Berita Aceh Tamiang
Kerusakan Tambak di Aceh Tamiang Diprediksi Mencapai 10 Ribu Hektare
Safuan tidak menampik kerusakan areal tambak ini disebabkan minimnya fasilitas alat berat untuk memperbaiki tambak.
Penulis: Rahmad Wiguna | Editor: Nur Nihayati
Safuan tidak menampik kerusakan areal tambak ini disebabkan minimnya fasilitas alat berat untuk memperbaiki tambak.
Laporan Rahmad Wiguna | Aceh Tamiang
SERAMBINEWS.COM, KUALASIMPANG – Kerusakan areal tambak perikanan di Aceh Tamiang diperkirakan mencapai 10 ribu hektare.
Angka kerusakan ini sudah mendekati total luas hamparan tambak di Aceh Tamiang yang diperkirakan mencapai 20 ribu hektare.
Kadis Pangan, Kelautan dan Perikanan Aceh Tamiang, Safuan menjelaskan pusat budidaya tambak di daerahnya berada di empat kecamatan pesisir, yakni Bendahara, Bandamulia, Manyakpayed dan Seruway.
Dia mengakui kondisi hampir separuh tambak itu saat ini memprihatinkan karena rusak.
“Rusaknya pun bervariasi, mulai dari ringan, sedang sampai berat,” kata Safuan, Senin (10/8/2020).
Safuan tidak menampik kerusakan areal tambak ini disebabkan minimnya fasilitas alat berat untuk memperbaiki tambak.
Menurutnya kondisi dan ukuran tambak di Aceh Tamiang saat ini memang membutuhkan alat berat sebagai media utama untuk perbaikan.
• Hasil Rapid Test 25 Anggota DPRK Abdya Sudah Keluar, Semuanya Nonreaktif
• Angin Kencang Disertai Hujan Landa Kota Langsa, Listrik di Sebagian Gampong Padam
• Berkas 3 Pembobolan ATM BNI di Aceh Utara Diserahkan ke Jaksa, Satu Tersangka Lain Masih DPO
“Kendala hari ini kita tidak memiliki beko untuk membantu petani memperbaiki kerusakan tambak.
Kerusakan yang awalnya kecil, menjadi serius karena tidak langsung ditangani,” ungkapnya.
Satu-satunya solusi yang bisa dilakukan petani tambak ialah menyewa alat berat.
Namun hal ini sulit direalisasikan karena tarif mahal.
“Ongkos sewa beko Rp 600 ribu per jam. Ini terlalu mahal bagi petani tambak kita,” sambugnya.
Safuan melanjutkan masalah ini sedikit terpecahkan setelah pihaknya berhasil meyakinkan Ditjen Perikanan Budidaya KKP RI untuk membantu pengadaan satu unit ekskavator.
Alat berat seharga Rp 1,3 miliar itu pun sudah bisa digunakan setelah pengelolaan diserahkan kepada salah satu koperasi di Aceh Tamiang.
“Bukan berarti beko ini menjadi milik koperasi itu, bila di kemudian hari dinilai tidak benar dalam penggunaannya, bukan tidak mungkin kita tarik untuk dialihkan ke koperasi lain,” ungkap Safuan. (*)