Fakta 4 Ibu Ditahan dan Bawa Balita ke Penjara, Bermula Bau Tak Sedap, Lempari Atap Pabrik Tembakau
Lemparan diduga disebabkan lantaran bau pabrik tembakau yang mengganggu warga dan belum menemukan solusi.
Dia penasaran dengan kerusakan akibat lemparan batu dan kayu yang dilakukan istrinya dan empat pekerja lain.
Kompas.com juga turut mengecek kondisi pabrik di Dusun Eat Nyiur, Wajageseng itu.
Sekilas tak terlihat adanya kerusakan berarti.
Hanya sebagian atap spandek tampak lecet terkena lemparan kayu dan batu yang berukuran tak seberapa besar.
Kerugian disebut hanya Rp 2,5 juta
Yan Mangandar dari Biro Konsultasi Bantuan Hukum (BKBH) Universitas Mataram (Unram) menilai pelaporan kasus tersebut cukup berlebihan. Sebab menurutnya tidak ada kerusakan yang berarti pada atap pabrik.
"Tak ada sama sekali kerusakan berarti, itu hanya spandek yang keok, dan tidak menimbulkan cacat atau meninggalkan kerugian yang besar lebih dari Rp 2,5 juta," katanya.
Selain itu, Pasal 170 KUHP juga berlebihan jika dibandingkan dengan kerusakan yang kecil.
Dia pun menyayangkan atas penahanan ibu-ibu tersebut tanpa pendampingan hukum.
"Penahanan sangat berlebihan dan tidak ada pertimbangan yang terbaik bagi ibu-ibu dan anak anak ini. Ini yang paling utama, anaknya masih membutuhkan ASI.
Menurut kami ini kasus kecil tapi ditahan seperti ini," kata Yan.
Pabrik klaim sesuai aturan
Di sisi lain, Suhardi selaku pemilik pabrik mengaku telah memperoleh izin untuk operasional pabrik tembakau rajangan sejak 2007.
Ditanya terkait kandungan bahan tertentu pada tembakau yang menimbulkan bau menyengat sampai ke permukiman warga, Suhardi menegaskan tak bisa membagikan informasi tersebut.
"Itu tidak bisa saya sampaikan, itu rahasia pabrik ini," katanya.