Penanganan Covid 19
Sudah Pernah Terinfeksi Covid-19 dan Dinyatakan Sembuh, Masih Perlukah Suntik Vaksin?
orang yang pernah terinfeksi Covid-19 dan telah sembuh masih membutuhkan suntikan vaksin. Alasannya, karena masih ada potensi reinfeksi virus corona.
Penulis: Yeni Hardika | Editor: Mursal Ismail
Program vaksinasi Covid-19 di Indonesia sudah dimulai pada hari ini, Rabu (13/1/2021).
SERAMBINEWS.COM - Sudah pernah terinfeksi Covid-19 dan berhasil sembuh, masih perlukah divaksin?
Program vaksinasi Covid-19 di Indonesia sudah dimulai pada hari ini, Rabu (13/1/2021).
Suntikan perdana vaksin Covid-19 di Indonesia diterima dan dilakukan langsung oleh Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, sekitar pukul 09.42 WIB.
Setelah Presiden Jokowi, rencananya program vaksinasi akan diberikan kepada tenaga kesehatan sebagai prioritas.
Setelah itu, prioritas vaksin diberikan kepada pekerja di sektor publik dan kelompok rentan.
Vaksin Covid-19 bertujuan untuk memberikan kekebalan tubuh terhadap ancaman paparan virus corona.
Bagi mereka yang telah sembuh dari Covid-19, diketahui telah memiliki antibodi.
Lalu, bagi mereka yang sudah pernah terinfeksi Covid-19 dan berhasil sembuh, apakah tetap perlu disuntikan vaksin Covid-19?
Jawabannya ialah tetap perlu disuntikkan vaksin.
Baca juga: Fakta Seputar Prof Abdul Muthalib, Dokter yang Suntikkan Vaksin Perdana Ke Presiden Jokowi
Baca juga: Serahkan Sertifikat Halal Vaksin Sinovac, Wamenag Zainut Tauhid: Suci dan Halalan Thayyiban
Baca juga: Menolak Divaksin Dapat Dipidana, Pakar Hukum Kesehatan: Tidak Tepat
Ada Potensi Reinfeksi
Dikutip dari Kompas.com, Epidemiolog kandidat PhD dari Griffth Univeristy, Australia, Dicky Budiman mengatakan, orang yang pernah terinfeksi Covid-19 dan telah sembuh masih membutuhkan suntikan vaksin.
Alasannya, karena masih ada potensi reinfeksi virus corona.
"Jadi yang pernah terinfeksi pun itu perlu divaksinasi. Karena, pertama, data riset yang saat ini kita miliki membuktikan bahwa ada potensi reinfeksi," ujar Dicky mengutip Kompas.com.
Menurut dia, mereka yang pernah terinfeksi memiliki kekebalan tubuh dari Covid-19 sesuai dengan tingkat keparahan yang dialami.
Semakin parah Covid-19 yang diderita seseorang, maka kemungkinan besar memiliki antibodi kekebalan tersebut.
Namun, jika pasien memiliki gejala ringan atau tidak bergejala (OTG), maka kekebalan tubuh yang dimiliki juga akan lemah.
Meski demikian, sistem kekebalan yang didapatkan pasien ini tidak berlangsung lama.
Baca juga: Jadi yang Pertama Disuntik, Media China: Jokowi Menerima Vaksin Covid-19 Buatan Sinovac Biotech
Baca juga: Manfaat Mendapatkan Vaksin Covid-19, Cegah Tertular dan Langkah Hentikan Pandemi
Baca juga: Dokter Sekaligus Presenter Reisa Broto Asmoro Disuntik Vaksin Sinovac Mewakili Tim Kesehatan
"Pasien yang terinfeksi itu pun membuktikan bahwa daya tahan ini yang timbul akibat reinfeksi tidak akan lama, sekitar 3 bulanan," ujar Dicky.
"Karena atas dasar itulah otomatis orang tersebut masih membutuhkan vaksin," lanjut dia.
Dicky mengatakan, program vaksinasi ini tidak dilihat dari faktor apakah seseorang pernah terinfeksi atau tidak.
Semua orang harus divaksinasi.
Akan tetapi, yang menjadi pertimbangan bukan hanya masalah program vaksinasinya, tetapi ada program prakondisinya.
Kekebalan tubuh pasien yang sembuh dari Covid-19
Melansir Kompas.com dari Huffpost, 16 Desember 2020, seorang dokter penyakit menular di Yale Medicine, yang turut menguji vaksin Pfizer, Onyema Ogbuagu, meyakini bahwa prang yang baru terinfeksi virus corona mungkin tidak perlu segera disuntik vaksin.
Penelitian menemukan, antibodi penetral yang dihasilkan oleh infeksi alami di dalam tubuh masih bertahan.
Kekebalan ini setidaknya bertahan selama beberapa bulan.
Dalam kasus reinfeksi, infeksi kedua biasanya tidak terjadi 3-4 bulan setelah infeksi pertama.
"Ini cukup pasti, meskipun Anda tidak pernah dapat mengatakan dengan yakin, bahwa dalam beberapa bulan pertama setelah terinfeksi, risiko reinfeksi sangat rendah," ujar Ogbuagu.
Akan tetapi, kekebalan alami dari Covid-19 turun setelah beberapa bulan.
Selain itu, tingkat antibodi dari virus corona umum lainnya berkurang dengan cepat, dan hal yang sama bisa terjadi pada penyakit Covid-19.
“Orang mungkin akan dapat terinfeksi kembali berdasarkan antibodi yang semakin menurun, saat ia telah terinfeksi secara alami.
Baca juga: Cek Penerima Vaksin Covid-19 Gratis di pedulilindungi.id/cek-nik, Siapkan NIK KTP
Baca juga: Kondisi Presiden Usai Disuntik Vaksin Covid-19 di Lengan Kiri, Jokowi: Gak Terasa Sama Sekali
Baca juga: Rocky Gerung Tanggapi Ribka Tjiptaning Tolak Vaksinasi: Datang dari Ketidakpercayaan pada Vaksin
Kami tidak tahu kapan waktunya, seperti seberapa cepat mereka rentan terhadap infeksi ulang," ujar profesor kedokteran di Divisi Penyakit Menular dan Mikrobiologi, Imunologi di Sekolah Kedokteran Geffen di UCLA, Otto Yang.
Para peneliti menduga, kekebalan yang diberikan oleh vaksin akan lebih kuat daripada kekebalan yang diperoleh karena pernah menderita suatu penyakit, termasuk Covid-19.
Dinyatakan Aman, Vaksin Covid-19 Sinovac Tetap Munculkan Efek Samping
Melansir dari Kompas.com, Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM) telah menyatakan bahwa vaksin Covid-19 Sinovac aman digunakan.
Meski demikian, berdasarkan analisis terhadap hasil uji klinis vaksin, Sinovac tetap menimbulkan efek samping.
"Secara keseluruhan menunjukkan vaksin corona vax aman dengan kejadian efek samping yang ditimbulkan bersifat ringan hingga sedang," kata Kepala BPOM Penny Lukito dalam konferensi pers daring, Senin (11/1/2021).
Penny mengatakan, efek samping lokal yang ditimbulkan vaksin Sinovac berupa nyeri, iritasi, dan pembengkakan.
Sementara, efek samping sistemik berupa nyeri otot, fatigue, dan demam.
Kemudian, frekuensi efek samping dengan derajat berat berupa sakit kepala, gangguan di kulit atau diare yang dilaporkan hanya sekitar 0,1 sampai dengan 1 persen.
"Efek samping tersebut merupakan efek samping yang tidak berbahaya dan dapat pulih kembali sehingga secara keseluruhan kejadian efek samping ini juga dialami pada subjek yang mendapatkan plasebo," ujar Penny.
Selain melakukan analisis terhadap keamanan vaksin Sinovac, BPOM juga meneliti khasiat atau efikasi vaksin.
Hasilnya, vaksin Sinovac dinyatakan mampu membentuk antibodi di dalam tubuh dan mampu membunuh atau menetralkan virus (imunogenistias).
Penny mengatakan, hasil analisis terhadap uji klinis fase III di Bandung menunjukkan bahwa efikasi vaksin Sinovac sebesar 65,3 persen.
"Hasil tersebut sudah sesuai dengan persyaratan WHO di mana minimal efikasi vaksin adalah 50 persen," kata Penny.
Dengan mempertimbangkan keamanan dan efikasi vaksin, BPOM pun resmi menerbitkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) bagi vaksin Sinovac.
"Pada hari ini, Senin tanggal 11 Januari 2021, Badan POM memberikan persetujuan penggunaan dalam kondisi emergency, emergency use authorization untuk vaksin Covid-19 yang pertama kali kepada vaksin Corona vax produksi Sinovac Biotech Incorporated yang bekerja sama dengan PT Bio Farma," kata Penny.
(Serambinews.com/Yeni Hardika)