Wawancara Eksklusif

Ojong Berintegritas, Media Sekarang Tersesat

Sebagai orang yang lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 25 Juli 1920, wajar makanan favorit PK Ojong masakan padang

Editor: hasyim
TRIBUNNEWS/LUCIUS GENIK
Sastrawan Indonesia Goenawan Mohamad difoto di Jakarta, Jumat (24/7/2020). TRIBUNNEWS/LUCIUS GENIK 

* Seratus Tahun PK Ojong Pendiri Kompas Gramedia (3)

Sebagai orang yang lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 25 Juli 1920, wajar makanan favorit PK Ojong masakan padang. Sedangkan minuman kesukaannya adalah kopi. Karena memegang teguh disiplin, kerja keras, serta hemat, PK Ojong selalu marah kalau dibelikan kopi yang agak mahal atau makanan kecil berlebihan untuk kudapan di kantor.

Dalam mengembangkan bisnisnya, Ojong yang memberi nama perusahaannya Gramedia sebagai kepanjangan Grafika dan Media ini, berpegang pada nilai-nilai kejujuran. Bagi Ojong, keuntungan yang hendak dikejar bukan dengan penipuan, melainkan dengan prinsip-prinsip yang sehat: mencari nama baik, menumbuhkan kepercayaan, agar omzet bertambah terus-menerus agar perusahaan bisa berkembang. Bukan saja baik di mata Tuhan, tapi juga bagi masyarakat, yaitu untuk memperbaiki masyarakat, untuk mengangkat derajat masyarakat.

Kegigihannya dalam bisnis tak pernah mengorbankan idealisme. Bahkan, ketika Kompas dibreidel oleh kekuasaan Soeharto pada 1978, terjadi perdebatan di lingkungan internal, terutama antara PK Ojong dan Jakob Oetama. Saat itu, Soeharto yang sangat berkuasa marah karena Kompas memberitakan soal pencalonan Presiden.

Peristiwa itu membuat resah wartawan dan karyawan Kompas. Ojong dan Jakob menyikapi kejadian dengan tenang, namun keduanya berbeda sikap. Saat itu, Soeharto mengizinkan Kompas kembali terbit tapi harus mengikuti kemauannya. Sikap Ojong jelas, sekali mati tapi berarti. Ia menolak untuk mengikuti kemauan rezim Soeharto. Sebaliknya, Jakob Oetama setuju beradaptasi dengan kekuasaan, agar Kompas kembali terbit.

Argumentasi Jakob pun cukut kuat, bahwa masyarakat Indonesia saat membutuhkan bacaan yang berkualitas dan mencerahkan. Mengikuti kemauan orde baru bukan berarti tunduk, justru merupakan siasat untuk tetap hadir agar masyarakat cerdas. Perbedaan sikap dan pandangan kedua pendiri Kompas Gramedia ini dikisahkan dalam buku "Menulis dari Dalam," yang mengisahkan bagaimana filosopi dan gaya menulis jurnalistik Kompas.

Goenawan Mohamad, pendiri Majalah Tempo mengenal sosok insan pers terbaik Indonesia Petrus Kanisius (PK) Ojong sebagai pribadi pekerja keras yang tak pernah berhenti belajar. Pertemuan awal Goenawan dengan PK Ojong bermula dari kedekatannya dengan salah satu cendekiawan ternama Arief Budiman.

Goenawan tak mengingat betul detail tahun pertemuannya dengan salah satu pendiri Kompas Gramedia itu. Namun, sejak tahun 1966, dirinya dan PK Ojong kerap bertemu membahas seputar perkembangan dunia sastra. Pertemuan keduanya menggiring pada lahirnya sebuah pergaulan yang teramat sehat dan berharga bagi Goenawan. "Terutama karena pergaulan di bidang pemikiran (dengan PK Ojong, red)," ucap Goenawan kepada Tribun Network, Jumat (17/7/2020).

Banyak pengetahuan dan wawasan berharga berkaitan dengan kaidah-kaidah jurnalistik yang didapat Goenawan dari sosok PK Ojong. Salah satunya berkaitan dengan usulan penting PK Ojong kepada Goenawan sebelum mendirikan Majalah Tempo. Berikut petikan wawancara dengan Goenawan Mohamad.

Apa sumbangsih pikiran dari PK Ojong ketika Anda ingin mendirikan Majalah Tempo?

Waktu saya mau mendirikan Tempo saya tanya, riset Pak Ojong apa? Dia bilang kalau mau bikin Majalah Tempo harus bekerja 7 hari 24 jam, dan betul. Etos kerja itu memang harus ditegakkan kalau mau bikin majalah seperti Tempo, sampai sekarang pun masih. Itu pegangan Pak Ojong.

Pegangan yang kedua adalah dia orang yang tidak memikirkan diri sendiri. Hidupnya sederhana, dulu masih tinggal di Jalan Slamet Riyadi, hampir seluruh hidupnya di situ dan begitu hampir mau meninggal baru pindah ke Permata Hijau. Jadi meskipun dia punya jabatan yang tinggi, beliau tidak pernah memikirkan diri sendiri. Bahkan beliau tidak memikirkan perusahaan.

Apa yang paling membekas dari sosok PK Ojong bagi Anda?

Yang juga tidak bisa dilupakan waktu beliau mengurus Kompasiana. Yang saya ingat dari Kompasiana itu dua hal. Pertama, tulisan mengenai orang Indonesia, dia bilang tidak benar bahwa orang Indonesia malas. Sebagai contoh beliau perlihatkan pedagang air, itu jam tiga subuh sudah bekerja. Yang kedua Pak Ojong memiliki integritas dan sederhana, itu yang saya senang dari Pak Ojong.

Bagaimana Anda memandang perjalanan karier PK Ojong di dunia jurnalistik?

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved