Seniman Berkarya
Yusrizal “Oloh Guwel” Guru SD Ciptakan 100 Alat Musik Teganing
Puluhan alat musik teganing berjejer rapi di ruang belakang. Juga ada seperangkat alat musik drum dan alat musik canang. Ruangan tersebut tertaut....
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Jalimin
Laporan Fikar W Eda | Aceh Tengah
SERAMBINEWS.COM, TAKENGON - Puluhan alat musik teganing berjejer rapi di ruang belakang. Juga ada seperangkat alat musik drum dan alat musik canang. Ruangan tersebut tertaut dengan rumah induk, yang menjadi tempat kediaman Yusriza SPd sekeluarga. Rumah itu berada di Kampung Pendere Saril, Kecamatan Bebesen, Kabupaten Aceh Tengah.
Teganing adalah alat musik tradisional Gayo, terbuat dari bambu yang dipotong sepanjang satu meter atau lebih. Kulit bambu dicungkil berfungsi sebagai senar yang diberi ganjal kecil. Senar ini lah yang melahirkan bunyi dengan cara dipukul dengan potongan kayu kecil sepanjang 10 sentimeter.
Pada bagian bambu itu diberi lubang dan diketuk dengan telapak tangan kiri. Kombinasi bunyi itu melahirkan irama tertentu yang dalam istilah tradisi disebut irama “cincang nangka, ketibung, ngengum.”
Tidak banyak lagi yang mahir memainkan alat musik Teganing ini. Juga tidak banyak yang bisa membuat alat musik tersebut. Di antara yang sedikit itu, tersebutlah nama Yusrizal SPd, alumni Universitas Serambi Mekkah (USM) Banda Aceh.
Yusrizal, lahir di Takengon 1968, sehari-hari adalah Guru Kesenian di SD Negeri 7 Asir-Asir, Kecamatan Lut Tawar. Ia berambisi menciptakan lebih 100 buah teganing dan akan memainkannya dalam satu konser teganing.
• Sekjen Liga Arab Kunjungi Lebanon, Saksi Ledakan Dahyat Beirut Tidak Percaya Masih Hidup
• Demi Hadapi Khabib Nurmagomedov, Mantan Juara Bellator Ini Ngebet Pindah ke UFC
• Terpilih Jadi Ketua Golkar Aceh Jaya, T Asrizal Siap Lepas Kursi Wakil Ketua DPRK dan Maju Pilkada
Ia sangat mahir memainkan teganing dan suling. Ia telah menciptakan puluhan teganing sejak mendirikan Sanggar Oloh Guwel pada tahun 2006. Oloh dalam bahasa Gayo, artinya bambu. Guwel, artinya bunyi, suara. Oloh Guwel berarti Suara Bambu.
Yusrizal menyadari bahwa harus ada kesinambungan generasi untuk mewariskan alat musik ini. Itulah antara lain alasan ia mendirikan Sanggar Oloh Guwel yang melibatkan istri, anak dan keponakannya.
Di sanggar itu, Yusrizal melatih dan mendidik anak-anak sanggar memainkan teganing dan kesenian Gayo lainnya.
Sanggar ini memang konsisten melengkapi pertunjukannya dengan alat musik teganing. Dalam setiap panggung pertunjukan yang melibatkan Oloh Guwel, tetap memainkan teganing.
Yusrizal juga terampil membuat terampil membuat teganing. Mulai dari memilih bambu, merendamnya, sampai kepada memprosesnya menjadi alat musik.
Ia pernah menciptakan teganing besar ukuran 3-4 meter. Itu terbilang besar.
“Saya harus mencari bambu yang memiliki ruas panjang. Itu tidak mudah,” katanya.
Berburu bambu adalah cerita lain lagi. Sebab tak jarang ia harus masuk hutan untuk mendapatkan bambu yang diinginkan. Setelah bambu didapat, lalu direndam dalam air mengalir. Kemudian dikeringkan, sekering mungkin. Baru selanjutnya bambu dipotong sesuai panjang ruas, seterusnya dibuat jadi alat musik teganing.
Sanggar Oloh Guwel salah satu sanggar yang mendulang banyak prestasi. Antara lain Juara 1 Musik Tradisi Tingkat Kabupaten Aceh Tengah (2013); Kelompok Musik Teladan Aceh Tengah; Juara 1 Musik Suling Gayo Aceh Tengah (2010); Juara 2 Musik Tradisi pada Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) 7 2018; Pemusik Terpilih Tingkat Nasional dalam Konser Musik Karawitan Anak Indonesia di TIM Jakarta 2018 dan lain-lain.
Tampil di banyak panggung seni termasuk mendapat liputan luas dari sejumlah televisi swasta.
Yusrizal mendapat titisan darah seni dari ibunya, seorang penari 1960-an di Aceh Tengah. Menjalani pendidikan MIN, SMP, SPG, dan meraih gelar S1 pendidikan dari Universitas Serambi Mekkah. Guru adalah profesi utamanya. Ia menjalani profesi ini sejak 1986, mengajar di SD Lumut Kecamatan Linge, dan kemudian pindah ke SD Negeri 7 Asir-Asir Kecamatan Lut Tawar pada 2013.
Pernah bergabung dengan sejumlah sanggar seni, termasuk El Sahara di Sabang, pimpinan Baharuddin SAg. Yusrizal banyak menimba ilmu dari sejumlah tokoh seni di Gayo, antara lain Ibrahim Kadir, Bencek, AR Moese dan lain-lain.
Pernah manggung di Universitas Indonesia, Taman Ismail Marzuki, Warung Apresiasi, Gedung Kesenian Jakarta dan Malaysia.
Beberapa hari lalu, ia mendapat pemberitahuan, bahwa karyanya “Deso Ni Uyem” lolos kurasi Festival Musik Tradisional Indonesia 2020. Sanggar Oloh Guwel terpilih sebagai wakil Provinsi Aceh ke ajang festival yang diselenggarakan Direktorat Perfilman, Musik dan Media Baru, Dirjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI itu.
Panitia memilih 34 grup mewakili 34 provinsi di Indonesia. Karya dikirim melalui rekaman video. Satu tim kurator kemudian menyeleksi karya peserta dan hasilnya terpilih 34 grup mewakili 34 provinsi.
Yusrizal bersyukur bisa lolos kurasi tahap pertama. “Tapi perjalanan masih panjang, melewati beberapa tahap lagi untuk sampai jadi pemenang,” ujarnya.
Dalam karya tersebut, Yusrizal memanfaatkan alat musik teganin dipadukan dengan alat musik lainnya seperti gernang, gerantung. Repai, tepok didong dan lain-lain.
“Teganing, suling, adalah bagian dari hidup saya juga perjalanan sanggar ini,” kata Yusrizal yang pernah memperoleh bantuan Dirjen Kebudayaan dalam bidang seni tradisi.(*)
• Seorang Imigran Rohingya Diduga Kabur ke Medan, Menghilang dari Lokasi Pengungsian di Lhokseumawe
• Sekjen Liga Arab Kunjungi Lebanon, Saksi Ledakan Dahyat Beirut Tidak Percaya Masih Hidup
• Warga Kuyun Uken Diminta Hindari Akfitas di Lokasi Munculnya Harimau