Jurnalisme Warga
Haji Pele, Cina Pidie Tukang Tambal Jalan
Di tengah kesibukan Kota Sigli, Kabupaten Pidie, hidup seorang pria sederhana yang dikenal masyarakat dengan panggilan Haji Pele.
Dr. H. TEUKU AHMAD DADEK, S.H., M.H., pemerhati sosial dan budaya Aceh, melaporkan dari Sigli, Pidie
Di tengah kesibukan Kota Sigli, Kabupaten Pidie, hidup seorang pria sederhana yang dikenal masyarakat dengan panggilan Haji Pele.
Nama aslinya Ramli Hasan, seorang keturunan Tionghoa yang lebih suka bekerja dalam diam, tanpa pamrih, tetapi selalu berbuat nyata bagi sesama.
Cerita menarik tentangnya adalah perpaduan kisah tentang identitas, kesederhanaan, dan kepedulian terhadap sesama. Ia tipe manusia yang tak bisa tinggal diam melihat orang lain menderita, meskipun bukan karena salahnya.
Terpakai nama ayah
Sebenarnya, nama lahir Ramli adalah Hasan, anak kelima dari pasangan Ramli (yang lebih dikenal dengan nama Kompi) dan istrinya. Ketika mendaftar ke sekolah dasar, gurunya meminta agar namanya ditulis lengkap dengan nama ayah, “Hasan bin Ramli”. Namun, karena keliru menempatkan urutan, guru tersebut justru menulisnya “Ramli Hasan”. Jadilah namanya sama dengan nama sang ayah.
Bagi keluarga yang berpikiran praktis, hal itu tidak dipersoalkan. “Daripada repot, ya sudah pakai saja nama itu,” kenang Pele sambil tertawa kecil.
Sejak saat itu, nama Ramli Hasan melekat dan menjadi identitas resminya hingga kini. Sebuah keajaiban, di mana nama ayah sama dengan nama anak, hanya beda binnya saja.
Di balik nama Indonesianya, tersimpan nama Tionghoa Lie Ping San, yang berarti Gunung Es, simbol ketenangan dan kekuatan.
Leluhurnya, Alex, datang dari Fujian, Cina, ke Sigli, Aceh, pada tahun 1888. Alex memiliki anak, yakni kakek Pele yang bernama Ahok. Lelaki ini pernah membina PSAP (Persatuan Sepak Bola Aceh Pidie). Ahok memiliki anak di Pidie, yakni ayah Pele, yang biasa dipanggil Kompi.
Kompi memulai usaha es balok dan es lilin. Kini nama Tionghoa itu tinggal kenangan, tetapi tetap ia simpan sebagai bagian dari sejarah keluarga yang tak pernah dilupakan.
Asal julukan “Pele”
Julukan “Pele” diberikan oleh ayahnya, terinspirasi dari pesepak bola legendaris asal Brasil, Edson Arantes do Nascimento (Pelé). Pada masa itu, sepak bola menjadi kegemaran keluarga. Mereka penggemar berat PSAP, klub sepak bola kebanggaan Pidie.
Nama Pele saat kecil juga diabadikan sang ayah pada bus PMTOH 101, bahkan menuliskan kata “PELE” di pintu bus yang kemudikan oleh Bachtiar. Ini sebagai tanda kebanggaan terhadap anaknya dan kecintaannya pada sepak bola.
Bus itu masih sederhana, menggunakan kipas angin di sisi jendelanya, tetapi bagi keluarga Pele, itu adalah simbol semangat dan perjuangan hidup. Mereka punya 12 bus, semuanya dimasukkan dalam Fa PMTOH milik Hasan. PMTOH sendiri adalah singkatan dari Perusahaan Motor Transport Ondernemer Hasan. Bercampur bahasa Melayu, Inggris, Belanda, dan Arab dalam nama perusahaan pengangkutan tersebut.


 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
												      	 
												      	 
												      	 
												      	 
												      	 
				
			 
											 
											 
											 
											 
											
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.