Opini
Mempraktikan Syariat Islam Kaffah dalam Bermuamalah
Industri keuangan syariah berkembang pesat di Indonesia pascalahirnya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
Sejarah mengenal ulama tidak terbatas pada sosok yang berilmu, melainkan juga sebagai penggerak dan motivator masyarakat. Kualitas keilmuan para ulama telah mendorong mereka aktif membimbing masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Terumuskannya sistem ekonomi Islam secara konseptual, termasuk sistem perbankan syariah, adalah buah dari kerja keras para ulama yang peduli pada fikih muamalah maliyah. Dalam kehidupan tradisional masyarakat Aceh atau Indonesia telah mengenal sistem kehidupan ekonomi berbasis Islam yang diajarkan para ulama, seperti istilah maro, nelu dan sebagainya yang merupakan istilah lain bagi hasil. Hal demikian dimungkinkan dengan arahan para ulama masa dulu yang mengerti pembagian bagi hasil menurut syariat Islam (Antonio, 2001:233).
Peran para ulama sebagai pendidik dan pendakwah inharen dengan peran para nabi dan rasul yang diwarisi ulama (al-ulama waratsat al-anbiya) mencakup seluruh aspek kehidupan manusia termasuk ekonomi. Meskipun tidak semua ulama memahami detail operasional LKS, namun mereka sangat konsern terhadap upaya mewujudkan kehadiran LKS agar dalam kehidupan masyarakat tidak terjebak dalam praktik riba yang diharamkan agama.
Secara substantif regulasi pelaksanaan syariat Islam yang kaffah di Aceh tidak ada pertentangan, malah saling memperjelas koridor aplikatif pengamalan ajaran Islam dalam bentuk tanggungjawab state. Bila diawal penerapan Syariat Islam dalam berbagai sisi kehidupan ditemukan sejumlah hal belum sempurna adalah wajar dan manusiawi, namun yang terpenting niat kita terus berupaya menyempurnakan pelaksanaan syariat Islam secara kaffah untuk mencari keridhaan Allah swt dalam kesadaran kolektif bermuamalah syariah sebagai trend yang menggembirakan.