Luar Negeri

China Mobilisasi Tentara Etnis Han Gusur Muslim Uighur, AS Jatuhkan Sanksi ke Perusahaan Paramiliter

Pemerintah AS, Jumat (31/7/2020) menuduh pemerintah China memobilisasi tentara etnis Han ke area Muslim Uighur. AS langsung memberi sanksi

Editor: M Nur Pakar
AFP/GREG BAKER
Sebuah bangunan yang diyakini sebagai tempat pendidikan ulang atau cuci otak kaum minoritas Muslim Uighur di Artux, utara Kashgar, Provinsi Xinjiang, China pada 2 Juni 2019. 

SERAMBINEWS.COM, WASHINGTON – Pemerintah AS,  Jumat (31/7/2020) menuduh pemerintah China mobilisasi tentara etnis Han ke area Muslim Uighur di Provinsi Xinjiang.

AS langsung memberi sanksi  terhadap kelompok paramiliter besar dengan kepentingan besar di wilayah barat laut Cina Xinjiang.

Menuduhnya melakukan pelanggaran terhadap Muslim Uighur dan kelompok Muslim lainnya.

Korps Produksi dan Konstruksi Xinjiangyang menjalankan permukiman sendiri, universitas dan media di wilayah yang diarahkan untuk menjadi mayoritas Han China

Perusaan ini memiliki aset di AS, sehingga dibekukan, kata Departemen Keuangan AS.

"Amerika Serikat berkomitmen menggunakan seluruh kekuatan keuangannya untuk meminta pertanggungjawaban pelanggar HAM di Xinjiang dan seluruh dunia," kata Menteri Keuangan, Steven Mnuchin dalam sebuah pernyataan.

Didirikan pada 1950-an di bawah perintah pendiri komunis China, Mao Zedong, Korps, yang dikenal Bingtuan, menempatkan tentara yang dimobilisasi di lahan pertanian Xinjiang.

Berangsur-angsur datang untuk menjalankan sejumlah besar tanah pertanian serta bisnis di berbagai bidang seperti real estat, asuransi, plastik dan semen.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan China dalam beberapa tahun terakhir ini telah meningkatkan migrasi etnis Han ke wilayah tersebut.

Provinsi Muslim di China, Xinjiang Mulai Catat Kasus Virus Corona

China Punya Misi Menjadi Negara Adikuasa Penakluk Luar Angkasa

China Bungkam Muslim Uighur, 435 Intelektual Dipenjara atau Hilang Secara Paksa

Bahkan, mencoba menyeragamkan secara paksa suku Uighur dan Muslim Turki lainnya, termasuk melarang mereka beribadah.

Aktivis mengatakan sekitar satu juta warga Uighur dan warga Turki lainnya dipenjara di kamp-kamp pencucian ota.

Sebuah penahanan massal yang menurut para pejabat AS memiliki kesamaan dengan Holocaust.

China menggambarkan kamp-kamp itu sebagai pusat pelatihan kejuruan dan mengatakan berupaya menyediakan pendidikan untuk mengurangi daya pikat radikalisme Islam.

Amerika Serikat pada awal Juli 2020 membekukan visa dan aset tiga pejabat Xinjiang termasuk Chen Quanguo, ketua partai Komunis di wilayah tersebut.

Departemen Keuangan mengatakan pihaknya mengambil tindakan terhadap Bingtuan atas hubungan dengan Chen.

Sseorang arsitek bertangan besi Beijing terhadap minoritas yang sebelumnya bertugas di Tibet

Sebelumnya, pada Selasa (22/7/2020) Paris mengatakan, pemenjaraan minoritas etnis dan agama di Xinjiang barat China tidak dapat diterima.

Paris menuntut Beijing membiarkan pengamat hak asasi manusia independen mengunjungi daerah itu.

"Perancis dengan cermat mengikuti semua kesaksian yang disampaikan oleh pers dan melalui organisasi hak asasi manusia," kata Menteri Luar Negeri Jean-Yves le Drian, kepada parlemen.

"Menurut informasi yang kami baca atau miliki, ada kamp penjara untuk Uighur, penahanan massal, penghilangan paksa, kerja paksa, sterilisasi paksa, perusakan warisan Uighur," kata Le Drian.

“Semua tindakan ini tidak bisa diterima dan kami mengutuk mereka dengan tegas, ”tambah Le Drian yang mendapat tepuk tangan di parlemen.

Dia mengatakan Prancis ingin China mengizinkan akses ke Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia.

Komentarnya itu muncul ketika ketegangan antara Barat dan China meningkat karena undang-undang keamanan baru yang kejam di Hong Kong.

Keudian meningkatnya oposisi terhadap penggunaan produk yang dibuat oleh raksasa telekomunikasi China, Huawei.

Awal bulan ini, AS memberikan sanksi kepada pejabat senior Tiongkok, menuntut diakhirinya penyalahgunaan Uighur yang mengerikan.

Pada Senin (22/7/2020) AS mengeluarkan daftar hitam 11 perusahaan China karena dituduh terlibat penindasan Muslim Uighur.

Pada hari Minggu, Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab menuduh Beijing melakukan pelanggaran berat hak asasi manusia yang mengerikan.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved