Kisah Nyata

Kisah Hamzah Bertemu Adik-adiknya karena Google Maps, Sempat Mengira Hilang Saat Tsunami

Mereka hanya bisa saling menangis dan menempelkan tangan di layar HP, karena pertemuan berlangsung melalui fasilitas video call WhatsApp.

Penulis: Zainal Arifin M Nur | Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/ZAINAL ARIFIN
Hamzah (61) (kanan) dan adiknya Zulfikar (kiri) ditemui Serambinews.com, di Lhokseudu, Aceh Besar, Kamis (18/2/2021) pagi. 

Keesokan harinya, Hamzah dan Safaruddin bertatap muka untuk pertama kalinya dalam 32 tahun.

Tapi, mereka hanya bisa saling menangis dan menempelkan tangan di layar HP, karena pertemuan berlangsung melalui fasilitas video call WhatsApp.

“Setelah memastikan dan melihat wajah adik-adik saya dari layar HP, saya langsung memutuskan untuk pulang ke Aceh,” kata Hamzah.

Ia masih bisa berbahasa Aceh, tapi sudah patah-patah.

Sebaliknya, Hamzah kini sangat rancak berbahasa Minang.

“Lon meunyo peugah bahasa Aceh jak u Tebingtinggi, di sinan rame awak Aceh, na yang mukat mi aceh,” ungkap Hamzah dalam bahasa Aceh yang terdengar “tilo”.

Baca juga: Pedangdut Erie Suzan Sedih, Merinding, dan Menangis di Museum Tsunami Aceh

Baca juga: BERITA POPULER - Kisah Pria Turki Jemput Jodoh Ke Aceh Hingga Kapal Rusia Masuk Aceh Tanpa Izin

Sempat Mengira Hilang Saat Tsunami

Kepada Serambinews.com, Rabu (17/2/2021) malam, Hamzah bercerita dia sempat mengira semua keluarganya hilang atau meninggal dalam musibah tsunami yang menghantam Aceh 26 Desember 2004.

Pasalnya, saat Hamzah pergi merantau, keluarga mereka tinggal di kawasan depan Masjid Uleelheue, atau sekitar kuburan massal syuhada tsunami saat ini.

Ia tidak pernah mendapatkan kabar jika keluarganya telah pindah ke Lhokseudu, Aceh Besar, beberapa bulan setelah kepergiannya ke Sumatera Barat.

Demikian juga, Hamzah tidak pernah mendapatkan kabar duka tentang adik perempuannya Nur Azizah yang meninggal dunia pada tahun 1999.

Sama pula halnya, Hamzah tak pernah tahu jika Ibundanya Zuraida telah meninggal dunia pada tahun 2002, dan ayahandanya Hasballah meninggal dunia pada tahun 2003.

“Saat tsunami terjadi, saya melihat di televisi Uleelheue hancur total. Saya menangis sejadi-jadinya, mengingat ibu, ayah dan adik-adik saya,” kenang Hamzah sambil menyeka bulir bening di ujung matanya.

Baca juga: 32 Tahun Warga Ini Menghilang & Sempat Diduga Ikut Menjadi Korban Tsunami, Ditemukan Lewat Facebook

Baca juga: Tsunami Aceh dan Cerita SBY, dari Operasi Tanggap Darurat Hingga Berdamai dengan GAM

Ia bercerita sampai 10 hari tidak punya selera makan.

Pikirannya selalu terbayang kampung halaman yang telah hancur lebur dihantam gelombang raksasa dari Samudera Hindia.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved