Berita Internasional

Gawat! Samudera Arktik Sekarat, Es Terancam Hilang dari Kutub Utara, Begini Efek bagi Bumi

"Di Kutub Utara sendiri, kami menemukan es yang terkikis parah, mencair, tipis, dan rapuh," lanjutnya.

Editor: Saifullah
Shutterstock
Stasiun kutub utara Amundsen-Scott(Shutterstock) 

SERAMBINEWS.COM - Efek pemanasan global yang melanda bumi dalam dasawarsa ini ternyata cukup berdampak bagi bongkahan es di Kutub Utara.

Hasil pengamatan langsung ratusan peneliti dari puluhan negara menyaksikan kalau Samudera Arktik tampak sekarat dengan bongkahan esnya hilang satu per satu.

Hal ini terungkap saat para peneliti dalam misi terbesar dunia ke Kutub Utara telah kembali ke dermaga pada Senin (12/10/2020), dengan membawa bukti kehancuran Samudera Arktik.

Kapal Polarstern milik Alfred Wegener Institute, Jerman itu kembali ke Pelabuhan Bremerhaven setelah menghabiskan 389 hari untuk menjelajahi Samudera Arktik.

Dalam misi itu, ratusan ilmuwan dari 20 negara mengumpulkan informasi penting tentang efek pemanasan global di wilayah tersebut.

Baca juga: Warga Terkonfirmasi Positif Corona di Aceh Singkil Tambah 17 Orang, Dua Dirawat di Rumah Sakit

Baca juga: Petugas Tertibkan 8 Gepeng di Banda Aceh, Ini Pengharapan Dinas Sosial Kepada Masyarakat

Baca juga: Ternyata Cabor yang Dipertandingkan di Sumut belum Otomatis Lolos PON 2024, Begini Sikap KONI Aceh

Mereka telah melihat secara langsung efek dramatis dari pemanasan global terhadap es di kawasan yang dianggap sebagai pusat perubahan iklim itu.

"Kami menyaksikan bagaimana lautan (Samudera) Arktik sekarat. Kami melihat proses ini tepat di luar jendela kami atau saat kami berjalan di atas es yang rapuh," kata Pemimpin Misi, Markus Rex seperti dikutip dari AFP, Senin (12/10/2020).

"Di Kutub Utara sendiri, kami menemukan es yang terkikis parah, mencair, tipis, dan rapuh," lanjutnya.

Apabila tren pemanasan global di Kutub Utara berlanjut, ulas dia, maka dalam beberapa dekade ke depan, Arktik akan bebas es di musim panas.

Pengamatan para peneliti didukung oleh gambar satelit AS yang menunjukkan bahwa pada 2020, es laut di Kutub Utara mencapai rekor minimum saat musim panas terendah kedua setelah 2012.

Baca juga: Ketahuilah! Ini yang Terjadi Pada Tubuh Jika Tak Makan Nasi Selama Setahun

Baca juga: Resep Membuat Telur Gulung yang Enak, Telur Gulung Mi Ala Jajanan SD Hingga Telur Gulung Mi Sosis

Baca juga: Telapak Tangan Selalu Basah Berkeringat Tanda Jantung Lemah Benarkah? Ini Faktanya

Misi Polarstern menghabiskan lebih dari setahun untuk mengumpulkan data tentang atmosfer, lautan, es laut, dan ekosistem, untuk membantu menilai dampak perubahan iklim di kawasan dan dunia.

Untuk melakukan penelitian, empat lokasi pengamatan didirikan di atas lautan es dalam radius hingga 40 kilometer di sekitar kapal.

Para peneliti mengumpulkan sampel air dari bawah es kutub untuk mempelajari plankton dan bakteri serta lebih memahami bagaimana fungsi ekosistem laut dalam kondisi ekstrem.

Ekspedisi yang menghabiskan dana 165 juta dollar AS itu juga membawa kembali 150 terabyte data dan lebih dari 1.000 sampel es.

"Ekspedisi ini, tentu saja, akan membuahkan hasil pada berbagai tingkatan," urai Rex. "Tim mengukur lebih dari 100 parameter hampir sepanjang tahun dan berharap informasi tersebut akan memberikan terobosan dalam memahami Arktik dan sistem iklim," sambungnya.

Baca juga: Miliki Banyak Properti, Nikita Willy Bakal Tinggal di Mana Setelah Sah Jadi Istri Indra Priawan?

Baca juga: Muhammad Zulfri Pimpin Futsal Aceh, Wakil Ketua Umum dan 7 Anggota Exco juga Terpilih

Baca juga: Hasil Kualifikasi MotoGP Aragon 2020 - Fabio Quartararo Raih Pole Position, Start di Depan Vinales

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved