Berita Luar Negeri

Melawan Pemberontakan Puluhan Tahun, Presiden Duterte Ambil Langkah Berani: Tumpas Semua Komunis

Awal bulan ini, Ia memerintahkan kepada polisi dan militer negera itu untuk melakukan operasi penumpasan pemberontak komunis.

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Muhammad Hadi
Biro Komunikasi Presiden Filipina
Presiden Filipina, Rodrigo Roa Duterte 

SERAMBINEWS.COM - Presiden Filipina, Rodrigo Duterte mengambil langkah berani dalam menumpaskan pemeberontak komunis di negaranya.

Langkah Duterte itu kembali menjadi soroton dunia Internasional selain penumpasan kepada bandar dan pengedar narkoba.

Awal bulan ini, Ia memerintahkan kepada polisi dan militer negera itu untuk melakukan operasi penumpasan pemberontak komunis.

Setidaknya, Kepolisian Nasional Filipina (PNP) melaporkan bahwa sembilan orang tewas dalam operasi terpisah di provinsi Calabarzon pada hari Minggu (7/3/2021). 

Baca juga: Lagi Viral, Ubah Foto Orang Jadi Tersenyum dan Seolah Hidup, Ini Nama Aplikasi Serta Cara Pakainya

Pemberontak komunis telah berperang melawan pemerintah di Filipina sejak 1968, menjadi salah satu pemberontakan Maois terlama di dunia. 

Menurut militer, pemberontakan tersebut telah merenggut lebih dari 30.000 nyawa selama 53 tahun terakhir.

Beberapa presiden Filipina telah berusaha tetapi gagal mencapai kesepakatan damai dengan para pemberontak, yang dipimpin oleh Jose Maria Sison - sekarang mengasingkan diri di Belanda.

Baca juga: Presiden Duterte Perintahkan Tembak Mati Pemberontak Komunis, 9 Orang Tewas Dibantai Aparat Filipina

Baca juga: Presiden Filipina Rodrigo Duterte Kembali Jadi Sorotan, Perintahkan Tembak Mati Pemberontak Komunis

Ketika dia mencalonkan diri sebagai presiden pada tahun 2016, Duterte berjanji untuk mengakhiri pemberontakan melalui pembicaraan damai.

Setelah menjabat, Duterte memerintahkan pembicaraan langsung dengan komunis, untuk mencapai kesepakatan antara militer dan pemberontak dalam pertempuran bersenjata yang sering terjadi.

Menyusul bentrokan sengit antara pasukan pemerintah dan pemberontak pada tahun 2017, Duterte membatalkan proses perdamaian.

Ia kemudian menandatangani proklamasi yang menyebut para pejuang komunis sebagai "teroris".

Dia juga membujuk pasukan pemerintah untuk menembak pemberontak perempuan di alat kelamin mereka sebagai hukuman.

Bahkan Duterte menawarkan hadiah untuk setiap pemberontak yang terbunuh .

Kemudian pada tahun 2018, satuan tugas khusus melawan komunisme dibentuk oleh presiden untuk mengejar para pemberontak dan pendukungnya.

Namun, para kritikus dan aktivis hak asasi manusia mengatakan bahwa badan khusus itu juga dikerahkan untuk melawan politisi berhaluan kiri arus utama dan kritikus Duterte lainnya.

Beberapa pejabat administrasi Duterte juga telah dituduh tanpa pandang bulu karena mengkritik presiden, termasuk anggota akademisi, jurnalis dan aktivis, sebagainya dari komunis.

Baca juga: Presiden Filipina Rodrigo Duterte Kembali Jadi Sorotan, Perintahkan Tembak Mati Pemberontak Komunis

Dengan ancaman terbarunya pada hari Jumat (5/3/2021) itu, sekarang ada kekhawatiran bahwa hal itu dapat memicu lebih banyak kekerasan serupa dengan perang melawan narkoba.

Teddy Casino, seorang aktivis dan mantan anggota Kongres, mengatakan bahwa Duterte seperti presiden gila.

“Ini adalah level orang gila. Bahkan Marcos tidak begitu berani dan brutal (dengan penumpasan ini)" kayanya.

Ferdinand Marcos adalah mendiang diktator Filipina yang dihormati dan disegani Duterte.

Baca juga: Drone Mungil China Pesaing Drone Terkecil AS, Ini Perbandingan Drone Fengniao dan Black Hornet

Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah aktivis, pengacara, dan dokter telah dibunuh oleh pria bersenjata tak dikenal.

Mereka yang terbunuh telah ditandai sebagai simpatisan komunis dan pemberontak komunis yang aktif.

Pada tahun 2020, pemerintahan Duterte juga berhasil mendorong pengesahan Undang-Undang Anti-Teror.

UU itu telah diperingatkan oleh beberapa analis hukum dapat juga digunakan sebagai hukum untuk lebih banyak pemerintah melakukan penumpasan.

Dalam pidatonya pada hari Jumat itu, Duterte mengakui bahwa dia tidak mengerti apa yang sedang diperjuangkan para pemberontak komunis itu.

Baca juga: Filipina Lancarkan Perang Melawan Komunis, Duterte: Lupakan HAM, Itu Perintah Saya

"Anda telah berjuang dalam 53 tahun terakhir dan sekarang, saya sudah memiliki cicit dan Anda masih berjuang," katanya.

