Berita Aceh Barat Daya
Satu Keluarga Tempati Gubuk Pinggir Jalan, Delapan Mualaf Ikut Berteduh
Satu keluarga, suami bersama istri dan dua anak, penduduk Kecamatan Manggeng Aceh Barat Daya (Abdya) menempati gubuk pinggir jalan nasional
Penulis: Zainun Yusuf | Editor: M Nur Pakar
Fatimah mengaku dikaruniai 10 anak dengan nomor satu dan dua pernah sekolah, kemudian putus, dan sudah berkeluarga tinggal di Padang Sidempuan.
Anak nomor lima, laki-laki sekarang sekolah di SMP, tapi tinggal dengan orang lain di Padang Sidempuan.
Lalu, anak nomor tiga, empat enam sampai sepuluh, seluruhnya perempuan dibawa untuk masuk agama Islam di Abdya.
Dari tujuh putri yang sudah memeluk agama Islam itu, hanya anak nomor tiga dan empat yang pernah sekolah sampai kelas II SD, kemudian putus.
Sedangkan anak nomor enam, tujuh, delapan, sembilan dan sepuluh, tak pernah sekolah sama sekali.
“Anak-anak tak bersekolah karena tempat tinggal di sana tak ada bangunan sekolah,” kata Fatimah.
Sebagai catatan, Fatimah bersama tujuh putrinya mengucapkan ikrar syahadat dipandu Drs Said Firdaus, Imam Masjid At-Taqwa Manggeng.
Tujuh putri Fatimah yang mengucapkan syahadat masing-masing, Nidar Ratna Ayu Gea (18 tahun), Iren Cantika Gea (17), Muliani Gea (13), Melia Gea (11), Amila Gea (9), Mariani Gea (4), Imel Gea (3 tahun)
IRT kelahiran Gunung Sitoli pada 28 Februari 1981 ini (seperti data KTP), ini nekat meninggalkan hutan Mursa lokasi sangat terpencil itu dengan memboyong tujuh putrinya untuk pindah keyakinan, memeluk agama Islam.
Sementara sang suami, Eti Sama Gea (44) dan tiga anaknya masih tinggal di kawasan Desa Gunung Baringin, Kecamatan Angkola Selatan, Padang Sidempuan.
Tiga anak yang belum menyertainya, dua diantaranya sudah berkeluarga, Iman Suriani Gea (23), perempuan dan Yaswan Gea (20), laki-laki serta satu anak laki-laki nomor lima masih bersekolah SMP, bernama Yusafat Gea.
“Adik saya ini sejak lahir beragama Islam dengan nama Fatimah. Lalu, pindah keyakinan saat menikah dengan suami nonmuslim, tapi namanya tidak berubah. Kami empat bersaudara, yang bungsu Fatimah,” kata Arbulan Telaum Banua kepada Serambi.
Arbulan mengaku sudah 20 tahun tidak pernah bertemu dengan Fatimah.
Keinginan bertemu dengan sang adek terus diusahakan, akhirnya ada titik terang dengan bantuan seorang teman facebook di Sibolga.
Bantuan teman di Sibolga itu, Arbulan berhasil memperoleh nomor telepon Fatimah sehingga bisa komunikasi dengan Fatimah, setelah 20 tahun tidak pernah bertemu.
Perjalanan Fatimah bersama tujuh orang anak dari Padang Sedempuan menuju tempat tingal abangnya di Labuhan Haji Barat, Aceh Selatan sangat menyedihkan.