Berita Kutaraja

Dari Mimbar Swadaya Menjelma Jadi Serambi Indonesia, Ini Kisah Perjalanannya hingga Berusia 32 Tahun

Awalnya, harian ini bernama Mingguan Mimbar Swadaya yang dipimpin oleh M Nourhalidyn (1943-2000).

Penulis: Mawaddatul Husna | Editor: Saifullah
Dok Serambi Indonesia
General Manager Bisnis Harian Serambi Indonesia, Mohd Din dalam Program Serambi Podcast special edition dalam rangka HUT Ke-32 Serambi Indonesia yang disiarkan langsung melalui Facebook Serambinews.com, Selasa (9/2/2021). 

Laporan Mawaddatul Husna | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Harian Serambi Indonesia, Selasa (9/2/2021) hari ini, tepat berusia 32 tahun.

Tentu ini bukan usia yang singkat bagi sebuah media lokal untuk tetap terus hadir menginformasikan berita-berita aktual dan terpercaya kepada masyarakat Aceh.

Awalnya, harian terbesar di Aceh ini bernama Mingguan Mimbar Swadaya yang dipimpin oleh M Nourhalidyn (1943-2000).

Manajamen yang kurang baik pada masa itu, membuat mingguan yang berdiri pada 1970-an tersebut sering tak terbit.

Tak ingin, korannya mati, M Nourhalidyn kemudian bersama sahabatnya Sjamsul Kahar yang juga wartawan Kompas di Aceh mencoba menjajaki kerja sama dengan Harian Kompas Jakarta.

Pemkab Gayo Lues Salurkan Bantuan Untuk Korban Angin Puting Beliung

Kisah Siswi SMP ‘Nyambi’ Jadi Kuli Bangunan Viral di Medsos, Dirlantas Hadiahi Sepmor untuk Zahara

Dinkes Langsa Distribusikan Vaksin 1.528 Dosis ke 5 Puskesmas dan 4 RS, Besok Suntik Serentak

Alhasil, duet Nourhalidyn-Sjamsul Kahar berhasil meyakinkan harian terbesar di Indonesia tersebut.

Dan tepat pada 9 Februari 1989, mingguan Mimbar Swadaya pun akhirnya menjelma menjadi Harian Serambi Indonesia.

M Nourhalidyn duduk sebagai Pemimpin Umum dan Sjamsul Kahar sebagai Pemimpin Redaksi ketika itu.

“Masyarakat dan pemimpin Aceh saat itu sangat berharap ada sebuah media cetak yang terbit tiap hari dan menjadi alat kontrol sosial sekaligus sebagai instrumen untuk meningkatkan kecerdasan dan pengetahuan masyarakat di provinsi ini,” kata General Manager Bisnis Harian Serambi Indonesia, Mohd Din dalam Program Serambi Podcast special edition dalam rangka HUT Ke-32 Serambi Indonesia yang disiarkan langsung melalui Facebook Serambinews.com, Selasa (9/2/2021).

Ia menambahkan, meminjam istilah Prof Dr Ibrahim Hasan MBA, Gubernur Aceh ketika itu yang juga salah seorang pendorong kehadiran media massa di Aceh: informasi yang masuk ke Aceh banyak yang digergaji dan masyarakat tidak menerima informasi seindah aslinya atau sebening kristal.

Pemerintah dan Legislatif Diminta Duduk Bersama, Bahas Pilkada Serentak di Aceh

Tahap Pertama, Dinkes Lhokseumawe Siapkan Seribuan Vaksin Covid-19 untuk Nakes

Dinkes dan RSUD Bireuen Gelar Simulasi Penyuntikan Vaksin Covid-19

Dikatakan Mohd Din, perjalanan waktu yang panjang menjadikan Harian Serambi Indonesia bukan hanya kenyang dengan pengalaman, tetapi juga banyak tantangan yang dihadapi dan tidak berjalan mulus.

Saat itu, masa Orde Baru di mana media praktis berada dalam kontrol pemerintah. Kemudian diikuti pula konflik vertikal yang mendera Aceh. Saat itu, Harian Serambi Indonesia harus pandai-pandai menitih buih.

“Di masa konflik misalnya, media ini harus tampil dengan perimbangan berita yang mutlak,” ulas Mohd Din. Sedikit keluar dari kode etik itu, harga yang harus dibayar terlalu mahal,” imbuhnya.

Pernah sekali waktu, Harian Serambi Indonesia terpaksa tidak terbit dalam beberapa hari. Pernah juga armada angkutan koran ini menjadi sasaran kemarahan pihak-pihak yang tidak jelas identitasnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved