Jurnalisme Warga

U Groh, Rujak Nikmat Khas Indrapuri

“Rujak u groh!” ucap istri saya ketika kendaraan kami melintasi jalan raya Medan-Banda Aceh, selepas melaju satu kilometer dari simpang Indrapuri

Editor: bakri
zoom-inlihat foto U Groh, Rujak Nikmat Khas Indrapuri
IST
YOPI ILHAMSYAH,  Dosen Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, melaporkan dari Indrapuri, Aceh Besar

OLEH YOPI ILHAMSYAH,  Dosen Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, melaporkan dari Indrapuri, Aceh Besar

“Rujak u groh!” ucap istri saya ketika kendaraan kami melintasi jalan raya Medan-Banda Aceh, selepas melaju satu kilometer dari simpang Indrapuri menuju Banda Aceh.

Saya memalingkan wajah ke arah barat, tampak beberapa warung di pinggir jalan yang menjajakan rujak u groh. Saya bertanya apa itu “rujak u groh” dan bagaimana perbedaan dengan rujak yang biasa kita nikmati?

Istri saya bernostalgia tentang masa kecilnya di sebuah kampung di Aceh Besar di mana ia dan teman-teman sepermainannya kerap mendapat buah kelapa yang masih kecil dan masih sangat muda. Buah kelapa ini mereka peroleh dari orang yang memanjat pohon kelapa untuk diambil buah kelapa muda. Buah kelapa yang masih kecil dan  masih sangat muda yang disebut u groh terkadang ikut terjatuh atau terambil oleh si pemetik kelapa.

Buah kelapa muda yang masih kecil dan masih mengkal yang tidak dapat digunakan untuk minuman segar diberikan kepada anak-anak yang sedang bermain. Buah kelapa dibelah, batok yang masih lunak kemudian dimakan dengan bumbu rujak.

Penasaran, saya berpikir untuk mencoba rujak u groh dan kami berhenti di salah satu warung bernama Warung Cek Much. Warung ini berlokasi di pinggir barat jalan raya, tepatnya di kilometer 23 dari arah Banda Aceh. Setelah memesan rujak u groh, saya meminta izin kepada Bang Franky, demikian nama pemilik warung, untuk ikut melihat proses pembuatan rujak u groh.

Di depan warung telah tersedia buah kelapa dalam beragam ukuran. Ada yang besar dan kecil. Ada yang berusia muda, tua hingga sangat muda berwarna hijau muda. Untuk kudapan rujak u groh, kelapa yang digunakan adalah kelapa berukuran kecil dan masih sangat muda serta mengkal.

Seorang ibu, istri Bang Franky, dengan menggunakan sebilah parang yang boleh jadi sangat tajam dengan hanya sekali tebas, kelapa kecil langsung terbelah. “Plah boh u” demikian istilah membelah kelapa dalam nahasa Aceh. Buah kelapa kecil dibelah menjadi beberapa bagian. Tampak batok kelapa belum berdaging ikut terpotong. Batok dilepaskan dari serabut yang menutupinya lalu dicuci bersih dengan air.

“Nyoe dikheun u groh,” kata istri Bang Franky dengan logat Aceh Besar sembari menawarkan potongan u groh kepada saya. “Droeneuh dari Indrapuri nyoe, Kak?” tanya saya. “Nyoe,” sahut beliau sambil menyebut nama sebuah kampung di Indrapuri.

Seketika saya cicipi, u groh terasa empuk dan lunak saat dikunyah, tapi agak kelat di lidah. Bang Franky mulai menyiapkan bumbu rujak untuk disantap dengan u groh. Tangan lincah Bang Franky mengulek cabai rawit hijau dan garam. Setelah halus, Bang Franky mengambil asam jawa dan buah rumbia yang telah dikupas kulitnya, menekan buah rumbia di dalam ulekan menggunakan “ulôk” yaitu alat pengulek dalam Bahasa Aceh dan menguleknya kembali.

Bang Franky lalu mencampur gula aren dan mengaduknya bersama bahan-bahan lain di dalam ulekan. Beliau menyendok isi buah batok yang telah terbelah, mencampurnya dengan bahan-bahan dalam ulekan, melanjutkan ulekan dan mengaduknya kembali menggunakan sendok.

Saya perhatikan terdapat pula bermacam buah-buahan di sekitar tempat ulekan, seperti buah nanas, mangga, mentimun, bengkuang, kedondong, rambutan, dan jambu. Selain menawarkan rujak u groh, Warung Cek Much Bang Franky juga menyediakan rujak Aceh. Jadilah buah-buahan ini diperlukan jika ada pengunjung yang hanya menginginkan rujak buah saja. Untuk bumbu, Bang Franky menggunakan resep yang sama seperti halnya rujak u groh.

Tidak sabar rasanya ingin mencobai potongan-potongan kecil u groh dengan bumbu rujak ketika tersaji di atas meja. Bumbu rujak saya cicipi terlebih dahulu. Terasa pedas, manis, dan asam yang berasal dari kombinasi buah batok, asam jawa dan jeruk nipis. Dua hingga tiga kali saya cicipi, rasa asam boh kuyun (jeruk nipis) terasa mendominasi. Selanjutnya rasa nikmat segera kita temukan saat potongan-potongan u groh dicocol dengan bumbu rujak. Sensasi pedas yang ditimbulkan dari rujak u groh segera reda dengan segelas teh dingin.

Saya menanyakan terkait jumlah porsi yang disediakan dalam sehari. “Hana teunte,” jawab Bang Franky. Sejak dibuka jalan tol Sibanceh ruas Blang Bintang-Indrapuri, pengunjung lumayan ramai, sambung Bang Franky, terutama di akhir pekan dan hari libur. Alhamdulillah, kehadiran tol Sibanceh dengan jalur masuk/keluar tol di Indrapuri berdampak positif terhadap perekonomian masyarakat setempat, gumam saya dalam hati.

Satu porsi rujak u groh dibanderol 12 ribu rupiah. Selain rujak, Bang Franky juga menyediakan air kelapa muda, mi instan goreng/rebus. Warung ini juga berfungsi sebagai tempat tinggal Bang Franky bersama istri dan seorang putri. Sehari-hari Bang Franky hanya memperoleh penghasilan dari berjualan rujak dan menu lainnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Indahnya Islam 

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved