Berita Banda Aceh
Neurok, Majalah Berbahasa Aceh Pertama Diluncurkan
“Majalah Neurok sebuah majalah berbahasa Aceh, edisi perdananya, kami luncurkan dalam suatu acara peluncuran khusus
Penulis: Subur Dani | Editor: Nur Nihayati
Tampak dominasi para undangan saat launching Neurok hadir dari para awak media, jurnalis, editor, ilmuan bahasa dan ilmuan sejarah.
Para undangan juga memiliki kesempatan langsung mendapatkan Neurok secara perdana di lokasi.
”Kita distribusi Neurok ke seluruh dunia, jadi bagi siapa pun dan asal negara manapun silakan menghubungi kami untuk berkesempatan memiliki majalah Aceh tersebut,” ujar Hamdan Budiman selaku Ketua Panitia Lounching Neurok.
Untuk diketahui, perihal bahasa Aceh, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) Bab XXXI terkait Kebudayaan, telah ada dua pasal berkaitan erat dengan persoalan bahasa Aceh agar menjadi pedoman dalam pelaksanaan.
Sebagaimana amanat Pasal 221 ayat (3) ; bahasa daerah diajarkan dalam pendidikan sekolah sebagai muatan lokal, ayat (5) yang menyatakan ’Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kewenangan Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3) serta (4) diatur dengan qanun.
Demikian pula halnya bunyi Pasal 222 UUPA tersebut, bahwa; ayat (1) Pemerintah dan Pemerintah Aceh memelihara dan mengusahakan pengembalian benda-benda sejarah yang hilang atau dipindahkan dan merawatnya sebagai warisan budaya Aceh sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kewenangan Pemerintah Aceh
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Qanun Aceh.
Melihat pokok-pokok kewenangan Pemerintah Aceh dalam menjunjung tinggi kebudayaan Aceh khususnya soal bahasanya yang termaktub dalam UUPA tersebut, kehadiran majalah Neurok secara kontributif publik patut mendapat sokongan seluruh pihak, utamanya pemerintah dan masyarakat luas, sebab prakarsa terbitnya media massa berbahasa Aceh seperti halnya Neurok penting sebagai signal opitimisme.
”Pertanyaannya adalah, apakah qanun-qanun sebagaimana perintah Pasal 221 dan Pasal 222 UUPA sudah diqanunkan?” ungkap Ayah Panton sebagai sebuah refleksi bagi urgensi pemertahanan bahasa Aceh di masa kini. (*)