9 Pasal UU ITE Yang Berpotensi Multitafsir dan Jadi Pasal Karet, Ini Penjelasan Kapolri Listyo
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Pranowo pun meminta jajarannya agar bisa selektif dalam menggunakan dan menerapkan UU ITE.
7. Pasal 40 ayat 2a tentang muatan yang dilarang. Pasal ini bermasalah karena dapat digunakan sebagai alasan internet shutdown untuk mencegah penyebarluasan dan penggunaan hoax.
8. Pasal 40 ayat 2b tentang pemutusan akses. Pasal ini bermasalah karena dapat menjadi penegasan peran pemerintah lebih diutamakan dari putusan pengadilan.
9. Pasal 45 ayat 3 tentang ancaman penjara dari tindakan defamasi. Pasal ini bermasalah karena dapat menahan tertuduh saat proses penyidikan.
Sejak diresmikan, UU No 11 Tahun 2008, khususnya pasal 27 ayat 3 sudah menjerat puluhan orang.
Sepanjang tahun 2020, lembaga pemerhati keamanan internet, Safenet mencatat sudah ada 34 kasus terjadi.
Presiden Joko Widodo sebelumnya pernah menganjurkan revisi terhadap UU ITE pada DPR pada Desember 2015 silam.
Revisi tersebut dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016.
Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informatika kala itu meyakini setelah dilakukan revisi, UU ITE tidak akan lagi mengkriminalisasi kebebasan berpendapat.
Rudiantara melanjutkan, revisi tersebut akan memberikan kepastian pada masyarakat.
Salah satunya terkait Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang kerap menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
"Dengan revisi ini, tidak ada multitafsir. Karena tuntutan hukum dari maksimal enam tahun menjadi maksimal empat tahun.
Jadi tidak bisa ditangkap baru (kemudian) ditanya, karena semuanya harus ada proses. Lalu deliknya adalah delik aduan," kata Rudiantara pada 2016 silam.
(tribunnewswiki.com)
Artikel ini telah tayang di Tribunewswiki.com dengan judul Inilah 9 Pasal UU ITE Dianggap Pasal Karet, Kapolri Listyo: Bisa Membuat Polarisasi di Masyarakat