Breaking News

Tragedi Arakundo

Kilas Balik 22 Tahun Tragedi Arakundo Idi Cut, Cendekiawan Unsyiah Kutuk Pelanggaran HAM di Aceh

Unsyiah mengutuk aksi kekerasan tersebut telah dimuat pada berita versi cetak Harian Serambi Indonesia pada 5 Februari 1999.

Penulis: Syamsul Azman | Editor: Mursal Ismail
Dokumen Koran Serambi Indonesia (5/2/1999)
Korban tragedi Arakundo sedang diangkut oleh warga 

Cendekiawan yang juga Rektor Unsyiah ketika itu, Dayan Dawood, juga turut angkat suara dan mengutuk aksi kekerasan ketika itu. 

SERAMBINEWS.COM - Tragedi Arakundo yang terjadi di Idi Cut, Aceh Timur, Provinsi Aceh pada 3 Februari 1999, menyimpan kenangan kelam bagi keluarga korban.

Pasalnya, dalam tragedi berdarah semasa Aceh masih konflik ini, banyak nyawa melayang. 

Cendekiawan yang juga Rektor Unsyiah ketika itu, Dayan Dawood juga turut angkat suara dan mengutuk aksi kekerasan ketika itu. 

Unsyiah mengutuk aksi kekerasan tersebut. 

Hal ini sebagaimana dimuat Harian Serambi Indonesia pada 5 Februari 1999.

Rektor Universitas Syiah Kuala, Dayan Dawood, menyatakan pihak universitas dipimpinnya itu mengutuk setiap pelanggaran HAM yang terjadi di Aceh akhir-akhir ini (ketika itu).

Sekaligus menyerukan agar setiap pelanggaran HAM dihentikan, baik yang berlangsung tersembunyi, apalagi yang terang- terangan, yang dilakukan oleh siapapun.

Peringati 21 Tahun Tragedi Arakundo, Mahasiswa Sampaikan Empat Tuntutan Saat Demonstrasi

Hal itu dikemukan Dayan dalam sambutannya pada upacara pengukuhan Prof TA Hamid MAB sebagai Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Manajemen Strategis Fakultas Ekonomi Unsyiah.

Pengukuhan itu tergolong istimewa karena Teuku Hamid yang dikukuhkan sebagai guru besar ke-27, merupakan alumnus pertama dari sekitar 20.000 sarjana Unsyiah.

Di depan anggota senat dan ratusan civitas akademika Unsyiah, Dayan banyak mengulas peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM yang belakangan ini berbiak di Aceh.

Mulai dari semasa DOM. Operasi Wibawa '99, sampai Insiden Idi yang terbaru.

"HAM harusnya kita maknai dan posisikan sebagai hak kodrati manusia, yang apabila hak itu tidak ada, kita tidak bisa hidup sebagai manusia. Dan, hak-hak itu tidak boleh dicabut dan disewenang-wenangi." ujarnya.

Dayan menghendaki, tatkala kita melangkah menuju tata dunia baru yang lebih berperadaban di abad 21 kita harus menjadikan HAM sebagai para- meter dalam bertindak dan bertugas dalam artian HAM harus ditegakkan dan dihormati sedemikian rupa.

Peringati 21 Tahun Tragedi Arakundo, Mahasiswa Sampaikan Empat Tuntutan Saat Demonstrasi

Dengan apresiasi yang tinggi terhadap HAM, diikuti dengan memberi ruang yang subur bagi tumbuhnya benih demokrasi.

Dayan yakin, sendi-sendi masyarakat madani yang kita idam- idamkan akan tercapai.

Yang justru menjadi salah satu agenda dalam reformasi damai yang dimotori oleh para mahasiswa.

Sejalan dengan itu. Dayan mengingatkan bahwa perguruan tinggi bukan hanya abdi masyarakat, tapi juga kritisi masyarakat karena sifatnya yang independen.

Ini mengandung konsekuensi bahwa selalu harus ada tegangan kreatif antara keduanya, yang bisa diwujudkan dengan cara memahami kapan perlu melayani keinginan masyarakat, kapan mendukungnya, kapan mengkritik, kapan pula harus menolaknya.

Itu pula sebabnya, atas nama senat universitas.

Unsyiah mendukung upaya-upaya masyarakat korban DOM mendapatkan keadilan, perhatian, dan rehabilitasi psikis, dan pemulihan taraf hidup.

Tapi, di sisi lain Unsyiah, menurut Dayan, masih bersikap watt and see dalam mendukung tuntutan mayoritas mahasiswa utuk menuntut referendum, bila yang mereka maksud dengan itu adalah Aceh harus pisah dari republik.

VIDEO - 21 Tahun Tragedi Berdarah Krueng Arakundo Aceh Timur, Negara Diminta Bertanggung Jawab

Sikap tersebut diambil, karena akademisi di Unsyiah, masih menaruh sedikit harapan bahwa pusat akan segera mengubah paradigma kepeduliannya terhadap Aceh pasca-DOM.

"Aksi-aksi kerusuhan yang belakangan banyak terjadi, kita harapkan tidak dengan mudah dijuruskan ke makar timpalnya.

Investasi

Dalam pidato pengukuhannya berjudul Investasi Swasta dan Birokrasi Pe merintah, Prof TA Hamid MAB percaya, investasi swasta di daerah-daerah luar Jawa dan Bali dapat ditingkatkan dengan penciptaan iklim investasi yang sehat dan kondusif.

Itu pun dengan menyediakan berbagai insentif dan kebijakan yang dinamis, yang dapat merangsang minat para investor bersedia investasi di daerah daerah luar Jawa, termasuk Aceh.

Peringati Tragedi Berdarah Arakundo, Sejumlah Mahasiswa Gelar Aksi di Banda Aceh

Strategi lain yang bisa dilakukan untuk meningkatkan investasi swasta itu adalah dengan mendorong investasi yang produktif dan efisien.
Sehingga tidak menimbulkan biaya ekonomi tinggi.

Perlu pula didorong peran aktif Pemda dalam meningkatkan investasi di daerahnya dengan memberikan berbagai ke mudahan dalam bentuk perangkat lunak dan keras.

Selain itu, perlu dipercepat upaya penyediaan SDM dengan kekuatan yang memadai, mendorong terbentuknya lembaga keuangan yang kondusif untuk pengembangan dunia usaha.

Suami Tjut Fauziah ini juga merekomendasikan agar segera ditingkatkan upaya desentralisasi dalam bidang otonomi dan keuangan daerah.

"Juga dengan cara mempercepat penyelesaian peta-peta wilayah yang dapat dijadikan kawasan andalan," timpal mantan Ketua BPKMD Aceh ini.

la juga menganjurkan pemerintah untuk dapat menggairahkan para pengusaha di daerah untuk aktif ikut dalam program IMT-GT, IMS-GT, dan BIM-EAGA.

Genap 18 Tahun Lalu, Rektor Unsyiah Prof Dayan Dawood Meninggal Ditembak, Begini Kronologisnya

Seperti diketahui, beberapa tahun kemudian, Prof Dr Dayan Dawood, juga meninggal ditembak OTK di Banda Aceh. 

Berikut berita kilas balik tentang penembakannya. 

Jam menunjukkan pukul 14.50 WIB, hari itu, Kamis 6 September 2001, Rektor Unsyiah, Prof DR Dayan Dawood bergegas hendak pulang ke kediamannya di kawasan Lampineung, Banda Aceh.

Bersama sopir pribadinya kala itu bernama Misran, Sang Profesor pulang menyusuri jalan T Nyak Arief menggunakan sedan Corona hitam BL 415 AH.

Sama sekali tak terngiang, bahwa keduanya akan diserang oleh beberapa orang yang menunggangi sepeda motor dan membawa senjata.

Menurut Misran, sopir Prof Dayan Dawood saat itu, dua pelaku dari atas sepeda motor melepas dua tembakan yang  mengenai kaca jendela mobil bagian belakang.

Dilansir dari liputan6.com, tembakan yang diduga berasal dari senjata laras panjang itu mengenai pipi dan pundak kiri korban.

Selepas menembak, dua pelaku itu langsung melarikan diri ke arah kota.

Sontak, masyarakat yang sedang melintas tertegun melihat kejadian itu.

Seketika suasana di kawasan jalan tersebut langsung mencekam, Sang Profesor didapati berlumuran darah di dalam mobil.

Sebelum meninggal, Prof Dayan sempat dilarikan ke Rumah Sakit Umum Dokter Zainal Abidin (RSUZA) yang berjarak sekitar 200 meter dari lokasi kejadian.

Tapi, tak lama berada di rumah sakit, Prof Dayan menghembuskan napas terakhirnya, Dayan meninggal meninggal dunia.

Sang Profesor dimakamkan di pemakaman keluarga di kawasan Lhoknga, Aceh Besar, keesokan harinya, Jumat 7 September 2001.

Ribuan orang hadir, mereka mengikuti prosesi pemakaman jenazah Sang Rektor. Sebelum dikebumikan, jenazah disemayamkan di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh.

Di tempat yang sama, juga dilakukan shalat jenazah yang dipimpin Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman saat itu, KH Sofyan Hamzah.

Gubernur Aceh kala itu, Abdullah Pute,h juga ikut mengiringi jenazah almarhum.

