Kebijakan Luar Negeri
Tahun 2021, Kebijakan Luar Negeri Indonesia Bertumpu pada Enam Langkah Diplomasi Ekonomi
Penguatan diplomasi ekonomi ini tidak lepas dari kebijakan Diplomasi 4+1 yang ditetapkan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
Oxford Economics bersama the Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW) memproyeksikan Produk Domestik Bruto (PDB) di seluruh Asia Tenggara akan terkontraksi 4,1 persen pada 2020, sebelum melonjak tajam menjadi 6,2 persen pada 2021.
Dalam siaran persnya, CAEW Regional Director, Greater China and South-East Asia, Mark Billington menyampaikan pemulihan ekonomi Indonesia masih belum pasti, terutama akibat tren mobilitas yang lemah, impor yang tergelincir dua digit, dan melemahnya penjualan retail.
Meski demikian, kata Billington, volume penjualan retail dan produksi industri di Indonesia relatif stabil jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara lainnya yang terdampak kuat oleh pandemi Covid-19.
Baca juga: BREAKING NEWS: Hujan Lebat Guyur Langsa, Kawasan Perumnas PB Seleumak Langsa Baro Banjir
Baca juga: Pembebasan Tanah di Jalur Tol Lembah Seulawah-Sigli Segera Tuntas
Baca juga: Seorang IRT di Peulimbang Menghilang Sejak 16 November 2020, belum Diketahui Keberadaannya
Tak bisa dengan pola lama
Ramdhan Muhaimin, pengamat Hubungan Internasional Universitas Al-Azhar Indonesia, menyampaikan Indonesia tidak bisa hanya menyandarkan diri pada Diplomasi 4+1 yang ditetapkan sebelum ada pandemi.
Ramdhan menjelaskan pemerintah Indonesia sudah melakukan upaya pengadaan vaksin yang diharapkan membuat ekonomi membaik pada 2021.
Namun, kata dia, tantangannya adalah terjadinya gelombang pandemi kedua dan ketiga yang dialami sejumlah negara, serta adanya mutasi baru Covid-19.
“Kejadian ini akan berpengaruh terhadap Indonesia dalam merumuskan kebijakan politik, terutama politik luar negeri,” ucap Ramdhan.
Hal lain, menurut Ramdhan, adalah transisi politik di Amerika Serikat pasca pemilu yang akan berpengaruh terhadap situasi kebijakan luar negeri Indonesia.
Kondisi ini, kata Ramdhan, membuat kawasan Asia Pasifik menjadi episentrum dinamika politik global, terkait konflik dagang AS-China, Laut China Selatan, dan Semenanjung Timur.
“Transisi politik di AS dari Donald Trump kepada Joe Biden sedikit banyak mempengaruhi geopolitik, dan akhirnya mendorong bagaimana Indonesia bersikap,” terang Ramdhan.
Ramdhan mencontohkan di penghujung kekuasaan Trump tiba-tiba menguat isu normalisasi Indonesia-Israel.
Joe Biden juga merestui upaya normalisasi ini, sebagai bagian dari Abraham Accord.
“Apakah [normalisasi] ini berhenti di Trump? Saya tidak yakin. Dalam arti, pemerintah Biden boleh jadi akan meneruskan upaya normalisasi ini,” ungkap Ramdhan.
Ramdhan juga menyampaikan pandemi korona yang semakin ‘menggila’ menggerus ekonomi negara-negara di dunia.