Opini
Mempraktikan Syariat Islam Kaffah dalam Bermuamalah
Industri keuangan syariah berkembang pesat di Indonesia pascalahirnya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
Oleh Dr. Zaki Fuad, M.Ag, Dekan FEBI UIN Ar-Raniry
Industri keuangan syariah berkembang pesat di Indonesia pascalahirnya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah sebagai lex specialis operasional perbankan. Kekhususan teknis operasional perbankan syariah yang berbeda dengan perbankan konvensional menjadi kajian menarik dari perspektif hukum Islam di wilayah lex specialis yang memberlakukan syariat Islam kaffah.
Dalam rangka mewujudkan ekonomi masyarakat Aceh yang adil, makmur dan sejahtera dalam naungan syariat Islam diperlukan adanya regulasi operasional lembaga keuangan syariah dalam berbagai aspeknya, bank dan nonbank. Karena keberadaan lembaga keuangan syariah menjadi salah satu kunci instrumen penting bagi operasional pelaksanaan ekonomi syariah di Aceh.
Aceh diberi kewenangan khusus untuk mengembangkan dan mengatur Pelaksanaan Syariat Islam dalam kehidupan privat dan publik. Pasal 125 UUPA ayat (1) disebutkan bahwa syariat Islam yang berlaku di Aceh meliputi akidah, syariah, dan akhlak. Di dalam ayat (2) syariat Islam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi sembilan hal: (1) Ibadah, (2) Ahwalussyaksiyah; (3) Muamalah, (4) Jinayah, (5) Qadha, (6) Tarbiyah, (7) Dakwah, (8) Syiar, dan (9) Pembelaan Islam.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Syariat Islam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Qanun Aceh sebagai regulasi operasional oleh pemerintah Aceh (eksekutif) bersama DPRA (legislatif) sebagai pemegang kekuasaan politik dan hukum menyusun detail regulasi turunan dalam bentuk Qanun agar pelaksanaan
syariat Islam secara operasional di tengah masyarakat terlaksana secara de jure. Pemerintah bertanggung jawab mewujudkan pelaksanaan syariat Islam di seluruh wilayah lex specialis teritorial Aceh secara de facto. Karena perwujudan pelaksanaan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai negara, memiliki akar historis yang kuat dalam kerajaan Aceh Darussalam di abad ke-16 dan 17.
Bab XXII UUPA tentang Perekonomian 19 pasal mengatur orientasi perekonomian dimulai pasal 154 sampai pasal 173. Dibagian kedua bab ini menjabarkan Arah Perekonomian. Pasal 155 ayat (1) disebutkan perekonomian di Aceh diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing demi terwujudnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Islam, keadilan, pemerataan, partisipasi rakyat, dan efisiensi dalam pola pembangunan berkelanjutan.
Peningkatkan produktivitas dan daya saing untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sampai saat ini belum dirasakan selama tujuh puluh lima tahun kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu perlu dicari model dan konsep pembangunan ekonomi Islam berkelanjutan agar keadilan sosial yang dicita-citakan terealisasi yang berbasis pada keadilan mengakses sumberdaya produksi.
Selama ini mustahil terwujud karena pola pembangunan konvensional pilihan pemerintah. Di dalam operasionalnya self interest dalam mencari keuntungan pribadi si pemilik modal (kapitalis) jadi fokus dan mengabaikan pola kelestarian lingkumgan, akibatnya alam penyedia sumberdaya yang diekstraktif manusia menjadi rusak yang berakibat terjadinya bencana alam, seperti banjir, tanah longsor, dan likuifaksi.
Implementasi SDGs
Ekonomi syariah memiliki potensi peran transformatif mendukung implementasi agenda sustainable development goals (SDGs). SDGs memiliki 17 tujuannya: tanpa kemiskinan, tanpa kelaparan, kehidupan sehat dan sejahtera, pendidikan berkualitas, kesetaraan jender, air bersih dan sanitasi layak, energi bersih dan terjangkau, pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi, industri, inovasi dan infrastruktur, berkurangnya kesenjangan, kota dan komunitas berkelanjutan, konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab, penanganan dan perubahan iklim, ekosistem laut, ekosistem daratan, perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang tangguh, dan kemitraan untuk mencapai tujuan.
Salah satu cara meraih target SDGs difokuskan pada peningkatan kualitas sumberdaya pertanian dengan berbagai sektor usahanya. Prioritas pembangunan ini di samping menyerap banyak tenaga kerja juga menjadi sarana penyedia sumber pangan berkualitas pemenuhan kebutuhan pokok manusia. Sedang optimalisasi keuangan syariah pembangunan pertanian berasal dari harta wakaf dan pembiayaan dari Baitul Mal baik konsumtif maupun produktif.
Prioritas utama SDGs yakni tanpa kemiskinan merupakan tujuan esensial agar jangan sampai membiarkan saudara kita masih hidup dalam kemiskinan. SDGs merupakan kesepakatan masyarakat dunia untuk mewujudkan dunia yang terbebas dari kemiskinan, berkehidupan yang bermatabat, adil dan sejahtera, serta saling bekerja sama.
Data BPS per Februari 2021 Provinsi Aceh berada di peringkat pertama provinsi termisikin di Sumatera dan rangking ke-6 termiskin di Indonesia. Syariat Islam dalam praktik muamalah maliyah belum menyentuh secara substansial lembaga keuangan, sehingga belum mampu mensejahterakan. Pemberlakuan Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah bertujuan menata lembaga keuangan syariah, mewujudkan ekonomi masyarakat Aceh yang adil dan sejahtera dalam naungan syariat Islam yang kaffah.
LKS adalah regulasi lembaga keuangan bank dan nonbank yang ada di Aceh yang secara substantif "mampu" merealisasikan ekonomi masyarakat yang adil, mulia, bermartabat, dan sejahtera yang berlandaskan ajaran Islam rahmatan lil'alamin. Hal ini berdasarkan realitas sosial-keagamaan masyarakat Aceh yang dibingkai oleh tiga hal, (a) teguh dan komit dengan ajaran Islam; (b) adanya kekuatan dan bimbingan para ulama secara intens; dan (c) praktik ekonomi dalam masyarakat Aceh selama ini telah menggunakan beberapa akad muamalah dalam bisnis dan pertanian. Komitmen politik daerah dan pusat relatif kuat dalam mewujudkan ekonomi dan keuangan syariah di bawah pilar LKS.