Tak kurang sekitar 1 kilometer iring-iringan rombongan mengantarkan jenazah Prof Dayan Dawood menuju tempat peristirahatan terakhirnya saat itu.

Tak hanya masyarakat, ribuan mahasiswa Unsyiah juga ikut mengantar kepergian rektor mereka.

Kepergian Dayan Dawood membuat dunia pendidikan Aceh kelam kalam.

Kepergiannya adalah kehilangan yang cukup berarti di dunia pendidikan saat itu.

Sebab, semasa hidup, almarhum dikenal sebagai sosok yang mengecam keras setiap aksi pembakaran gedung sekolah di Aceh, saat konflik berkecamuk.

Meninggalnya Prof Dayan Dawood setelah ditembak oleh dua pelaku saat itu, menambah daftar hitam kasus pembunuhan terhadap para tokoh di Aceh.

Sebelum Prof Dayan Dawood, tepatnya Februari 2000, seorang Anggota DPR RI, Tengku Nashirudin Daud dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ditemukan tewas di kawasan Pemandian Sembahe Bandar Baru, Sibolangit, Sumatra Utara.

Selanjutnya, pada 7 September 2000, pendiri International Forum on Aceh (IFA) M Dja`far Sidik, hilang diculik selama sebulan.

Mantan wartawan ini, kemudian diketahui termasuk seorang dari lima jenazah yang ditemukan tewas di Medan.

Masih di bulan yang sama, Rektor IAIN Ar Raniry Banda Aceh Prof Dr H Safwan Idris MA tewas akibat tembakan dua pemuda tak dikenal.

Ketua Majelis Ulama Indonesia daerah Aceh ini adalah seorang di antara kandidat gubernur Aceh periode 2000-2005.

Almarhum Prof Dr Safwan Idris (Sumberpost.com)
Sedangkan bulan sebelumnya, yakni Mei 2001, Mayor Jenderal Purnawirawan Teuku Djohan, juga tewas ditembak dua orang tak dikenal.

Mantan wakil gubernur Aceh yang menjadi anggota MPR ini ditembak seusai melakukan salat Maghrib di Mesjid Baiturrahman Banda Aceh.

Siapa pelakunya?

Setahun setelah kejadian penembakan Rektor Unsyiah, Prof DR Dayan Dawood, Kepolisian Nanggroe Aceh (Polda Aceh saat ini) berhasil mengungkap misteri di balik kasus penembakan tersebut.

Dilansir dari portal tempo.com yang diterbitkan 23 Agustus 2003, Polda Naggroe Aceh saat itu menyebutkan, pelaku pembunuhan teridentifikasi dari Kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM) wilayah Aceh Besar.

Menurut polisi, kelompok pembunuh Dayan Dawood itu melibatkan delapan personil yakni AS, Ma, M alias L, Mu, Sb, D, E dan A.

Tersangka utama yang melepaskan tembakan ke Dayan Dawood, yakni Ma, 27 tahun, tertangkap dalam sebuah penggerebekan di Desa Tanjung Selamat, Darussalam, Banda Aceh, Jumat 28 Juni 2002 sore.

Dalam penggerebekan itu, aparat menewaskan Danil, 27 tahun, dan M alias L, 27 tahun.

Salah seorang tersangka yang juga saksi kunci pembunuhan berinisial A menuturkan, sehari sebelum peristiwa penembakan, tiga di antara mereka mengadakan sebuah rapat perencanaan di sebuah rumah di Banda Aceh.

Sementara Juru bicara GAM wilayah Aceh Besar saat itu, Muksalmina membantah keras kelompoknya terlibat penembakan Dayan Dawood.

Dia menuding pihak aparat saat itu selalu menyudutkan GAM setiap kali ada peristiwa pembunuhan dan penculikan.

Ia juga mempertanyakan alasan tuduhan keterlibatan Ayah Sofyan setelah yang bersangkutan meninggal dunia.

Beberapa tahun setelah itu, Ma yang diputuskan oleh pengadilan sebagai pelaku pembunuhan terhadap Prof Dr Dayan Dawood, divonis 17 tahun penjara.

Berita kilas balik Prof Dr Dayan Dawood meninggal dirangkum Serambinews.com dari berbagai sumber, termasuk liputan6.com dan tempo.co (Serambinews.com/Syamsul Azman/Subur Dani) 

BERITA POPULER- Pria Aceh Ditemukan Usai Hilang 32 Tahun Hingga Pria Istri 5 Perkosa 3 Wanita

BERITA POPULER- Lukisan Mirip Asli Viral di Medsos, Pria Sentuh Area Intim hingga Pasangan Tergencet

BERITA POPULER - Sosok Deva Istri Syekh Ali Jaber, Emas di Perut hingga Bocah 9 Tahun Ucap Syahadat

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved