Otomotif
Soal Mobil Listrik, Eropa dan AS Harus Belajar Dari China, Ada Apa Gerangan
Negara-negara Uni Eropa, bahkan Amerika Serikat (AS) harus belajar dari China soal mobil listrik yang ramah lingkungan.
Sementara subsidi di Cina ditarik kembali, EV masih jauh lebih murah daripada di tempat lain.
Di Shanghai, biayanya 13.000 dolar AS untuk pelat nomor kendaraan dengan mesin pembakaran, tetapi gratis untuk EV.
Sehingga menciptakan insentif ekonomi yang besar dan membuat penggunaan kendaraan listrik tidak perlu dipikirkan lagi," kata Jato.
Sementara itu, para pembuat mobil di Eropa secara tradisional berfokus pada kemewahan, kendaraan listrik yang lebih mahal.
China bukan satu-satunya negara yang menawarkan subsidi EV, tetapi juga mendorong pabrikan dalam negeri dengan memastikan kendaraan impor untuk waktu yang lama tidak memenuhi syarat untuk subsidi, dan dikenakan tarif impor.
Di luar pasar dalam negerinya, China bertujuan untuk menjadi negara adidaya otomotif global dan menganggap penetrasi EV-nya yang lebih luas untuk tujuan jangka panjang tersebut.
Baca juga: Bank Indonesia Bebaskan DP Motor dan Mobil Listrik Ramah Lingkungan
"Meskipun data penjualan menunjukkan tanda-tanda perlambatan yang akan datang, setelah subsidi sepenuhnya dihapus, pasar EV di China masih akan jauh di depan para pesaingnya," kata laporan itu.
"Saat ini, ada 138 model EV berbeda yang tersedia di China, 60 di Eropa dan 17 di AS "
"Jelas bahwa pendekatan sentuhan yang lebih ringan tidak sesukses itu, seperti yang dapat dilihat di UE atau AS"
Selain itu, penggunaan data oleh perusahaan China termasuk pemasok ke industri otomotif memungkinkan mereka memahami konsumen dengan lebih baik, dan pembeli lokal sangat berbeda dengan pembeli di Eropa.
“Konsumen China paham teknologi, pengguna awal, dan ingin menjadi yang terdepan dalam pengembangan digital," tambah Jato.
Disebutkan, Sepertiga percaya bahwa sangat penting untuk memiliki konektivitas dalam mobil, dibandingkan dengan 18% konsumen di Jerman.
"Konsumen Eropa biasanya lebih ragu-ragu dalam hal adopsi kendaraan listrik, ketidakpastian kemampuan EV dan lebih memilih untuk tetap berpegang pada apa yang mereka ketahui," tutup Jato.(*)