Kupi Beungoh
1,3 Juta Laptop untuk Pendidikan VS Multi Years (Bagian II), Selamatkan Seuhak dan Jutaan Anak Aceh
Bagi Seuhak dan 1.2 juta temannya, termasuk siswa siswi, 6 bulan yang telah dilayani adalah neraka awal perjalanan masa depan mereka.
Ketika UUPA menyebutkan persyaratan prioritas anggaran untuk pendidikan, maka itu adalah pesan suci dan keras.
Dalam keadaan apapun, biasa, apalagi kritis maka prioritasnya adalah pendidikan.
Oleh karena itu, dalam keadaan seperti ini Aceh harus all out untuk mengatasi persoalan pendidikan.
Kita pernah mengalami masa suram pendidikan pada waktu konflik, tetapi seburuk buruknya pemerintahan pada masa itu, selalu saja ada yang dikerjakan yang menunjukkan penguasaan persoalan, realisasi komitmen, dan jelas kebijakan yang dijalankan.
• Wacana Pajak Nol, Harga Mobil Baru Mendadak jadi Supermurah
• 1,3 Juta Laptop untuk Pendidikan VS Multi Years (Bagian I), Beda Cerita Mirna dan Seuhak
Kelompok Kepentingan: Bangsa Untung, Kita Untung
Apa yang terjadi dengan pendidikan Aceh hari ini, terutama bila dikaitkan dengan tantangan yang terjadi akibat Covid-19, selama 6 bulan yang lalu, jelas pemerintah daerah tidak mengetahui masalah atau tidak mau tahu tentang masalah yang dihadapi.
Ketika ada pertanyaan kepada pelaksana teknis pendidikan daerah tentang apa respons pemda dalam hal tantangan Covid-19 terhadap pedidikan, maka jawaban yang paling sering didapat adalah mengikuti petunjuk pemerintah pusat.
Itu adalah jawaban kampungan dan tidak bertanggung jawab.
Pemerintah pusat tentu saja memberikan petunjuk umum pelaksanaan pendidikan, dan sangat tidak mungkin pemerintah pusat masuk terlalu jauh terhadap-hal yang khusus dengan keragaman persoalan pendidikan di setiap daerah.
Persoalan ketidak siapan guru dalam pendidikan daring, persoalan ketidaksiapan murid dan siswa untuk memiliki alat pendidikan daring adalah dua hal yang sangat mendasar.
Selanjutnya persoalan konektivitas digital bagi sebagian siswa yang sudah memiliki alat daring “remeh temeh” seperti “hape butut”, namun tidak cukup uang untuk membeli pulsa, adalah contoh nyata yang sedikit pun belum nampak ditangani oleh pemerintah daerah.
Dalam bukunya yang menjadi rujukan banyak pemimpin hebat dunia, Homo Deus, A Brief History of Tomorrow (2015), filosof dan sejarawan terkenal Yuval Noah Harari memperingatkan tentang akan tampilnya fenomena “useless group” atau kelompok manusia tak berguna. Istilah bahasa Aceh untuk kelompok manusia ini adalah “hana pat tapakek”, “hana tatupat ngui” ataupun secara lebih sinis “hana meunafaat”
Yuval menggambarkan kecendrungan kehidupan masa depan dengan fenomena kehidupan digital dan kecerdasan buatan.
• Kisah Muslim Rohingya yang Kerap Mendapat Perlakuan Buruk Militer Myanmar
• Ribuan Masjid di Xinjiang Dihancurkan, Masjid Bersejarah Ini Dijadikan Lahan Parkir
Akibatnya akan ada sekelompok manusia yang tidak bisa mengerjakan apapun karena kemampuan kognitifnya rendah. Apalagi sebagian besar pekerjaan “otot” akan dikerjakan oleh robot, dan sebagian pekerjaan yang membutuhkan “kognitif” juga akan diambil alih oleh robot.
Aceh, kalau tidak segera mengambil langkah yang radikal dan berani, dipastikan akan menjadi daerah pabrik besar penghasil “useless group” manusia di masa depan.
Pendidikan Aceh yang memang tanpa Covid-19 pun sudah sangat bermasalah, apalagi dengan gelombang pandemi ini yang megoyak apapun bidding kehidupan yang berhubungan dengan makhluk yang bernama manusia.