Remaja Putri Zimbabwe Berlatih Taekwondo, Melawan Pernikahan Anak Secara Paksa

“Peran ibu remaja biasanya diabaikan ketika orang mengkampanyekan pernikahan anak," kata Matisa.

"Di sini, saya menggunakan suara mereka, tantangan mereka, untuk mencegah gadis-gadis muda yang belum menikah untuk menjauhi aktivitas seksual dini dan pernikahan, " tambah Maritsa.

Baik anak laki-laki maupun perempuan tidak boleh menikah secara resmi sampai usia 18 tahun.

Hal itu berdasarkan undang-undang Zimbabwe yang diberlakukan setelah Mahkamah Konstitusi pada tahun 2016 membatalkan undang-undang anak perempuan menikah pada usia 16 tahun.

Meskipun demikian, praktik tersebut tetap meluas di negara Afrika selatan yang berjuang secara ekonomi.

Diperkirakan 30% anak perempuan menikah sebelum mencapai usia 18 tahun, menurut Badan Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pernikahan anak lazim di Afrika, dan meningkatnya kemiskinan di tengah pandemi Covid-19 telah meningkatkan tekanan pada keluarga.

Untuk menikahkan anak perempuan mereka yang masih kecil.

Bagi beberapa keluarga miskin di Zimbabwe, menikahkan seorang anak perempuan berarti satu beban berkurang.

"Bahkan, mahar yang dibayarkan oleh suami sering kali digunakan oleh keluarga sebagai alat untuk bertahan hidup,” menurut Girls Not Brides.

Sebuah organisasi yang berkampanye untuk mengakhiri pernikahan anak.

Baca juga: Ibu Muda Meninggal Tergantung di Abdya, Anak Tanya Pada Ayah: Kemana Ibu?

Beberapa sekte agama mendorong gadis-gadis berusia 10 tahun untuk menikahi pria yang jauh lebih tua.

Dengan dalih bimbingan spiritual, sedangkan beberapa keluarga menghindari rasa malu.

Memaksa gadis-gadis yang melakukan hubungan seks sebelum nikah untuk menikahi pacar mereka, menurut organisasi tersebut.

Maritsa, melalui asosiasinya yang disebut Auditorium Orang di Bawah Umur Rentan, berharap dapat meningkatkan kepercayaan diri gadis-gadis yang sudah menikah dan lajang.