Luar Negeri
HRW Ungkap Penderitaan Etnis Rohingya, Disiksa dan Dibunuh Jika Kabur dari Kamp
Pasalnya mereka menganggap kondisi kamp tersebut masih “tidak dapat ditinggali” setelah didirikan sejak delapan tahun lalu.
“Ini cara untuk memusnahkan identitas dasar mereka,” katanya.
Lee juga mengatakan bahwa PBB terlibat dalam hal itu terjadi dengan tidak menentang pemerintah Myanmar.
“Tidak ada kepemimpinan yang akan berkata, 'Tunggu sebentar, tanggung jawab berhenti di sini, kami tidak akan membiarkan ini berlanjut',” ujarnya.
Beberapa pejabat PBB yang diwawancarai oleh Reuters menolak untuk secara langsung membahas mengapa PBB tidak mengajukan keberatan atau mencoba menghentikannya.
Ola Almgren, kepala misi PBB untuk Myanmar, mengatakan dia tidak mengangkat masalah penghapusan nama desa dengan pemerintah Myanmar, tapi mengatakan dia telah mendesak pemerintah Myanmar untuk menciptakan "kondisi yang kondusif" bagi pemulangan pengungsi.
Stephane Dujarric, juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, mengatakan penggolongan ulang beberapa desa sebagai bangsal adalah "prosedur administrasi rutin."
Unit pemetaan PBB "menggunakan nama resmi pemerintah tempat untuk menghindari kebingungan di antara pekerja bantuan dan pejabat pemerintah di lapangan," kata Guterres.
"Praktik PBB yang berdiri di seluruh dunia adalah menggunakan nama tempat yang ditunjuk secara resmi untuk semua peta dan produk yang didistribusikan secara publik," lanjutnya.
Dujarric mengatakan bahwa mengubah status hukum desa dapat menjadi "lapisan kerumitan tambahan" bagi pengungsi yang mengklaim kembali rumah mereka sebelumnya, tanpa memberikan rincian.
• Bupati Abdya Berikan 50 Hektare Lahan Eks HGU PT CA kepada BKM Agung Baitul Ghafur
• Presiden Jokowi Didesak Terbitkan Perppu Batalkan UU Cipta Kerja
• Lagi, Empat Wanita Rohingya Kembali Kabur dari Pengungsian Sementara di BLK Lhokseumawe
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Penderitaan Etnis Rohingya, "Disiksa dan Dibunuh" Jika Kabur dari Kamp"