Internasional

AS Larang Impor Minyak Sawit dari Malaysia, FGV Holdings Terkena Dampak

AS melarang impor minyak sawit dari perusahaan raksasa Malaysia FGV Holdings setelah penyelidikan ada praktik kerja paksa di kebun dan pabriknya.

Editor: M Nur Pakar
SERAMBINES.COM/ SARI MULIYASNO
Tim Pansus DPRK Simeulue bersama tim Pemda Simeulue saat turun lapangan di lokasi kebun sawit di kawasan Teluk Dalam, Senin (13/7/2020). 

SERAMBINEWS.COM, KUALA LUMPUR - AS melarang impor minyak sawit dari perusahaan raksasa Malaysia FGV Holdings setelah penyelidikan ada praktik kerja paksa di kebun dan pabriknya.

Kelompok Hak Asasi Manusia mengatakan pelecehan terhadap pekerja pertanian telah marak di seluruh sektor selama bertahun-tahun.

Larangan Amerika mulai berlaku setelah penyelidikan selama setahun oleh Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan (CBP) AS terhadap FGV, lansir ArabNews, Jumat (2/10/2020).

Mengungkapkan indikator-indikator pekerja paksa dan anak, serta kekerasan fisik dan seksual, kata Brenda Smith, Asisten Komisaris Eksekutif Kantor Perdagangan CBP.

FGV adalah perusahaan yang terkait dengan pemerintah Malaysia dan salah satu produsen minyak sawit terbesar di dunia.

Dalam sebuah pernyataan, perusahaan mengatakan kecewa dengan keputusan AS yang diambil saat langkah konkret telah diterapkan dalam beberapa tahun terakhir ini.

Kebijakan itu untuk menunjukkan komitmen untuk menghormati hak asasi manusia dan menegakkanstandar ketenagakerjaan.

Harga TBS Kelapa Sawit Abdya Melonjak  

Perusahaan tersebut mengatakan masalah yang diangkat oleh lembaga AS telah menjadi subjek wacana publik sejak 2015 dan FGV telah mengambil beberapa langkah untuk memperbaiki situasi tersebut.

Dia menambahkan:

“FGV menjadi perusahaan peserta Fair Labour Association (FLA) dan saat ini sedang menerapkan rencana aksi jangka panjang dan komprehensif," kata perusahaan.

Ditambahkan, sejumlah inisiatif akan memperkuat berbagai aspek praktik ketenagakerjaan.

Seperti proses rekrutmen kami, program pelatihan hak asasi manusia, kondisi kerja dan kehidupan, serta mekanisme pengaduan.

Dugaan penganiayaan terutama terkait dengan buruh migran yang merupakan tenaga kerja perkebunan utama perusahaan.

Menurut data FGV Agustus, terdapat 11.286 pekerja Indonesia dan 4.683 pekerja asal India.

Menteri Sumber Daya Manusia Malaysia M. Saravanan, Kamis (1/10/2020) mengatakan tidak jelas tentang rincian larangan.

Dia mengetahui tentang rencana itu beberapa hari yang lalu dari Duta Besar AS untuk Malaysia, Kamala Shirin Lakhdhir.

Namun, dia tidak mengira larangan itu akan diterapkan secepat itu.

Sempat Naik Jadi Rp 1.550/Kg, Kini Harga TBS Sawit di Aceh Selatan Turun Jadi Rp 1.470 Per Kilogram

“Seperti yang disampaikan Dubes, masalah ini terutama di Sabah dan Sarawak (dua negara bagian di pulau Kalimantan), khususnya di sektor perkebunan," jelasnya.

"Tindakan akan diambil, "kata Saravanan,

Dia menambahkan larangan itu bukan pertanda baik bagi negara yang sangat bergantung pada ekspor.

Ia mengatakan Kementerian Sumber Daya Manusia akan bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri yang memiliki banyak yurisdiksi atas tenaga kerja asing.

Waktu pelarangan sangat disayangkan bagi ekonomi Malaysia, yang telah terpengaruh oleh wabah virus Corona (COVID-19).

Ekspor minyak sawit dari Malaysia yang merupakan lebih dari sepertiga ekspor komoditas dunia adalah salah satu sumber pendapatan utama negara.

“FGV perlu meningkatkan upaya untuk meningkatkan ekspor ke negara lain sambil mengatasi kekhawatiran pemerintah AS tentang masalah kerja paksa,” kata Prof Yeah Kim Leng, Direktur Studi Ekonomi di Universitas Sunway Malaysia, kepada Arab News, Kamis (1/10.2020).

Dia mengatakan perusahaan minyak sawit lain juga perlu memperhatikan penyebab pelarangan dan mengatasi kekhawatiran tersebut jika ingin menghindari hukuman besar AS.

Lagi, Kebakaran di Aceh Singkil, Kantin Pabrik Kelapa Sawit Ludes Dilahap si Jago Merah

Aktivis hak asasi Malaysia menunjukkan telah menyoroti masalah kerja paksa dalam rantai pasokan minyak sawit selama bertahun-tahun.

Dalam sebuah pernyataan, Glorene Das, direktur kelompok hak-hak migran Malaysia Tenaganita, mengatakan:

“Kami menuntut semua produsen minyak sawit, termasuk FGV Holdings, untuk mengambil langkah-langkah proaktif untuk memastikan hak asasi dan ketenagakerjaan di perkebunan dihormati dan ditegakkan setiap saat. .

“Malaysia, sebagai salah satu produsen utama minyak sawit di dunia, harus menjadi contoh praktik ketenagakerjaan yang adil daripada dikenal sebagai praktik eksploitatif.”(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved