Luar Negeri
Liput Demo, Pers Thailand Berada di Bawah Ancaman Pemerintah, Media: Kami Akan Tetap Memberitakan
Perintah itu meminta Komisi Penyiaran dan Telekomunikasi Nasional dan Kementerian Ekonomi dan Masyarakat Digital untuk menutup empat saluran berita.
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Mursal Ismail
Perintah itu meminta Komisi Penyiaran dan Telekomunikasi Nasional dan Kementerian Ekonomi dan Masyarakat Digital untuk menutup empat saluran berita.
SERAMBINEWS.COM - Pemerintah Thailand pada Senin menyampaikan akan memblokir empat media dan laman Facebook yang dituding menyebarkan disinformasi dalam memberitakan aksi demonstrasi anti-pemerintahan PM Prayut Chan-o-cha.
Kepala polisi nasional, Suwat Jangyodsuk telah menandatangani perintah di bawah keputusan darurat nasional Thailand.
Di mana perintah itu meminta Komisi Penyiaran dan Telekomunikasi Nasional dan Kementerian Ekonomi dan Masyarakat Digital untuk menutup empat saluran berita.
Situs-situs tersebut antara lain Voice TV, situs web Prachathai.com, The Reporters dan The Standard.
Otoritas Thailand juga hendak menutup halaman Facebook kelompok pro-demokrasi Free Youth.
The Reporters merupakan media berbasis Facebook.
Baca juga: Demo Besar-besaran di Thailand Terus Belanjut
Baca juga: Profil Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha, Menolak Mundur Usai Didemo
Baca juga: FOTO - Hingga Hari Ini, Demonstrasi Anti-Pemerintah di Thailand Masih Berlanjut
Sedangkan The Standar adalah media berbasis web, namun memiliki halaman Facebook.
Voice TV juga memiliki halaman Facebook.
Melansir dari Anadolu Agency, Senin (19/10/2020), Polisi Jenderal Suwat mengklaim empat kantor berita dan halaman Facebook itu telah menerbitkan muatan yang berbahaya bagi keamanan nasional.
Menanggapi hal itu, media Thailand pada Senin (19/10/2020) membantah telah melaporkan distorsi terkait demonstasi anti pemerintah.
Mereka akan tetap terjun dan memberitakan aksi meskipun ada larangan keras dari pemerintah.

Direktur Voice TV, Makin Petplai menyampaikan medianya telah menyampaikan pemberitaan sesuai dengan etika pers yang berlaku dalam meliput demonstrasi besar-besaran itu.
“Kami menjalankan tugas sesuai prinsip jurnalistik tanpa menyesatkan informasi, menimbulkan kesalahpahaman, atau menyabotase keamanan nasional atau ketertiban dan ketertiban publik,” katanya.
Sementara itu, editor The Standard, Nakarin Wanakijpaibul menegaskan sebagai anggota pers, medianya tidak akan berhenti meliput karena kegiatan tersebut merupakan hak asasi manusia.
Baca juga: Thailand Diguncang Demo Besar-besaran, Jerman Peringatkan Raja Maha Vajiralongkorn Soal Ini
Baca juga: Inilah Panusaya, Mahasiswi Pemberani yang Pimpin Aksi Menentang Monarki Thailand: Kini Ditahan
“Kami akan tetap menjalankan tugas sesuai prinsip jurnalistik, etika, dan hak serta kebebasan kami di bawah aturan hukum,” katanya dalam pernyataan.
Sedangkan media Prachatai menegaskan, sebuah kehormatan bagi medianya untuk melaporkan informasi akurat tentang hak asasi manusia dan perkembangan politik di Thailand.
“Kami akan berusaha sebaik mungkin untuk terus melakukannya," tulis media itu dalam pernyataannya.
Keputusan darurat nasional di Thailand, yang diberlakukan sejak Kamis (15/10/2020), memungkinkan otoritas Thailand melarang media dan informasi lain yang dianggap mengancam keamanan nasional.

Langkah itu dilakukan ketika aksi unjuk rasa menentang pemerintah telah menyebar ke seluruh negeri, terutama setelah para pemimpin demonstrasi ditangkap.
Gerakan Free Youth dan the United Front for Thammasat and Demonstration telah meminta demonstran untuk beralih dari halaman Facebook mereka ke Telegram, setelah tersiar rumor bahwa mereka akan menjadi sasaran penangkapan pihak berwenang.
Baca juga: Thailand Berlakukan Keadaan Darurat, Ribuan Demonstran Turun ke Jalan-Jalan
Baca juga: Pendemo di Thailand Berani Menentang Raja, Serukan Reformasi Monarki di Negeri Gajah Putih
Mantan menteri keuangan dan kritikus pemerintah, Thirachai Phuvanatnaranubala juga mengecam langkah polisi.
Ia mengatakan negara itu telah bergerak mundur menuju "kediktatoran penuh".
Thailand diguncang protes anti pemerintah selama tiga bulan terakhir yang menuntut tiga hal, yakni pengunduran diri Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha, reformasi monarki, dan konstitusi baru yang demokratis. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)
Baca juga: Bisnis Sabu di Dalam Penjara, Tiga Napi Ditangkap Sipir, Ini Barang Bukti yang Diamankan
Baca juga: VIDEO Seorang Pengendara Wanita Hantam Bumper Mobil Hingga Terlempar
Baca juga: Setelah Deklarasikan Perdamaian, Bahrain dan Israel Tanda Tangani Kerja Sama Bilateral