Luar Negeri
Keluarga Buta Huruf Disuruh Tanda Tangani Surat, Ternyata Isinya Jual Bayi Mereka, Begini Ceritanya
Rupanya, pasangan yang tak bisa membaca dan menulis itu mengaku menempelkan ibu jari di semua dokumen atas instruksi petugas rumah sakit.
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Safriadi Syahbuddin
Pasangan itu dan lima anak mereka tinggal di sebuah rumah kontrakan di Distrik Shambhu Nagar, Agra India.
Pendapatan Shiv sehari-hari tidaklah lebih dari 100 Rupe (Rp 20 ribu) sehari, dan putra tertuanya yang berumur 18 tahun, dulunya bekerja sebagai buruh di sebuah pabrik sepatu, dan pabrik itu ditutup selama penguncian Covid-19.
“Tidak ada pekerja dari Asosiasi untuk Kemajuan Sosial dan Kesehatan (ASHA) yang mengunjungi kami,” kata pasangan itu.
• Ayah Jual Bayi Berusia 3 Bulan, Ini Awal Mula Tetangga Curiga Hingga Lihat Banyak Keanehan
• Terekam CCTV Wanita Letakkan Bayi di Lantai, Aksinya Malah Tuai Pujian Warganet
Mereka juga mengaku tidak ada yang membantu untuk mencari tahu di mana mereka bisa mendapatkan pengobatan gratis saat Babita hamil dan akan melahirkan.
"Kami juga tidak terdaftar dalam skema Ayushman Bharat (layanan kesehatan gratis India)," kata Shiv.
Seorang sumber mengatakan, transaksi semacam itu biasanya didapatkan oleh orang tua yang melahirkan anak laki-laki.
Nantinya, anak laki-laki itu akan "dijual" kembali kepada orang tua yang mencari adopsi.
Aktivis hak anak, Naresh Paras mengatakan penjelasan rumah sakit itu tidak memenuhi amanat dan peraturan dalam UU India.
“Setiap adopsi anak harus dilakukan melalui prosedur yang ditetapkan oleh Otoritas Sumber Daya Adopsi Pusat.
Klaim administrasi rumah sakit yang memiliki perjanjian tertulis untuk adopsi bayi baru lahir tidak ada nilainya. Mereka telah melakukan kejahatan," kata Paras.
• Pesta Seks Pria Gay di Apartemen Jakarta Selatan Digerebek Polisi, Puluhan Pria Diamankan
• Pengusaha Pelayaran Dibunuh Karyawan, Sakit Hati karena Sering Diajak Berhubungan Seks
Babita, sementara ini hanya menginginkan anak yang baru saja ia lahirkan dapat pulang dipelukannya dan merasakan ASI dari tubuh yang melahirkan.
Paras mengatakan, akan mengatasi kesenjangan dalam akses ke layanan kesehatan yang terjangkau akan mencegah seluruh insiden semacam ini.
“Wanita hamil tidak menerima manfaat apa pun di bawah Skema Pengembangan Anak Terpadu, pusat anganwadi setempat tidak membantu, dan pekerja ASHA tidak mengarahkannya ke puskesmas. Administrasi distrik harus memastikan ini tidak terjadi lagi,” pungkasnya. (Seambinews.com/Agus Ramadhan)