Berita Banda Aceh
Untuk Sementara, Bandara SIM tak Layani Penerbangan Asing, Ini Upaya Pemerintah Aceh Agar Tetap Ada
Hal ini juga menyusul Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI tahun 2020 yang telah menetapkan 7 bandara di Indonesia yang tetap
Penulis: Herianto | Editor: Mursal Ismail
Tahun 2017, jumlah penumpang luar negerinya sudah 210.521 orang, tahun 2018 meningkat menjadi 260.106 orang, tahun 2019 naik lagi menjadi 370.525 orang dan tahun 2020 dalam masa pandemi turun menjadi 57.331 orang.
Sementara penumpang domestik, malah cenderung menurun.
Tahun 2018 sebanyak 1.013.304 orang, tahun 2019 turun menjadi 736.257 orang, tahun 2020 turun lagi menjadi 324.058 orang.
Melonjaknya penumpang luar negeri di Bandara SIM, menurut pihak PT Angkasa Pura II, karena ada dua perusahaan maskapai penerbangan asing yang masuk ke Bandara SIM.
Ketiga maskapai itu, yakni Fire Fly tiga kali dalam satu minggu, dengan rute penerbangan Bandara SIM – Penang, kemudian Air Asia, Bandara SIM – Kuala Lumpur, juga tiga gali dalam satu minggu.
Selain itu, juga ada penerbangan umrah reguler dari Bandara SIM, tiga kali satu minggu oleh maskapai penerbangan nasional Garuda dan carteran/tentatif yang dilakukan Lion Air.
Disaat jumlah penumpang dalam negeri (domestik) sebelum pandemi covid 19, kata Ahmad Dadek, cenderung menurun, anehnya penumpang luar negeri yang berangkat dan masuk melalui Bandara SIM, malah meningkat.
Pihak BI Banda Aceh, dalam paparannya menyatakan, Bandara SIM, perlu dibuka untuk maskapai penerbangan asing.
Pasalnya akan menjadi faktor pendorong pertumbuhan industri pariwisata, investasi, perdagangan, jasa dan lainnya bagi Indonesia bagian ujong pulau Sumatera.
Selanjutnya, berbagaia fasilitas standar luar negeri yang sudah dibangun Pemerintah Aceh/Dishub Aceh, dan PT Angkasa Pura II, akan menjadi fasilitas mubazir, jika fungsikan Bandara SIM sebagai Bandara Internasional, tidak diteruskan pada tahun ini dan tahun berikutnya.
Resiko bagi Pemerintah Aceh, jika Bandara SIM tidak dibuka untuk penerbangan Internasioal, pertumbuhan industri pariwisata, perdagangan dan investasinya, dan jasanya akan melamban.
Sedangkan pendapatan daerah ini, masih sangat besar bergantung dari transfer dana pemerintah pusat, apalagi dana otsus Aceh akan berakhir pada tahun 2027.
Jika pertumbuhan industri pariwista, investasi, perdagnagan, dan jasa liannya, melamban, maka bisa menimbulkan dampak sosial ekonomi lain bagi daerah ini.
“Oleh karena itu, untuk menguatkan fiskal lokal Aceh, Bandara SIM nya, harus tetap dibuka bagi maskapai penerbangan asing,” pungkas Dadek.
Sedangkan Dedi, selaku pemimpin acara presentasi semua paparan yang mendukung Bandara SIM dibuka kembali untuk penerbangan asing itu akan disampaikan ke pemerintah pusat.
Tujuannya agar dipertimbangkan untuk dibuka kembali. (*)