Pilkada 2020
Pilkada di Tengah Pandemi Rawan Pelanggaran Protokol Covid-19, Ini Sikap Pemerintah dan Parpol
Ada sekitar 243 pelanggaran protokol Covid-19 dalam tahapan pilkada yang dilakukan oleh bakal pasangan calon dan partai politik saat pendaftaran.
Namun, Jika pelaksanaannya memang berisiko dan tidak bisa ditemukan metode pengganti yang aman bagi warga dari penularan Covid-19, tentu pilkada harus ditunda.
Tetapi jika ternyata ada atau ditemukan mekanisme atau metode yang aman dari penularan bisa dilanjutkan.
"Karena bagaimana pun tahapannya sudah dibuat dan disepakati," kata Willy Aditya kepada Anadolu Agency.
Dia menegaskan partainya tetap komprehensif melihat segala sesuatu dalam memutuskan nasib pilkada dengan tetap mempertimbangkan aspek keselamatan rakyat sebagai pertimbangan utama.
• VIDEO - Viral! Detik-detik Evakuasi Seorang Pria Tersengat Arus Listrik
• VIDEO Polisi Rekonstruksi Adegan Pembunuhan Istri Muda Oleh Suami Digantung di Bak Truk
• Sehari Sampah Plastik di Aceh Tamiang Capai 500 Kg, Jika Diolah Jadi Paving Block Sangat Efektif
• Gaji dan Tunjangan Ketua dan Anggota DPR RI, Berikut Daftar Rinciannya
Semua pihak ikut berkontribusi merumuskan tahapan pilkada yang baik
Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menilai menunda atau tidaknya Pilkada 2020 mendatang harus memiliki dasar yang berbasis evaluasi.
Selain itu juga, Koordinator JPPR Alwan Ola Riantobi sepakat dengan usulan dari PBNU, Komnas HAM dan Muhammadiyah mengenai keselamatan kemanusiaan merupakan prioritas utama.
Namun dia menilai semua pihak perlu merumuskan bersama-sama tahapan pilkada.
"Ini yang kita butuhkah bersama dan dorongannya Penyelenggara terutama KPU harus siap membangun skema tahapan yang ideal di masa pandemi seperti apa," kata Alwan kepada Anadolu Agency melalui sambungan telepon.
Jika Pilkada 2020 ditunda ataupun dilanjutkan, kata dia memiliki konsekuensi negatif dan juga positif.
Apabila opsi ditunda diambil maka 270 daerah memiliki kepala daerah yang tidak definitif. Selain itu juga akan berdampak terhadap Pilkada serentak 2022 mendatang.
Jika penundaan sampai 2021 juga penting untuk memperhatikan skema tahapan baru bagi pilkada 2022.
Dia menambahkan ada 107 daerah yang akhir masa jabatannya di 2022. Jadi dalam sistem administrasi negara ada ketahanan perpolitikan kita berpengaruh itu satu hal kalau ditunda," kata Alwan.
Namun jika dilanjutkan, 270 daerah tersebut akan memiliki kepala daerah definitif selain itu juga pilkada akan memberikan dampak ekonomi secara besar bagi masyarakat secara keseluruhan karena ada perputaran ekonomi yang mengurangi faktor resesi ekonomi.
"Karena berapa orang KPPS yang diperkejakan, dan banyak aktivitas yang bisa memberikan peluang ekonomi baru," pungkas dia.
Sementara itu, Direktur Populi Center Usep Akhyar menilai secara politik, penundaan pilkada menjadi tidak mudah apalagi Presiden Jokowi beberapa pekan lalu menyatakan hampir tidak ada celah lagi bagi ditundanya pilkada karena pemerintah, DPR dan partai politik tetap bersepakat untuk terus melanjutkan pesta demokrasi.
Dari sudut pandang kandidat, diundurnya pilkada bisa berakibat pada hilangnya momentum politik bagi Sebagian pihak, terutama dari partai-partai yang memiliki calon petahana.
Apabila pilkada, baru diadakan tahun 2021 dengan PLT sebagai kepala daerah, maka calon petahana menjadi sejajar dengan penantang baru karena kehilangan sumberdaya untuk dikerahkan," kata Usep Akhyar kepada Anadolu Agency pada Senin.
Di sisi lain, diundurnya pilkada juga memiliki konsekuensi mundurnya pelaksanaan pilpres jelas dia.
"Belum tentu pihak yang kini menyuarakan agar pilkada diundur, memiliki pendapat yang sama terkait pilpres, terutama jika pada 2024 Covid-19 belum juga hilang," tambah dia.(AnadoluAgency)
Berita ini tayang sebelumnya di: https://www.aa.com.tr/id/berita-analisis/pilkada-di-tengah-pandemi-lanjut-atau-tidak/1981027