9 Pasal UU ITE Yang Berpotensi Multitafsir dan Jadi Pasal Karet, Ini Penjelasan Kapolri Listyo

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Pranowo pun meminta jajarannya agar bisa selektif dalam menggunakan dan menerapkan UU ITE.

Editor: Amirullah
Tribunnews/JEPRIMA
Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo saat menggelar konferensi pers seudai melakukan pertemuan di kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (29/1/2021). Dalam kunjungannya Kapolri kali ini merupakan bentuk silaturahmi antara Polri dengan ormas-ormas islam yang ada dan mampu bersinergi untuk sama-sama menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. 

Hal terkait fitnah adalah pengumuman fakta yang bersifat pribadi kepada publik, yang muncul ketika seseorang mengungkapkan informasi yang bukan masalah umum, dan hal tersebut bersifat menyerang pribadi yang bersangkutan.

Hukum penjelasan palsu "terutama ditujukan untuk melindungi kesejahteraan mental atau emosional penuntut".

Jika publikasi informasi itu palsu, terjadilah kesalahan berupa fitnah.

Jika komunikasi itu tidak salah secara teknis namun menyesatkan, kesalahan berupa penjelasan palsu bisa terjadi.

Ia menganggap, pasal ini dapat digunakan untuk membatasi kebebasan berekspersi masyarakat.

Pasal itu terkait dengan penghinaan dan pencemaran nama baik melalui media massa.

Butir yang ada di pasal ini kerap kali digunakan untuk menuntut pidana pada netizen yang melayangkan kritik melalui media sosial.

Baca juga: Ibu Persit KCK Koorcab Rem 011 Panen Ikan Lele Sistem Bioflok

Baca juga: Kabar Duka, Personel Band Metal ROTOR Irfan Sembiring, Meninggal Dunia

Bunyi pasal tersebut adalah: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."

Selain pasal 27 ayat 3, Kompas.com melansir, berikut daftar delapan pasal-pasal bermasalah lainnya karena rumusan pasalnya tidak ketat (karet) dan multitafsir:

1. Pasal 26 ayat 3 tentang penghapusan informasi yang tidak relevan. Pasal ini bermasalah soal sensor informasi;

2. Pasal 27 ayat 1 tentang asusila. Pasal ini bermasalah karena dapat digunakan untuk menghukum korban kekerasan berbasis gender online;

3. Pasal 27 ayat 3 tentang defamasi, dianggap bisa digunakan untuk represi warga yang menkritik pemerintah, polisi, atau lembaga negara;

4. Pasal 28 ayat 2 tentang ujaran kebencian. Pasal ini dapat merepresi agama minoritas serta represi pada warga terkait kritik pada pihak polisi dan pemerintah.

5. Pasal 29 tentang ancaman kekerasan. Pasal ini bermasalah lantaran dapat dipakai untuk memidana orang yang ingin lapor ke polisi.

6. Pasal 36 tentang kerugian. Pasal ini dapat digunakan untuk memperberat hukuman pidana defamasi.

Halaman
123
Sumber: TribunnewsWiki
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved