Kasus Konflik Antarnelayan
Panglima Laot Air Pinang Laporkan Lambannya Proses Hukum Anggota Pokmaswas ke Komnas HAM
Perpanjangan masa penahanan di tingkat penyidikan telah dilakukan sebanyak 3 kali tanpa dilakukan proses pemeriksaan lanjutan.
Penulis: Taufik Hidayat | Editor: Taufik Hidayat
Karena itu, Edi Saputra dan Dewi berharap Komnas HAM RI Perwakilan Aceh, segera menindaklanjuti pengaduan mereka, yaitu percepatan proses hukum terhadap para tersangka dan mengusut dugaan pelanggaran hak yang dialami tajhanan selama menjalani proses hukum.
Terkait pengaduan ini, staf Komnas HAM Kantor Perwakilan Aceh, Eka Azmiyadi mengatakan, sesuai dengan kewenangannya berdasarkan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Komnas HAM Perwakilan Aceh akan menindaklanjuti pengaduan ini dengan melakukan assesmen dan akan memilah-milah persoalan yang dialami oleh Pokmaswas, yang nantinya secara kewenangan menjadi ruang lingkup Komnas HAM.
Baca juga: PSDKP Lampulo Kirim Penyidik ke Simeulue, Tindaklanjuti 3 Kasus Pelanggaran di Perairan Konservasi
Baca juga: Pengawasan di Kawasan Konservasi Perairan Terhenti, Nelayan Kompresor di Simelue Kembali Beraksi
Baca juga: Upaya Konservasi Perairan Menunjukkan Hasil, Nelayan Butuh Inovasi Alat Tangkap Ramah Lingkungan
Baca juga: Nelayan Pulau Siumat Serahkan Sumbangan untuk Keluarga Nelayan Air Pinang yang Ditahan Polisi
Penyidik: Penahanan Sudah Sesuai Prosedur
Sementara itu, Kapolres Simeulue melalui PS Kanit Idik I Pidum, Bripka Jaka Fitrah Ahmad yang dikonfirmasi Serambinews.com, mengatakan bahwa proses penahanan yang sudah lebih dari tiga bulan ini masih sesuai dengan prosedur.
Mengingat, kelima tersangka terjerat Pasal 170 ayat (1 dan 2) yang ancaman hukumannya di atas lima tahun, maka Penyidik dibolehkan memperpanjang masa penahanan.
“Pengadilan Negeri Sinabang juga sudah menetapkan bahwa masa penahanan sampai dengan 30 Maret 2021,” kata Bripka Jaka, didampingi Kasat Reskrim Polres Simeulue, Iptu M Rizal, Sabtu (6/3/2021).
Ia menjelaskan, masa penahanan terpaksa diperpanjang, karena penyidik mengalami kendala saat memintai keterangan beberapa orang korban yang luka parah, dan proses pemeriksaan harus menunggu kondisi mereka membaik.
Sehingga hal ini menghambat jalannya penyidikan dan berdampak pada lambannya proses pemberkasan, karena beberapa korban baru bisa dimintai keterangannya pada Januari lalu.
“Namun, saat ini berkasnya sudah selesai dan sudah kami limpahkan ke Kejari Sinabang pada 1 Maret 2021,” kata Bripka Jaka.
Sedangkan permohonan penangguhan penahanan para tersangka, tidak dikabulkan atas pertimbangan keselamatan jiwa para tersangka dan untuk mencegah munculnya konflik baru. Mengingat kasus ini merupakan konflik antarnelayan dari dua desa yang berdekatan, yang bisa saja meluas menjadi konflik warga antardesa.
“Jika para tersangka kami lepas (penahanannya ditangguhkan), dikhawatirkan mereka akan jadi sasaran amuk massa dari masyarakat desa pihak korban. Jika ini sampai terjadi, maka kami yang akan disalahkan,” ungkap Bripka Jaka.
Kasat Reskrim Polres Simeulue, Iptu M Rizal menambahkan, bahwa pihaknya sudah beritikad baik untuk mendamaikan kasus ini, dengan memfasilitasi pertemuan kedua pihak di Mapolres Simeulue yang turut dihadiri Camat, tokoh adat serta tokoh masyarakat dari kedua desa, untuk penyelesaian secara kekeluargaan. Namun upaya ini gagal dan pihak korban tetap meminta proses hukum dilanjutkan.
“Intinya, proses hukum ini kami lakukan dengan mempertimbangkan segala risiko yang mungkin terjadi, demi kebaikan kedua pihak,” ujarnya.(*)