Luar Negeri

Prancis Deportasi 66 Imigran Ilegal, Ancam Tutup 76 Tempat Ibadah

Pemerintah Prancis mendeportasi 66 imigran tak berdokumen atau ilegal, yang terindikasi terkait gerakan ekstrem di negara itu.

Editor: Faisal Zamzami
AFP
Presiden Prancis Emmanuel Macron 

Pemuda Chechnya itu ditembak mati polisi yang tiba di lokasi kejadian, Conflans-Sainte-Honorine, sekitar 24 kilometer dari pusat kota Paris.

Pembunuhan Samuel Paty melahirkan gelombang protes, sekaligus menerbitkan rasa takut bagi kaum muslim Prancis yang waswas dipersekusi.

Langkah awal dilakukan 20 Oktober 2020, saat pemerintah Prancis memerintahkan penutupan sementara sebuah masjid di luar Paris.

Keputusan itu dilakukan karena aktivis di masjid itu menghasut kebencian, setelah pembunuhan guru Samuel Paty, yang menunjukkan karikatur Nabi Muhammad di kelasnya.

Pengurus atau aktivis Masjid Agung Pantin, di pinggiran kota berpenghasilan rendah di pinggiran timur laut Paris, memposting video di halaman akun Facebook mereka.

Video itu berisi ujaran kebencian terhadap Samuel Paty, yang kemudian dipenggal di siang hari bolong dekat sekolahnya.

Prancis juga telah menutup dua kantor organisasi amal, Muslim Baraka City dan Collective Against Islamophobia in France (CCIF).

Kedua organisasi itu membantah tuduhan pemerintah mereka membantu atau menyembunyikan hubungan dengan kelompok radikal.

Beberapa hari setelah pembunuhan Samuel Paty, pemerintah menutup dan mengamankan tempat ibadah di Beziers dan Bordeaux, setelah menerima ancaman kekerasan.

Baca juga: Pakistan Blokir Demonstran Anti-Prancis Memasuki Islamabad

Baca juga: Prancis Makin Parah Diserang Virus Corona, Jadi Negara Eropa Pertama Tembus 2 Juta Kasus Covid-19

Kaum muslim di Prancis kini mengkhawatirkan kebijakan pemerintah akan mencampuradukkan Islam dengan terorisme.

"Muslim menjadi sasaran," kata Yasser Louati, seorang aktivis Muslim Prancis kepada Al Jazeera.

Ia yakin Macron menggunakan Islamofobia untuk memperkuat kampanyenya.

Dalam banyak pemberitaan dan fakta dari medan perang di Irak dan Suriah, Prancis tercatat sebagai penyumbang terbanyak warga yang bertempur ke dua negara itu.

Mayoritas imigran atau keturunan imigran penduduk Prancis, yang bergabung ke ISIS atau kelompok-kelompok jaringan Al Qaeda di Suriah dan Irak.

Saat ini lebih dari 50 organisasi Muslim di Prancis menjadi sasaran penyelidikan aparat intelijen dan kepolisian.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved