Menolak Divaksin Dapat Dipidana, Pakar Hukum Kesehatan: Tidak Tepat

Pernyataan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Edward Hiariej soal penerima vaksin dapat dipidana mendapat pro dan kontra.

Editor: Amirullah
AP
Vaksin Pfizer-BioNTech memerlukan dosis awal yang diikuti dengan suntikan penguat dengan interval 21 hari di antara masing-masing untuk mencapai tingkat kemanjuran 95 persen 

SERAMBINEWS.COM - Vaksinasi Covid-19 mulai dilakukan hari di Indonesia.

Presiden Jokowi menjadi orang pertama yang mendapatkan suntikan vaksin Sinovac.

Namun, bagi masyarakat yang menolak untuk divaksin akan mendapatkan sanksi.

Pernyataan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Edward Hiariej soal penerima vaksin dapat dipidana mendapat pro dan kontra.

Edward mengatakan, penolak vaksin Covid-19 dapat dipidana paling lama 1 tahun.

Lebih lanjut ia menegaskan, vaksinasi Covid-19 merupakan bagian dari kewajiban seluruh warga negara untuk mewujudkan kesehatan masyarakat.

"Ketika pertanyaan apakah ada sanksi atau tidak, secara tegas saya mengatakan ada sanksi itu. Mengapa sanksi harus ada? Karena tadi dikatakan, ini merupakan suatu kewajiban," kata Edward dalam webinar yang disiarkan akun YouTube PB IDI, Sabtu (9/1/2021) lalu, dikutip dari Kompas.com.

Baca juga: Divaksin Covid-19 Perdana Bareng Presiden Jokowi, Raffi Ahmad Acungkan Jempol Saat Disuntik

Baca juga: Semakin Heboh di Aceh Besar, Tanah Aktif Mengalami Pergeseran, Warga Lamkleng Semakin Was-Was

Baca juga: Disuntik Vaksin Covid-19, Nama Raffi Ahmad Trending Topik Indonesia Setelah Tagar Jokowi Divaksin

Guru besar hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) itu mengatakan, ketentuan pidana bagi penolak vaksinasi diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Pasal 93 UU tersebut menyatakan, setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan/atau menghalangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat bisa dipidana dengan penjara paling lama satu tahun dan/atau denda maksimal Rp 100 juta.

Sementara itu, pada pasal 9 UU yang sama, disebutkan bahwa setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan ikut serta dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan.

"Jadi ketika kita menyatakan bahwa vaksin ini adalah suatu kewajiban maka secara mutatis mutandis jika ada warga negara yang tidak mau divaksin maka bisa dikenakan sanksi, bisa berupa denda, bisa berupa penjara, bisa juga kedua-duanya," ujar Edward.

Baca juga: Manfaat Mendapatkan Vaksin Covid-19, Cegah Tertular dan Langkah Hentikan Pandemi

Baca juga: Rocky Gerung Tanggapi Ribka Tjiptaning Tolak Vaksinasi: Datang dari Ketidakpercayaan pada Vaksin

Sementara itu, sejumlah pihak memiliki pandangan berbeda dengan apa yang diutarakan oleh Wamenkumham.

Pakar Hukum Kesehatan Universitas Widya Mataram Yogyakarta, Dr. Hasrul Buamona S.H.,M.H., menilai pernyataan Wamenkum HAM yang mempidanakan warga yang tidak mau divaksin Covid-19 adalah tidak tepat.

Ketika memberikan pernyataan tentang kemungkinan sanksi pidana, Wamenkum HAM Prof. Dr. Eddy OS Hiariej, SH.,M.Hum merujuk pada Pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Menurut Hasrul, Wamenkumham keliru bilamana Pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 yang dijadikan dasar hukum untuk mempidanakan setiap orang yang tidak ingin divaksin, walaupun norma pidana dalam hal ini bersifat ultimum remedium.

Halaman
12
Sumber: TribunnewsWiki
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved