Luar Negeri
Tak Pakai Ahli Penerjemah, Australia Gunakan Google Translate untuk Terjemahkan Informasi Corona
Berdasarkan bukti tersebut, terlihat bahwa Pemerintah Australia telah mengenyampingkan ahli penerjemah resmi negara itu.
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Mursal Ismail
Berdasarkan bukti tersebut, terlihat bahwa Pemerintah Australia telah mengenyampingkan ahli penerjemah resmi negara itu.
SERAMBINEWS.COM – Setiap negara di dunia dalam memberikan informasi kepada publik, dipastikan akan menggunakan translator.
Media ABC News menemukan bahwa Pemerintah Australia menggunakan Google Translate ketika menerjemahkan informasi kesehatan terkait pandemi virus corona.
Keputusan yang diambil oleh Kementerian Dalam Negeri Australia ini terbukti kebenarannya berdasarkan dokumen yang dikumpulkan oleh ABC.
Berdasarkan bukti tersebut, terlihat bahwa Pemerintah Australia telah mengenyampingkan ahli penerjemah resmi negara itu.
Salah satu contoh terjemahan yang tidak benar ditemukan dalam twit akun Pemerintah Pusat Australia.
Itu terjadi ketika pemerintah bermaksud untuk memberitahukan sumber informasi lainnya terkait pandemi covid-19.
Baca juga: Pasukan Australia Bantai 39 Warga Afghanistan, Australia Minta Maaf
Baca juga: Australia Akan Uji Coba Teknologi Baru Hilangkan Busa Pemadam Api yang Cemari Lingkungan
Ketika diterjemahkan, twit dalam bahasa Mandarin tersebut berbunyi: "Gunakan bahasa Anda informasi tersedia".

Kemendagri mengakui bahwa twit tersebut merupakan versi "terjemahan otomatis" dari teks sebelumnya yang bertulis 'COVID-19 Information in your language'.
Pengakuan tersebut dilontarkan setelah anggota senat, Stirling Griff meminta pertanggungjawaban Eksekutif setelah membaca laporan ABC sebelumnya.
Kemendagri mengatakan meskipun lembar fakta resmi pemerintah selalu diterjemahkan oleh penerjemah resmi, mereka mengaku berlangganan Google Translate untuk menerjemahkan menu dan tombol navigasi di situsnya.
Mohammad Al-Khafaji, Ketua Pelaksana Badan Multikultural FECCA, mengatakan penerjemahan informasi situs Pemerintah menggunakan Google Translate tidak bisa diterima.
Baca juga: Jurnalis Australia Sebut Pilpres AS 2020 Mirip Pilpres 2019 Indonesia: Tuduh Curang & Kalim Menang
Baca juga: Bertetanggaan Tapi Tak Terlalu Akur, Ini Perbandingan Kekuatan Militer Indonesia dan Australia
"Kita tahu bahwa layanan penerjemahan otomatis kadang tidak akurat dan sangat berbahaya. Perubahan sekecil apapun dapat mengubah makna sepenuhnya.
Di banyak bahasa, menghilangkan satu abjad atau spasi saja bisa menimbulkan makna berlawanan.
Contohnya, hendak mengatakan 'tetap tinggal di rumah' tetapi malah jadi 'jangan tinggal di rumah'," sambungnya
Memalukan dan tidak dapat dipercaya
Melansir ABC News, Kamis (19/11/2020), Kemendagri Australia mengatakan bahwa mereka berlangganan Google Translate untuk membantu menerjemahkan situsnya di masa pandemi
Itu untuk memastikan keberadaan informasi dalam bahasa lain yang bisa diakses masyarakat multikultural secepatnya," kata kementerian itu.
Menteri Urusan Multikultural, Andrew Giles, mengatakan alasan tersebut tidak masuk akal.
"Ini adalah Pemerintah Australia, bukan sebuah organisasi komunitas yang berada di bawah tekanan," katanya.
Menurutnya, tindakan ini sangat memalukan.
Baca juga: Kisah Warga Makassar di Australia, Enggan Pensiun di Umur 70 Tahun Karena Menikmati Pekerjaan
Baca juga: 7 Larangan Paling Aneh di Dunia, Larangan Mengganti Lampu di Australia hingga Bermain Game di Yunani
Ia mengatakan bahwa untuk mencapai hasil penanganan wabah yang sukses, setiap anggota masyarakat harus dapat mengakses petunjuk yang tepat juga.
"Semua orang di Australia tahu kita tidak seharusnya mengandalkan Google Translate untuk menerjemahkan informasi kesehatan publik," tutur Andrew.
"Tidak bisa dipercaya, Kementerian Dalam Negeri memilih layanan ini dibanding layanan penerjemahan yang layak," sambungnya.
Juni 2020 lalu, ABC memberitakan kekhawatiran terhadap cara Pemerintah menangani kelompok migran.
Pemimpin komunitas memberitahukan pada panel dokter dan politisi bahwa keterlibatan mereka dalam penanganan COVID-19 di Australia hanyalah atas dasar 'ad hoc' atau hampir tidak ada sama sekali.
Padahal, kelompok migran, pengungsi, dan lainnya adalah beberapa yang memiliki risiko tertinggi untuk tertular dan menularkan virus tanpa disadari.
Karena mereka adalah golongan yang kemungkinan besar memiliki penyakit parah dan melewatkan informasi kesehatan publik yang penting.
Al-Khafaji mengatakan informasi tidak benar dari Pemerintah Australia berisiko mengurangi rasa percaya masyarakat multikultural, terutama terhadap informasi yang diberikan.
"Pemerintah sudah terlalu lama menggunakan cara penerjemahan seperti ini sehingga sudah tertanam dalam sistem," katanya. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)
Baca juga: Malaysia Mulai Terima Pasien Berobat, Hanya untuk Rumah Sakit Tertentu
Baca juga: FPI Sebut Acara Habib Rizieq Didukung Pemprov DKI, Riza Patria Bantah & Sodorkan Surat Peringatan
Baca juga: Keluhan ke Pemerintah Tak Ditanggapi, Pria Ini Bangun Jalan Desa Seorang Diri Pakai Alat Seadaanya