Ledakan Bahan Kimia di Beirut Diduga Terkait dengan Pengusaha Suriah yang Diberi Sanksi oleh AS

Departemen Keuangan AS menuduh Mudalal Khoury pada 2015 sebagai  pihak yang mengadakan  amonium nitrat pada akhir 2013. 

AFP/GABY SALEM/ESN
Foto gabungan memperlihatkan ledakan dahsyat dari gudang penyimpanan bahan kimia di Pelabuhan Beirut, Lebanon pada Selasa (4/8/2020). 

 Reuters tidak dapat menghubungi Haswani untuk dimintai komentar.  Putranya mengatakan kepada Reuters di Moskow bahwa ayahnya tidak mungkin mengomentari tuduhan terkait dengan bahan kimia tersebut karena itu "benar-benar tidak masuk akal".

Penemuan tentang kemungkinan hubungan antara Savaro dan para pengusaha Suriah telah menimbulkan pertanyaan di antara beberapa orang di Beirut tentang apakah amonium nitrat, yang digunakan untuk pupuk tetapi juga bahan peledak, mungkin ditujukan untuk Suriah.

 "Kami ingin ini diselidiki," kata Youssef Lahoud, pengacara yang mewakili sekitar 1.400 korban ledakan itu, kepada Reuters.

 "Itu mungkin tidak membawa kita kemana-mana atau mungkin benang yang terurai tapi kita harus menindaklanjutinya."

Baca juga: Lebanon Pesan 2,1 Juta Dosis Vaksin Covid-19 Pfizer, Diperkirakan Tiba Februari 2021

Baca juga: Lebanon Deteksi Virus Corona Ganas dari Inggris

 Menteri Kehakiman Lebanon Marie Claude Najm mengatakan kepada Reuters bahwa laporan tersebut harus diselidiki, seperti halnya tuduhan lain yang terkait dengan penyelidikan yang sedang berlangsung atas ledakan itu, yang berada di tangan hakim penyelidik dan dirahasiakan.

 Daftar Companies House mengidentifikasi seorang warga negara Siprus, Marina Psyllou, sebagai direktur dan pemilik mayoritas Savaro sejak 2016.

Psyllou mengatakan kepada Reuters melalui email pada hari Jumat bahwa dia tidak mengelola atau memiliki Savaro.  Dia tidak menanggapi pertanyaan tentang Haswani.

Ledakan Beirut menewaskan 200 orang, melukai ribuan orang dan menghancurkan seluruh lingkungan sekitar.  Para pejabat mengatakan bahan kimia itu terbakar setelah disimpan di pelabuhan dalam kondisi buruk selama bertahun-tahun.(reuters/sak)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved