Stunting di Tengah Gempuran Covid-19
Saat ini, Indonesia sedang gencar berperang melawan gempuran Virus Corona (Covid-19), penyakit yang telah menjadi pandemi ini telah berjalan

Oleh Sri Mulyati Mukhtar, SKM., MKM, Promotor Kesehatan Masyarakat pada RSU Cut Meutia, Aceh Utara
Saat ini, Indonesia sedang gencar berperang melawan gempuran Virus Corona (Covid-19). Penyakit yang telah menjadi pandemi ini telah berjalan selama enam bulan. Untuk sebuah wabah ini merupakan waktu yang cukup lama, ini pun kelihatannya belum akan berakhir.
Dari berita terkini, Indonesia telah dilockdown oleh 59 negara, ini berarti sebanyak 59 negara di dunia menutup pintu bagi warga negara Indonesia. Langkah ini diambil mengingat kasus corona di negeri kita terbilang tinggi dan belum menunjukkan penurunan sama sekali. Laju transmisi Covid-19 dan lonjakan kasus kematian terus meningkat.
Di Aceh sendiri kini setiap hari angka insidensinya masih terus bermunculan. Tentu saja persoalan kebijakan pemerintah dan kedisiplinan masyarakat terhadap protokol kesehatan masih menjadi problema bagaikan benang kusut yang belum teruraikan.
Pada saat yang sama, Indonesia juga masih dihadapkan pada tantangan permasalahan gizi, khususnya stunting. Data terakhir menunjukkan angka stunting Indonesia berada pada peringkat empat dunia. Kondisi ini dikhawatirkan akan semakin buruk di tengah gempuran Covid-19. Bahkan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan krisis sosial dan ekonomi akibat pandemi Covid-19 berpotensi menyebabkan setidaknya tujuh juta anak di dunia mengalami stunting.
Tak terbantahkan pandemi Covid-19 pada perkembangannya menyertakan dampak krisis multidimensi. Para ahli memprediksikan akan memunculkan setidaknya sejuta orang miskin baru di negeri ini. Artinya ancaman tambahan bagi kesehatan anak dengan potensi gizi buruk dan stunting akan bertambah dimana-mana.
Betapa pentingnya pencegahan stunting untuk generasi masa depan yang berkualitas dan mempuni. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah menetapkan stunting sebagai salah satu program prioritas. Target yang ditetapkan adalah menurunkan angka stunting hingga 40% pada tahun 2025.
Stunting juga dijadikan salah satu target Sustainable Development Goals (SDGs) yang termasuk pada tujuan pembangunan berkelanjutan ke-2, yaitu menghilangkan kelaparan dan segala bentuk malnutrisi pada tahun 2030 serta mencapai ketahanan pangan.
Stunting (pendek) atau paneuk/tue'et (dalam bahasa Aceh), bila dirunut dari pengertiannya adalah kondisi gagal pertumbuhan pada anak (pertumbuhan tubuh dan otak) akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama, sehingga anak lebih pendek dari anak normal seusianya dan memiliki keterlambatan dalam kecerdasan.
Lebih jauh lagi dampak dari stunting adalah pada kualitas sumber daya manusia ke depan, mengakibatkan gagal tumbuh seperti berat lahir rendah, hambatan perkembangan kognitif dan motorik, gangguan metabolik saat dewasa, dan resiko penyakit tidak menular seperti diabetes, obesitas, stroke, jantung, dan lain-lain.
Selama virus corona merebak pelayanan program stunting yang menjadi salah satu program prioritas pemerintah tak lagi berjalan seperti biasanya. Posyandu tidak lagi beroperasi sebagaimana lazimnya, apalagi sejak pemerintah mengeluarkan kebijakan social/fisical distancing.
Belum lagi hilangnya mata pencaharian sebagian penduduk akibat Covid-19 menyebabkankan terganggunya ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi asupan gizi ibu hamil dan balita. Idealnya untuk pencegahan pada masa pandemi ini, pelayanan gizi harus lebih diprioritaskan kepada kelompok balita dan ibu hamil serta ibu menyusui.
Tidak dapat kita pungkiri penyebaran Covid-19 membutuhkan biaya yang sangat besar. Opsi realokasi (refocusing) dana pun sempat menjadi perbincangan heboh. Tentu saja kebijakan merealokasi anggaran termasuk stunting, bisa beresiko timbulnya lost generation (generasi yang hilang).
Dalam jangka panjang berpotensi mengancam produktivitas SDM Indonesia, karena rentan diserang oleh berbagai penyakit gagal tumbuh yang berpengaruh kepada kemampuan kognitif. Bila ini tidak menjadi perhatian, maka sangat disayangkan akan hilangnya satu generasi karena kasus anak gagal tumbuh (stunting). Sejatinya walaupun dilakukan refocusing, alokasi dana stunting harus tetap digunakan untuk penanggulangan dan pencegahan stunting.
Idealnya intervensi gizi tetap harus dilakukan dengan mempraktikkan protokol kesehatan saat pandemi Covid-19 ini, agar zona merah stunting tidak semakin parah dan zona kuning juga zona hijau tidak menjadi zona merah.