Opini

Unsyiah atau USK Tetap Sy'iah

PASCAKELUAR Edaran Rektor Universitas Syiah Kuala Nomor B/6317/UN11/OT.00.00/2020, tanggal 30 Desember 2020 tentang penyelelarasan penulisan

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Unsyiah atau USK Tetap Sy'iah
IST
A. Wahab Abdi,  Dosen FKIP Universitas Syiah Kuala

Oleh A. Wahab Abdi,  Dosen FKIP Universitas Syiah Kuala

PASCAKELUAR Edaran Rektor Universitas Syiah Kuala Nomor B/6317/UN11/OT.00.00/2020, tanggal 30 Desember 2020 tentang penyelelarasan penulisan dan penyebutan singkatan Universitas Syiah Kuala, beragam komentar di kalangan masyarakat bermunculan. Perubahan penulisan akronim Unsyiah menjadi singkatan USK untuk nama universitas "Jantong Hate Rakyat Aceh" ini, menjadi trending topic dalam masyarakat Aceh sampai saat ini. Komentar terbelah manjadi dua kelompok, yakni kelompok yang kontra dan yang mendukung. Ada juga sebagian yang netral atau cuek saja.

Tapi yang perlu digarisbawahi bahwa munculnya komentar tersebut dipicu oleh dorongan emosional antara kampus ini dengan masyarakat Aceh. Dorongan emosional menumbuhkan sikap peduli yang begitu tinggi terhadap kampus Universitas Syiah Kuala. Efeknya adalah apapun yang terjadi di kampus ini akan ada reaksi responsif masyarakat.

Diskursus trending topic ini tidak hanya di media massa dan media sosial, melainkan juga di warung kopi. Bahkan di warung kopi perdebatannya jauh lebih sengit antara yang kontra dengan yang pro terhadap perubahan itu.

Terkesan syi'ah

Menurut kalangan yang pro akan perubahan menjadi USK, membaca singkatan lebih praktis dibandingkan dengan akronim. Dari sudut morfologi abreviasi, penulisan singkatan ini dianggap sangat klop dengan nama perguruan tinggi ini, yakni universitas (U) syiah (S) kuala (K).

Sebagian lain beralasan atas dasar fakta empiris, yakni akronim Unsyiah terasa kental dengan nama aliran "syi'ah". Sering kali universitas ini dianggap sebagai salah satu perguruan tinggi yang mengajarkan aliran syi'ah, terutama menurut pandangan kalangan luar Indonesia. Mereka kerap mempertanyakan apakah Unsyiah itu berarti

perguruan tinggi beraliran syi'ah. Akibatnya, warga USK harus menjelaskan panjang lebar kepada pihak luar untuk meluruskan pemahaman yang bengkok ini.

Ada juga sebagian yang berpandangan bahwa perubahan itu untuk kepraktisan. Konon mengucapkan singkatan jauh lebih praktis ketimbang akronim. Ungkapan yang merujuk kepada nama lembaga secara lebih praktis dewasa ini penting dikembangkan mengingat tatanan global semakin menuntut kepraktisan.

Selain itu, sejumlah perguruan tinggi yang sebelumnya menggunakan akronim juga mulai mengganti dengan singkatan. Artinya bahwa akhir-akhir ini juga ada gejala beralih nama perguruan tinggi dari akronim ke singkatan. Berubah dari akronim ke singkatan bukanlah hal tabu.

Sarat nilai historis

Kalangan yang menolak perubahan menjadi singkatan USK, dan bertahan dengan akronim Unsyiah beragumentasi bahwa nama itu sarat nilai historis. Kelahiran universitas tertua di Aceh ini tidaklah semudah mendirikan perguruan di era sekarang.

Atmosfer sosial politik dan budaya ketika itu yang penuh dengan gejolak, amatlah tak kondusif untuk mendirikan perguruan tinggi di Aceh. Awan kelam itu semakin diperberat oleh kondisi finansial pemerintah yang sangat terbatas.

Ternyata realita sosial politik dan ekonomi yang demikian morat marit saat itu, bukanlah halangan bagi para tokoh Aceh untuk memikirkan masa depan pendidikan di Aceh. Pascaterbentuk Provinsi Aceh tahun 1957-lepas dari Sumatera Utara, para pemimpin Aceh seperti Gubernur Ali Hasjmy, Penguasa Perang Kolonel Sjamaun Gaharu dan sejumlah figur lainnya terus memikirkan masalah pendidikan di Aceh.

Mereka akhirnya mampu meyakinkan pemerintah pusat bahwa pendirian sebuah perguruan tinggi di Daerah Modal adalah suatu keniscayaan demi masa depan generasi penerus Aceh.

Realisasi dari gagasan besar ini adalah lahirnya Yayasan Dana Kesejahteraan Aceh (YDKA) pada 21 April 1958. Yayasan ini dibentuk untuk mendukung pembangunan bidang rohani dan jasmani demi terwujudnya masyarakat Aceh yang sejahtera. Program utama YDKA adalah (1) mendirikan perkampungan pelajar dan mahasiswa di ibu kota provinsi dan di setiap ibu kota kabupaten di seluruh Aceh; dan (2) mengusahakan sebuah universitas di Aceh.

Tidak lama setelah YDKA terbentuk, dibentuk pula Komisi Perencana dan Pencipta Komplek Pelajar dan Mahasiswa (Kopelma) Darussalam yang dimotori oleh Penguasa Perang Kolonel Sjamaun Gaharu. Komisi  ini berfungsi sebagai pemikir, inspirator, dan kreator. Sedangkan YDKA sebagai pelaksana dengan mengandalkan rakyat sebagai modal utama.

Tak lama setelah terbentuk, komisi ini berhasil merumuskan beberapa hal mendasar. Hal-hal mendasar dimaksud antara lain adalah menciptakan nama "Darussalam" sebagai Kota Pelajar dan Mahasiswa (Kopelma), serta (Tgk) "Syiah Kuala" sebagai nama universitas yang akan dibangun. Artinya bahwa untuk menggodok nama universitas ini bukan pekerjaan cilet-cilet, melainkan melalui suatu komisi perencana dan pencipta.

Soal bagaimana teknisnya, tidak ada data yang menjelaskan prosesnya. Namun suatu hal yang dapat dipastikan bahwa nama itu adalah hasil pemikiran yang cermat dan teliti yang sarat makna historis, era kekinian dan visioner.

Dalam perjalanan selanjutnya tidak banyak informasi yang menjelaskan mengapa Universitas Syiah Kuala ditulis dalam bentuk akronim "Unsyiah". Apakah hanya mengikuti tradisi pada masa itu, yang mana sejumlah perguruan tinggi lainnya yang lebih dulu lahir yang menggunakan nama tokoh penting juga ditulis secara akronim.

Misalnya Unand, Unsri, Unpad, Undip, Unair, Unhas, dan lain-lain.

Selain itu, penggunaan akronim dalam ilmu bahasa dapat dilihat dari banyak aspek, di antaranya adalah dari aspek politis dan sosiologis. Secara politis dan sosiologis akronim bisa berfungsi untuk mengomunikasikan identitas daerah. Barangkali akronim

Unsyiah juga dibuat untuk mencerminkan karakter keacehan. Karakter Aceh yang paling tampak di sini adalah syiah-nya. Di sini dieja dengan pakai "ya" sehingga ejaannya menjadi "syiyah", bukan pakai "ain" sehingga ejaannya menjadi "syi'ah".

Sedangkan pada singkatan USK, tidak tampak karakter Aceh di situ, kecuali setelah ditulis kepanjangannya.

Tetap syiah 

Dari sejumlah informasi yang ada seperti kita paparkan, maka pertanyaannya selanjutnya adalah apakah perubahan itu bisa menyelesaikan masalah? Ternyata tidak.

Di satu sisi, penulisan singkatan USK berpengaruh cukup signifikan terhadap pelunturan nilai-nilai historis yang ada pada akronim sebelumnya. Akronim Unsyiah sudah sangat menyatu dengan masyarakat Indonesia. Saat mendengar nama ini, maka secara spontan pendengar mengetahui bahwa ini adalah salah satu perguruan tinggi yang ada di Aceh. Karakter ke-Aceh-an kelihatan pada akronim tersebut.

Bagi masyarakat Aceh, tentu saja akronim Unsyiah jauh lebih bermakna lagi baik secara historis, politis, sosial maupun budaya. Begitu mendengar ungkapan Unsyiah, maka langsung akan terbayang sejarah kelahirannya dalam kemelut politik, sosial dan budaya.

Pada sisi lain, kata "syiah" masih tetap ada dalam prasa "syiah kuala". Artinya bahwa jika alasannya adalah untuk menghilang dialektika "syi'ah" yang bernuansa kesyiahan bagi orang luar Aceh saat mengeja kata "syiah", maka alasan itu kurang logis. Sebab, saat membaca kepanjangan dari USK juga masih ada ejaan "syiah"-nya.

Dengan demikian simpulannya adalah mau Unsyiah atau USK, ternyata tetap sy'iah.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved