Tragedi Arakundo
Kilas Balik 22 Tahun Tragedi Arakundo di Idi Cut Aceh Timur, Saya Dipukul Pakai Balok
Dalam kilas balik 22 tahun tragedi Arakundo, Serambinews.com memuat ulang cerita yang dialami seorang warga setelah pembantaian itu terjadi.
Penulis: Firdha Ustin | Editor: Mursal Ismail
Tragedi Arakundo adalah sebuah peristiwa pembantaian sipil yang terjadi tanggal 3 Februari 1999 di Idi Cut, Aceh, Indonesia.
SERAMBINEWS.COM - Hari ini, Rabu (3/2/2021), Aceh mengenang tragedi Idi Cut atau juga lebih dikenal Tragedi Arakundo.
Tragedi Arakundo adalah sebuah peristiwa pembantaian sipil yang terjadi tanggal 3 Februari 1999 di Idi Cut, Aceh, Indonesia.
Dalam kilas balik 22 tahun tragedi Arakundo, Serambinews.com, memuat ulang cerita yang dialami seorang warga setelah pembantaian itu terjadi.
Kisah ini pernah diterbitkan Harian Serambi Indonesia, pada Selasa (16/2/1999).
Saya Dipukul Pakai Balok
Jiwanya masih trauma.
Nada bicaranya juga penuh ketakutan.
Anwar Yusuf (23) relawan Forum Peduli Hak Azasi Manusia (FP HAM) yang 7 Februari 1999, ia diculik seorang intel dari jajaran Kodim 0104 Aceh Timur memberikan pengakuan di hadapan para wartawan tentang apa yang dialaminya.
"Yang paling sakit, ketika saya dipukul pakai balok broti," kata Anwar Yusuf lirih.
• Jalan Penghubung Desa Putus Diterjang Abrasi Sungai Arakundo, Bupati Tinjau Pembuatan Jalan Baru
Dalam jumpa pers di kantor FP HAM Banda Aceh, Anwar membeberkan kronologi penculikan atas dirinya.
Didampingi anggota Dewan Penasihat FP HAM Aceh, di antaranya Ir Abdul Gani Nurdin, Letkol (Purn) Rusli Yusuf, dan Teuku Sulaiman relawan FP HAM yang bertugas di Idi Rayeuk, Aceh Timur itu, ia sesekali mengurut dadanya sebab masih merasa sakit
Menurut penuturan pemuda yang sehari-hari bekerja sebagai nelayan itu, pada Minggu (7/2/1999), sekitar pukul 18:30 WIB, seorang tentara menjemputnya dari rumah.
Saat itu Anwar baru saja pulang dari Arakundo dengan sejumlah anak muda untuk melihat-lihat proses pencarian korban insiden Idi Cut yang dibuang ke sungai tersebut.
Berikut pengakuan pria yang terkesan lugu itu.
Azan terus menggema ketika saya dipaksa ke Markas Koramil Idi Rayeuk.
Saya katakan bahwa saya belum shalat.
Saya minta waktu untuk shalat. Diízinkan.
• Seorang Pria Aceh Timur Digigit Buaya di Sungai Arakundo, Kakinya Terluka, Begini Kronologisnya
Lalu, saya dibawa ke rumah Kak Wiwiek, yang letaknya dekat rumah H Helmi Almujahid.
Saya ditanya macam-macam oleh empat orang aparat. Salah satunya adalah Rusli Malem.
"Buat apa kamu bawa anak-anak ke Arakundo," tanya mereka.
Saya jawab yang sebenarnya. Tapi mereka tak percaya. Saya dituduh GPK lah, korban politik sambil terus dipukuli.
Pak Rusli tak memukul saya. la hanya mengancam saja. Sedangkan, tiga lainnya memukul dengan balok broti, sapu dan bahkan kursi.
Saya juga disiram pakai kopi dan diancam tembak sambil diperlihatkan peluru.
Saya hanya berdoa dan terus memohon perlindungan dari Allah.
