Anggota DPRA Ribut Soal Uang Tak Hadir Sidang Hak Angket
Internal DPRA diterpa kisruh menyusul batalnya pelaksanaan rapat paripurna usulan penggunaan hak angket terhadap Plt Gubernur Aceh
BANDA ACEH - Internal DPRA diterpa kisruh menyusul batalnya pelaksanaan rapat paripurna usulan penggunaan hak angket terhadap Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, pada Selasa (27/10/2020) lalu. Rapat itu ditunda karena anggota dewan yang hadir tak mencukupi kuorum.
Anggota DPRA dari NasDem, T Irwan Djohan, termasuk yang tidak hadir dalam sidang dan dia menyampaikan hal itu dalam akun Instagramnya, Kamis (29/10/2020). "Saya tidak hadir dalam Sidang Paripurna DPRA tentang Hak Angket tanggal 27 Oktober 2020," kata Irwan Djohan mengawali statusnya.
Ia kemudian menyebutkan, bahwa pasca-gagalnya sidang tersebut, ada oknum-oknum, baik anggota DPRA dan yang bukan, melontarkan tuduhan bahwa para anggota dewan yang tidak hadir dalam sidang karena telah menerima pundi-pundi (uang) agar tidak hadir.
Irwan Djohan pun menantang oknum tersebut untuk menyebutkan namanya secara keras dan jelas sebagai salah satu yang ikut menerima pundi-pundi uang dimaksud. "Saya minta kejantanan oknum-oknum tersebut untuk menyebutkan nama saya secara keras dan jelas sebagai salah satu yang ikut menerima pundi-pundi (uang) yang mereka sebutkan itu," tulis mantan Wakil Ketua DPRA ini.
"Tolong... Kalau memang Anda laki-laki, sebutkan nama saya secara jelas di media, bahwa saya adalah penerima uang itu. Nama saya : TEUKU IRWAN DJOHAN. Sebutkan nama saya. Kemudian sama-sama kita buktikan di pengadilan," pungkas Irwan Djohan.
Irwan Djohan dalam statusnya memang tidak menyebut nama oknum anggota dewan dimaksud. Tetapi persoalan pundi-pundi uang ini memang disebutkan oleh Anggota DPRA, Irpannusir, yang juga salah seorang inisiator pengusul hak angket.
Dalam rapat yang berakhir ditunda itu, Irpannusir menolak penundaan rapat paripurna pengusulan penggunaan hak angket. "Saya sangat keberatan bila sidang paripurna hari ini ditunda. apalagi untuk dibawa ke Banmus," katanya dalam interupsi setelah Ketua DPRA, Dahlan Jamaluddin memutuskan menunda sidang.
Agar rapat paripurna usulan penggunaan hak angket bisa dilaksanakan harus dihadiri 3/4 atau 61 dari 81 anggota DPRA. Sedangkan pada rapat itu hanya dihadiri 55 anggota DPRA atau kurang enam orang.
Irpannusir mengatakan, masyarakat harus tahu bahwa jangan gara-gara ketidakhadiran beberapa anggota DPRA, maka sidang paripurna ini harus diulangi. "Itu sangat keliru pimpinan," ungkapnya dengan suara lantang.
Menurut informasi, kata Irpannusir, anggota DPRA yang tak hadir itu sebelumnya sudah berjanji untuk hadir. Anggota DPRA yang dimaksud adalah anggota Fraksi PPP dan Fraksi PKB-PDA. "Tapi, Subuh tadi (Selasa subuh) semuanya berubah. Bahkan, menurut informasi yang kami dapat, mereka sudah gadaikan harga dirinya selaku anggota DPRA untuk tidak hadir ke dalam ruangan ini," ungkap Irpannusir.
Irpannusir menuding para anggota dewan yang tidak hadir sudah menerima siraman pundi-pundi. Kalimat inilah yang kemudian memicu protes dari T Irwan Djohan. Pengurus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Aceh, Muhammad Ben Umar juga menyesalkan tuduhan soal pundi-pundi tersebut.
"Janganlah sembarang menuduh tanpa ada bukti, menurut saya pernyataan saudara terkesan sangat tendensius," kata pria yang akrab disapa MBU ini kepada Serambi, Kamis (29/10/2020).
Sebagai kader PPP, MBU merasa sangat terusik dengan pernyataan Irpannusir, terlebih tuduhan tersebut juga dialamatkan kepada anggota Fraksi PPP DPRA.
MBU mengaku selalu mengikuti perkembangan terkait persoalan interpelasi dan hak angket yang digulirkan oleh sebagian anggota DPRA. Namun ia menjelaskan bahwa Fraksi PPP dari awal tidak sependapat dengan interpelasi dan hak angket terhadap Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, karena tidak mendasar.
"Sebagai pendatang baru di parlemen Aceh, harusnya saudara Irpannusir perlu membangun komunikasi yang baik antar sesama anggota DPRA dan menghargai setiap hak politik sesama anggota. Persoalan setuju atau tidak setuju dengan hak angket itu adalah hak masing-masing anggota legislatif. Mereka tentu punya alasan tersendiri dan memiliki kebijakan di partainya masing-masing," ujarnya.