwa Mesir adalah tempat yang aman," tambah Al-Rumaih.
El-Sisi mengatakan dalam sebuah pidato pada Juni 2020, Sirte dan Al-Jufra secara strategis penting di Libya, dan mereka mewakili garis merah untuk Mesir.
Selama pidatonya, pemimpin itu mengatakan intervensi Mesir di Libya telah menjadi legal.
"Kesiapan pasukan Mesir untuk berperang telah menjadi kebutuhan," tambahnya.
Dia mengatakan Mesir ingin mencapai penyelesaian yang komprehensif di Libya.
Bahkan, ingin mempertahankan kedaulatan dan integritas teritorial negara itu.(*)