Saya pikir saya pasti akan dibunuh. Setelah puas memukul saya bergantian, baju dan celana saya disuruh buka.
• Jalan Penghubung Desa Putus Diterjang Abrasi Sungai Arakundo, Bupati Tinjau Pembuatan Jalan Baru
Kemudian blok broti diletakkan di bawah pangkal lutut saya dan disuruh jongkok. Tentu saja sakit.
Paha saya disuruh rapatkan. Mereka meletakkan lilin yang menyala di dekat pangkal paha saya. Saya tak bisa menahan. Rasanya sakit sekali.
Setelah puas memukul, saya disuruh tidur sambil duduk di kursi. Tentu tanpa pakai baju.
Sekitar pukul 5:30 WIB hari Senin (8/2/1999), saya dibawa ke Markas Kodim Aceh Timur di Langsa. Di sini, saya juga dipukul lagi.
Saya ditunjuki gambar-gambar orang GPK. Tentu saja saya tidak kenal mereka.
Saya bilang kepada orang yang menangkap saya, ini salah Bapak, sebab saya tidak melakukan kesalahan apapun, kenapa ditangkap. Dia marah sekali dan langsung menendang saya.
Kemudian, saya dibawa ke kantor Polres Aceh Timur dan langsung dimasukkan dalam tahanan.
• Mahasiswa Peringati Tragedi Arakundo
Di tempat ini, saya tidak dipukul lagi. Polisi baik-baik dan menanyakan mengapa saya ditangkap.
Saya jelaskan semuanya. Saya berada di Mapolres selama dua hari. Pada hari Rabu (10/ 2), saya dibebaskan setelah menandatangani hasil pemeriksaan.
Setelah Anwar menceritakan pengalamannya selama berada dalam "penyekapan" aparat, Abdul Gani Nurdin menyatakan bahwa seharusnya hal-hal seperti itu tidak perlu terjadi.
Bagaimana mereka dapat mengambil orang tanpa surat perintah.
Ini sangat kami sesalkan terjadi terhadap salah seorang anggota relawan FP HAM," katanya.
Menjawab pertanyaan wartawan apkah FP HAM akan menuntut terhadap kasus yang dialami salah seorang relawannya, Abdul Gani menyatakan, pihaknya hanya bisa memberi saran mengenai jalur hukum bila itu ditempuh yang bersangkutan.
• Peringati 21 Tahun Tragedi Arakundo, Mahasiswa Sampaikan Empat Tuntutan Saat Demonstrasi
"Sebab, yang berhak menuntut adalah korban sendiri itu atau keluarganya," ujar Gani sambil menambahkan bahwa FP HAM siap menyediakan penasihat hukum.
Anwar pergi ke Banda Aceh, pada Jumat malam lalu, berkat bantuan mahasiswa yang mendirikan posko di Idi Cut.
Anwar merupakan salah seorang putra dari enam bersaudara pasangan Yusuf (50-an) dengan Azizah (40-an).
Kedua orang tuanya sudah bercerai sejak tahun 1991 silam.
Namun, kata Anwar, hubungan dirinya dengan kedua orang tuanya baik-baik, meski ayahnya sudah menikah lagi.
"Ibu saya juga pernah kawin, tapi sudah bercerai," katanya.
Walaupun ia tinggal bersama ibunya, Anwar masih sering bertemu ayahnya yang sehari-hari bekerja sebagai pembuat cincin sumur. (Arsip Serambi Indonesia/Serambinews.com/Firdha Ustin)
Baca juga berita lainnya
• Bos Warung Kopi Serang dan Ancam Petugas saat Razia Prokes, Ternyata Anak Pensiunan Polri
• Lesti Kejora dan Rizky Billar akan Menikah, Begini Respons Rizki DA Mantan Kekasih
• Berawal dari Cinta Lokasi, Pedangdut Lesti Kejora Ungkap Perjalanan Cintanya dengan Rizky Billar