Luar Negeri
Perang Armenia dan Azerbaijan Terus Berlanjut, Rusia Tawarkan Jadi Tuan Rumah Pembicaraan Damai
Rusia menawarkan diri menjadi tuan rumah yang dapat menjembatani pembicaraan untuk menyelesaikan perang antara Armenia dan Azerbaijan
Selain itu, Baku juga mengeklaim mereka menghancurkan sistem pertahanan S-300 beserta 130 tank dan lebih dari 200 artileri di garis depan.
Yerevan jelas membantah klaim musuhnya itu, di mana juru bicara kementerian pertahanan Shushan Stepanyan menyatakan hanya 16 tentara mereka yang gugur.
Sementara pejabat di Nagorny Karabakh, wilayah yang dikuasai separatis etnis Armenia, mengaku sebanyak 80 prajurit mereka tewas dalam perang.
Dilansir Russian Today Rabu (30/9/2020), perang sengit berlangsung selama empat hari, dengan dua kubu saling menuding kesepakatan gencatan senjata 1994.
Baku menuding negara tetangganya itu membombardir kota Tartar di sebelah barat, di mana di saat bersamaan, Stepanyan menuturkan tembakan artileri terus terjadi di Karabakh.
Baku secara terang-terangan mendapatkan dukungan dari Turki, dengan Presiden Recep Tayyip Erdogan menghendaki Armenia keluar dari Nagorny Karabakh.
Pada Selasa (29/9/2020), Yerevan menuding jet tempur Sukhoi Su-25 mereka ditembak jatuh oleh F-16 milik Ankara, yang langsung disanggah oleh Azerbaijan dan sekutunya itu.
Konflik yang sudah berjalan selama ratusan tahun tersebut kembali mengemuka setelah Karabakh pecah dari Azerbaijan saat Uni Soviet runtuh.
Setelah perang mematikan pada medio 1990-an, gencatan senjata disepakati di mana wilayah itu jadi wilayah de facto di Azerbaijan.
Fakta kunci Nagorny Karabakh
Nagorny Karabakh adalah wilayah pegunungan dengan luas sekitar 4.400 km persegi (1.700 mil persegi).
Secara tradisional, wilayah ini dihuni oleh orang-orang Armenia Kristen dan Muslim Turki.
Pada masa Soviet, Nagorny Karabak menjadi wilayah otonom di dalam republik Azerbaijan dan diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan.
Namun, mayoritas penduduknya adalah etnis Armenia.
Nagorny Karabakh adalah wilayah yang memproklamirkan memiliki otoritas sendiri, tapi tidak diakui oleh anggota PBB mana pun, termasuk Armenia Diperkirakan 1 juta orang mengungsi akibat perang pada 1988-1994, dan sekitar 30.000 orang tewas.