Internasional
AS Kutuk Keras Serangan Houthi ke Arab Saudi
Pemerintahan AS mengutuk keras serangan milisi Houthi ke Arab Saudi yang menargetkan warga sipil.
SERAMBINEWS.COM, CHICAGO - Pemerintahan AS mengutuk keras serangan milisi Houthi ke Arab Saudi yang menargetkan warga sipil.
Disebutkan, hal itu sebagau tindakan tercela dari kelompok teror Houthi di Yaman.
Negeri Paman Sam itu juga memperingatkan Washington akan terus menjaga tekanan pada kepemimpinan milisi.
Upaya AS untuk mengakhiri perang di Yaman tidak menandakan perubahan sikapnya terhadap Houthi, kata juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price.
Dalam konferensi pers yang luas pada Kamis (11/2/2021), Price juga mengatakan AS menentang tindakan sepihak" oleh kedua belah pihak dalam konflik Palestina-Israel.
• Empat Drone Houthi Serang Bandara Abha Arab Saudi, Pesawat Komersil Jadi Sasaran Tembak
Bahkan, Presiden Joe Biden bergerak maju pada rencana untuk memulihkan bantuan kepada Palestina.
Biden mencabut sebutan teroris yang diberlakukan pada Houthi oleh mantan Presiden Donald Trump selama hari-hari terakhirnya di kantor.
Dilansir ArabNews, Price menegaskan kembali bahwa sanksi terhadap para pemimpin dan kelompok Houthi akan tetap ada.
“Kami akan terus menekan Houthi, jika kepemimpinan Houthi berada di bawah ilusi," ujar Price.
"Niat untuk mencabut ini menunjukkan kami akan membiarkan tekanan pada mereka, karena mereka sangat keliru, ”katanya.
“Kami akan terus menunjuk pemimpin Houthi Abdul Malik Al-Houthi, Abd Al-Khaliq Badr Al-Din Al-Houthi dan Abdullah Yahya Al-Hakim," tambahnya.
• Pemerintah Yaman Siap Akhiri Perang, Namun Houthi Masih Jadi Penghalang
"Mereka semua akan tetap ditetapkan di bawah sanksi PBB dan sanksi kami, yang terkait dengan tindakan yang mengancam perdamaian, keamanan, atau stabilitas Yaman," urainya.
Price mengatakan pemerintahan Biden terus mendukung Arab Saudi.
Dia mengutuk serangan Houthi baru-baru ini di bandara Abha dan memperingatkan terhadap serangan apapun di situs AS akan ada balasan.
Hal serupa telah diungkapkan sebelumnya oleh Menteri Luar Negeri AS, Anthony Blinken.
