Berita Aceh Besar
Semua Pengungsi Dampak Tanah Bergerak di Lamkleng Aceh Besar Kembali ke Rumah
Menurut Fajri, ketika hujan deras tidak turun, maka tanah di blok longsor tersebut tidak lagi labil dan juga tidak jenuh terhadap air.
Penulis: Yarmen Dinamika | Editor: Mursal Ismail
Menurut Fajri, ketika hujan deras tidak turun, maka tanah di blok longsor tersebut tidak lagi labil dan juga tidak jenuh terhadap air.
Laporan Yarmen Dinamika | Jantho
SERAMBINEWS.COM, ACEH BESAR - Semua pengungsi yang berjumlah 71 orang di Gampong Lamkleng, Kecamatan Kuta Cot Glie, Kabupaten Aceh Besar, tidak lagi bernaung di tenda seperti yang mereka lakoni sejak 15 Januari lalu.
Terhitung 30 Januari malam semua mereka sudah kembali ke rumah masing-masing.
Para pengungsi itu mulai berani kembali ke rumahnya bukan karena sudah berakhir fenomena tanah bergerak (longsor) di desa tersebut.
Tanah di desa itu masih tetap bergerak, tetapi penurunannya sudah sangat minim.
“Soalnya, sudah lebih dua minggu tidak turun hujan di desa kami,” kata Keuchik Lamkleng, Muhammad Fajri menjawab Serambinews.com di bawah tenda pengungsi, Senin (1/2/2021) petang.

Baca juga: Ini Jumlah Tenaga Kesehatan RSU Cut Meutia Aceh Utara yang Akan Divaksin dan Tidak Divaksin
Baca juga: Tersulut Api Cemburu, Pemuda di Lhokseumawe Bacok Seorang Remaja
Baca juga: Warga Myanmar Buru Barang dan Tarik Uang di ATM
Menurut Fajri, ketika hujan deras tidak turun, maka tanah di blok longsor tersebut tidak lagi labil dan juga tidak jenuh terhadap air.
Kondisi ini sangat menguntungkan warga desa, karena permukaan tanah tidak turun secara signifikan.
Warga pun tidak perlu terlalu mencemaskan tanah yang mereka tempati bakal amblas secara mendadak.
“Atas pertimbangan itulah perangkat desa berembuk untuk mengizinkan warga yang selama ini mengungsi di bawah tenda kembali ke rumah masing-masing.
Tapi kalau sewaktu-waktu turun hujan deras, warga kita minta mengosongkan rumahnya dan segera kembali ke tenda pengungsi,” kata Muhammad Fajri di sela-sela kunjungan tim Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Perpusip) Aceh ke desa itu, Senin (1/2/2021) sore.
Amatan Serambinews.com, kedalaman tanah yang amblas di Lamkleng kini bervariasi.
Di sebelah timur desa itu, tanah yang turun antara 5-6 meter. Di bagian tengah arah ke barat, tanah yang turun tak sampai 4 meter.
Namun, sudah membentuk ceruk mirip alur sungai. Jika hujan turun, maka air hujan tergenang di ceruk tersebut.
Di titik ini juga beberapa kuburan ikut amblas dan bingkai betonnya patah. Namun, belum ada satu pun kerangka manusia yang menyembul ke luar.
Sementara itu, jalan aspal di tengah perkampungan tersebut yang lebarnya 3 meter, sedikit demi sedikit amblas, sehingga kini hanya tersisa 1,5 meter.
Sisa jalan selebar ini tak mungkin lagi dilintasi mobil dan becak, kecuali sepeda motor. Lokasi ruas jalan yang amblas ini bersisian dengan areal pemakaman umum yang kondisinya kini porak-poranda.
Ke arah sungai (di bagian selatan Gampong Lamkleng) kondisi tanah longsor terlihat semakin parah. Terjadi rekahan dan retakan baru yang sekilas seperti baru saja dibuldozer.
Padahal, kulit bumi yang terjungkat ke atas itu merupakan bagian dari fenomena geologis tanah bergerak. Beberapa pohon juga tambah semakin condong ke arah sungai.
Sedangkan rumpun bambu rata-rata sudah terjungkal karena karena tanahnya amblas.
Panjang retakan di desa itu, dari arah timur ke barat, mencapai 300 meter, sedangkan lebarnya sekitar 150 meter sampai ke bawah tebing ke arah sungai (Krueng Aceh).
Secara umum, kondisi desa itu kini masih mencemaskan, karena muka tanah terus turun, meski tidak sedrastis ketika hujan turun dengan intensitas tinggi.
Sementara itu, meski tenda besar di tengah Gampong Lamkleng itu tidak lagi ditempati pada malam hari, tetapi pada sore hari ibu-ibu dan anak-anak banyak yang berkumpul di bawah tenda milik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Besar itu.
Mereka duduk bercengkarama di bawah tenda dan terkadang menunggu pembagian logistik dari dinsos setempat, pihak kecamatan, atau donatur lainnya.
Kemarin sore, tenda pengungsi itu tampak penuh. Sekitar 40 anak usia PAUD, TK, dan SD bergabung dengan 20-an ibu-ibu desa itu di bawah tenda.
Anak-anak dengan penuh ceria ikut lomba mewarnai yang diselenggarakan oleh Tim Perpusip Aceh. Mereka juga mendengarkan cerita dan menyangi bersama yang dipandu petugas dari dari Dinas Perpusip Aceh. (*)