“Anda ingin menggulingkan pemerintah? Kamu bahkan tidak punya perahu," ungkap Duterte. 

Dalam kesempatan pertemuan itu, memerintahkan kepada militer dan polisi untuk "membunuh" dan "menghabisi" semua pemberontak komunis

“Lupakan hak asasi manusia. Itu pesanan saya. Saya bersedia masuk penjara, itu tidak masalah, ” kata presiden.

Baca juga: Ternyata Sebelum KLB Digelar, Beberapa Ketua DPC Demokrat di Aceh Ditawarkan Uang Hingga Rp 1 Miliar

PNP mengatakan pada Senin (8/3/2021) bahwa operasi penumpasan itu telah menewaskan 9 orang yang tewas.

Dari jumlah itu, enam orang tercatat di wilayah Rizal, dua di Batangas, dan satu di Cavite. 

Sedangkan enam orang ditangkap, masing-masing tiga di Laguna dan Rizal.

Sembilan orang masih buron, dengan rincian delapan di Rizal dan satu di Batangas.

Melansir dari CCN Philippines, Selasa (9/3/2021), tidak disebutkan nama dan identitas mereka yang dibantai dan ditangkap dalam operasi ini.

Baca juga: Wapres Filipina Dituduh Sebar Hasutan untuk Gulingkan Presiden Duterte

Selain mengatakan polisi dan militer Filipina memiliki surat perintah penangkapan terhadap 18 orang terduga pemberontak komunis itu.

Namun, kata PNP, beberapa dari mereka menolak ditangkap dan memberikan perlawan, sehingga mengakibatkan kematian.

Polisi menambahkan bahwa, pihaknya menemukan bahan peledak dan berbagai macam senjata api dari tangan mereka.

Laporan Al Jazeera mengatakan, kelompok hak asasi Karapatan dan Partai Kabataan menolak klaim dari pemerintah tersebut.

Baca juga: Tegas! Presiden Filipina Duterte Pecat Duta Besar Usai Lakukan Kekerasan pada Pembantu Rumah Tangga

Mereka mengatakan orang-orang yang terbunuh telah dieksekusi dalam operasi penumpasan tersebut.

Emmanuel Asuncion, seorang pemimpin buruh di provinsi Cavite, termasuk di antara mereka yang tewas, kata federasi nelayan Pamalakaya dalam sebuah pernyataan.

UPLB Perspective, publikasi mahasiswa di University of Philippines, melaporkan bahwa dua orang penyelenggara perburuhan dan sepasang suami istri, tewas di provinsi Batangas.

Chai dan Ariel Evangelista, bersama dengan putra mereka yang berusia 10 tahun, hilang hanya beberapa jam sebelum mereka dikabarkan tewas. 

Baca juga: Sering Kritik Presiden Duterte, Stasiun TV dan Radio di Filipina Diberedel Pemerintah

Keberadaan putra mereka masih belum diketahui hingga kini.

Karapatan mengatakan keluarga itu ditahan selama penggerebekan yang berlangsung pada dini hari, tetapi tidak menyebutkan siapa yang menahan mereka.

Di Provinsi Rizal, Karapatan juga mengonfirmasi dua orang tewas dalam operasi penumpasan itu.

Sekretaris Jenderal Karapatan, Cristina Palabay mengatakan aparat dengan sangat patuh mengiyakan perintah "bunuh, bunuh, bunuh dari presiden".

Human Rights Watch (HRW) juga menyuarakan keprihatinan tentang penumpasan mematikan tersebut.

Mereka mengatakan bahwa, berdasarkan laporan, operasi tersebut tampaknya merupakan "rencana terkoordinasi" oleh pihak berwenang.

"Insiden ini jelas merupakan bagian dari kampanye kontra pemberontakan pemerintah yang semakin brutal, yang bertujuan untuk memusnahkan pemberontakan komunis,” kata Phil Robertson, wakil direktur HRW Asia.

Baca juga: Gencar Berantas Narkoba, Duterte Malah Sebut Dirinya Pakai Ganja agar Tetap Terjaga

Pada hari Jumat (5/3/2021), Presiden Duterte meluncurkan operasi penumpasan terhadap pemberontak komunis di Mindanao.

Penumpasan komunis ini memunculkan ketakutan akan gelombang baru pertumpahan darah yang mirip dengan perang melawan narkoba yang menewaskan ribuan orang, termasuk anak-anak.

Duterte menawarkan perumahan, pekerjaan dan pendidikan gratis kepada pemberontak komunis yang akan menyerahkan diri.

Tetapi bagi pemberontak yang tidak mau menyerah, Duterte memerintahkan polisi dan militer untuk  “membunuh mereka" jika aparat melihat mereka memiliki senjata api. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)

Baca juga: BERITA POPULER - UAS Tiba di Lhokseumawe, Harga Emas Turun hingga Pembunuhan Sadis di Lamjabat

Baca Juga Lainnya:

Baca juga: Pelaku Lempar Sampah Botol Plastik ke Mulut Kuda Nil Rupanya Ibu-ibu, Kini Klarifikasi & Minta Maaf 

Baca juga: Kisah Para Ibu Afghanistan Selamatkan Diri dari Perang, Berjalan Kaki di Pegunungan Menuju Turki

Baca juga: Apa Itu Santet Banten yang Diucap Bupati Lebak untuk Moeldoko?

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved