Pilkada 2020

Pilkada di Tengah Pandemi Rawan Pelanggaran Protokol Covid-19, Ini Sikap Pemerintah dan Parpol

Ada sekitar 243 pelanggaran protokol Covid-19 dalam tahapan pilkada yang dilakukan oleh bakal pasangan calon dan partai politik saat pendaftaran.

Editor: Taufik Hidayat
SERAMBI / SENI HENDRI
Ilustrasi (Foto ini tidak terkait dengan berita) - Petugas KPPS, melakukan perhitungan surat suara ulang terhadap perolehan suara calon anggota DPRA dari daerah pemilihan 6, untuk Partai PNA di Gedung Sport Center (ISC) Idi Rayeuk, Rabu (21/8/2019) siang. 

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Rencana pilkada serentak pada akhir Desember tahun ini menuai kritik dari berbagai kalangan serta desakan untuk menunda pelaksanaannya, karena dinilai tidak peka terhadap krisis pandemi covid-19.

Pemerintah akan menggelar Pilkada 2020 di 270 daerah yang dikhawatirkan banyak kalangan akan menjadi klaster penyebaran Covid-19 akibat potensi terjadi pelanggaran protokol kesehatan.

Bagaimana tidak, berdasarkan data Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) ada sekitar 243 pelanggaran protokol kesehatan dalam tahapan pilkada yang dilakukan oleh bakal pasangan calon dan juga partai politik saat pendaftaran.

Bahkan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat ada sekitar 60 bakal pasangan calon pemilihan kepala daerah dari 21 Provinsi dalam status positif Covid-19.

Anggota KPU I Dewa Raka Sandi mengatakan 60 bakal pasangan calon tersebut dinyatakan positif setelah melakukan tes usap secara mandiri.

Menurut dia, dengan positifnya bakal pasangan calon tersebut akan menjadi evaluasi bersama karena kesehatan merupakan hal penting dalam rangka tahapan pemilihan kepala daerah selanjutnya.

Hal lain yang dievaluasi, kata I Dewa Raka, mengenai pelanggaran protokol kesehatan saat pendaftaran bakal pasangan calon.

Ketua KPU Arief Budiman dan Anggota KPU Pramono Ubaid Tanthowi juga positif Covid-19 tanpa gejala.

Meski tidak berkaitan dengan pelanggaran protokol kesehatan, dikhawatirkan hal itu akan mengganggu tahapan Pilkada 2020.

Mereka yang mendesak penundaan pilkada, di antaranya Komnas HAM, dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Menuru Komnas HAM, Pilkada 2020 harus ditunda setidaknya sampai situasi penyebaran Covid-19 terkendali.

Tim Pemantau Pilkada 2020 Komnas HAM Hairansyah menyatakan penundaan perlu dilakukan menimbang situasi darurat saat ini.

“Pemilu yang dilakukan secara periodik bebas dan adil tetap menjadi suatu hal yang penting, namun harus lebih memperhatikan kesehatan dan keamanan publik,” kata Hairansyah melalui siaran pers pada pekan lalu.

Komnas HAM menilai penundaan Pilkada 2020 memiliki landasan yuridis yang kuat dan apabila tetap dilaksanakan justru berpotensi melanggar HAM seperti hak untuk hidup, hak atas kesehatan, dan hak atas rasa aman.

Hairansyah mengatakan proses dan tahapan yang telah berjalan dapat tetap dinyatakan sah dan berlaku untuk memberi kepastian hukum bagi para peserta Pilkada 2020.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved